Butir Terakhir
Butir Terakhir dari Buku Pertama
“Syahdan, Empat pahlawan muda ditambah satu pengawas, telah berhasil menempa senjata terkuat dalam sejarah, Scythe. Lalu menempuh ualng hutan terlarang dan menguasainya.
Pertempuran hebat namun senyap dan terbatas, terjadi di dua titik di Desa Teradoka. Di perpus dan perbatasan hutan. Para penjarah, penyusup dan pemburu, ditahan mati-matian oleh anggota meja kecil dan bala tentara mereka. Bala tentara yang terdiri dari para guru dan murid, warga, dan pustakawan-pustakawan berkacamata tebal.
Sementara para tentara yang sebenarnya, penjaga gerbang di bawah komando jenderal mereka, para mata-mata, aparat keamanan dan jajarannya, membentuk benteng rapat di titik berbeda. Jauh di tengah pegunungan, hingga sudut terluar gunung batu.
Empat pahlawan kita sampai di inti hutan. Jantung Pufitarek. Sebuah tempat dalam kubah. Jalan masuknya tersembunyi lapisan mantra, pintunya berpengaman segala macam kunci. Tempat yang meski belum dikunjungi setelah sekian tahun lamanya, masih tampak sangat terawat. Seolah ada mekanisme automatis yang bekerja tanpa alpa.
Hampir seperti takdir.”
.
“Jadi, portal.” Firapu bersuara, akhirnya.
“Yap.” Khuma’I membenarkan.
“Ke dunia lain.” Ehrgeiz ikut bersuara.
Kagiri mengangguk.
Tidak ada yang berkata-kata, untuk sejenak.
“Oh, Ayolah…! Ini akan menyenangkan!” Pak Sabdan muncul dari belakang dengan senyum lebar.
Keempat muridnya memandangnya aneh. Mereka tahu gurunya yang satu ini memang cukup nyentrik, namun sejak meninggalkan barak keempat tempat Scythe berhasil mereka tempa, Pak Sabdan menjadi semakin aneh. “Apa? Ada yang salah dengan wajahku?”
“Tidak ada, Pak.” Firapu.
“Belakangan ini bapak sering tersenyum.”
“Khuma’I!” Ehrgeiz.
“Apa?”
“Loh.. Bukannya itu bagus?”
“Untuk orang lain, ya.”
Kagiri mengangguk.
“Kagiri!”
“Sudahlah, Ehrgeiz.” Firapu melangkah masuk.
Lalu Khuma’I.
“Ini akan menyenangkan…” Ehrgeiz.
Lalu Kagiri.
“Mungkin memang belakangan ini aku banyak tersenyum. Kenapa ya?” Seukir wajah dibalut belepotan oli terlintas di benaknya. Dia menunduk malu, seperti sedang kedapatan nyontek. Tapi tetap dia tersenyum.
Lalu melangkah masuk.
Di belakang mereka, portal itu menutup.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar