Iqbal

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Sendiri Dulu

Ramadhan kali ini saya memilih tinggal di perantauan. Karena mengikuti anjuran pemerintah, di satu sisi, namun juga karena banyak hal lain.

Sepuluh hari pertama saya betul-betul seperti sendiri menjalani ramadhan, tapi tidak kesepian. Buka dan sahur saya masak dan makan sendiri. Tarawih juga sendiri. Ada gadget dan media sosial yang sekali-kali menemani. Tapi pada intinya, aku sendirian.

Aku memutuskan ramadhan ini mau kunikmati sendiri. Aku mau bertapa, bersemedi, retret, apa saja itu sebutannya. Ramadhan waktu yang tepat. Waktu dan kondisinya juga sangat pas. Dan tidak tahu lagi kapan kesempatan seperti ini akan datang. Jadi sekaranglah waktunya.

Padahal kampungku tidak jauh, loh. Kedua orangtuaku sudah mulai bertanya kapan aku mau pulang. Dan saya tidak enak sekali mau menjawab sejujurnya. Saya tidak mau pulang. Bukan karena tidak bisa, tidak mau. Bukan karena tidak menyayangi atau menghormati mereka. Hanya tidak mau.

Mungkin nanti kalau jadi orang tua aku akan paham betapa sedihnya kedua orangtuaku sekarang. Anaknya tidak pulang beramadhan padahal mampu. Tapi khusus ramadhan ini aku memutuskan mau sedikit egois. Lumayan dramatis, tapi beginilah kenyataannya. Saya mau sendiri dulu. Kata lagu-lagu alay begitu. Tapi betulan. Saya membutuhkan ini.

Bukan berarti saya sudah siap kehilangan orang-orang yang saya cintai. Tidak sama sekali. Bahkan jika dilihat dari satu sisi yang sulit, alasanku menyepi juga karena itu. Aku anak pertama yang terlalu manja. Masih sangat bergantung pada kedua orang tua, baik secara finansial atau emosional. Padahal sudah besar. Sudah punya kerja. Aku mau belajar dewasa juga, sekali-kali.

Tapi alasan terbesarku menyendiri sungguh berbeda. Sungguh....konyol. Bodoh. Kekanak-kanakan. Alasannya adalah rasa lelah. Aku lelah menghadapi semua orang. Semua orang.

Mungkin jika ada yang sudah kupelajari selama beberapa hari pertapaanku ini adalah, mau sembunyi seperti apapun, kau tidak bisa menghindari semua orang. Satu, Tuhan, tentu selalu hadir dimana saja kau berada. Dua, dirimu sendiri. Kau tidak bisa lari dari dia, kemanapun kau menyendiri.

Kau tidak pernah betul-betul sendiri. Selalu ada yang melihatmu. Matamu. Selalu ada yang mendengarmu. Telingamu. Selalu ada yang bisa menulis tentangmu. Kedua tanganmu.

.

Kirim.

.

53

53
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Enggak bagus loh sendiri terus hehehe. Keren ceritanya Dinda

10 May
Balas

Terima kasih kanda.

10 May

Selalu ada yang melihat dan menemani. Siapa? Yang Maha Melihat. Hehehe... Pak Ikbal Ok, tuh!

10 May
Balas

Makasih makasih

10 May



search

New Post