Iqbal Anas

Kepala Sekolah SDIT Adzkia Bukittinggi Sumatera Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pendidikan Tauhid di Sekolah

Pendidikan Tauhid di Sekolah

Pendidikan Tauhid di Sekolah

oleh : Iqbal Anas

“Sesungguhnya ikatan yang mengikat orang-orang dalam agama ini adalah ikatan yang khas yang menjadi keistimewaan agama ini, dan ia terkait dengan cakrawala, misi, dimensi, dan tujuan yang hanya dimiliki manhaj rabbani yang mulia ini” (Sayyid Quthb).

Sayyid Qutb dalam bukunya Aku wariskan untuk kalian, mengatakan bahwa manhaj rabbani yang orisinil – yang mengejawantah dalam al-Qur’an dan dalam petunjuk-petunjuk Rasulullah SAW yang merupakan bagian al-Qur’an serta sama dengannya dalam alur dan arahnya – memberi petunjuk ke sesuatu yang paling benar dan mendidik umat islam dengan landasan utama dan rambu yang terang di persimpangan jalan ini.

Agama Islam telah mengajarkan dan menggariskan bahwa pendidikan tauhid yang benar – Aqidah Islamiyah – sebagaimana yang termaktub di sila pertama pancasila : Ketuhanan Yang Maha Esa, memiliki dasar dan konsep yang orisinal dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Tidak kurang dan tidak lebih. Disinilah konsep pendidikan tauhid yang benar.

Oleh karenanya, konsep-konsep pendidikan tauhid dalam pengajaran-pengajaran ketuhanan di sekolah harus mengacu kepada dua referensi utama ini : Al-Qur’an dan Sunnah. Agar tidak terjadi distorsi pemahaman dan kegagalan dalam konsep ketauhidan.

Sebuah kisah suatu hari, Khalifah Umar bin Khattab melakukan perjalanan seorang diri ke luar kota. Dia ingin melihat langsung kondisi rakyat yang dipimpinnya.

Umar pun sampai di sebuah padang rumput. Dia melihat ada seorang anak muda yang sedang mengembala kambing-kambingnya. Umar sangat tertarik dengan kambing-kambing yang digembalakan anak itu. Dia pun menghampiri sang pengembala.

Umar berkata, "Wahai pengembala, banyak sekali kambing-kambingmu. Bersediakah kamu menjual seekor kambingmu itu kepadaku?"

"Maaf tuan, kambing-kambing ini bukan milikku. Aku hanya pengembala yang bekerja menerima upah saja. Kambing-kambing yang banyak ini adalah milik tuanku," jawab pengembala itu.

Umar pun terus membujuk pengembala itu untuk menjual kambing-kambing yang digembalakannya. Dia pun berkata, "Wahai pengembala, majikanmu tidak akan tahu jika kamu menjualnya kepadaku seekor saja. Karena tidak ada orang yang tahu jika kamu menjual seekor kambing milik majikanmu kepadaku."

Si pengembala menatap wajah Umar. Dia pun berkata, "Wahai tuan, engkau benar tidak ada satu pun orang yang tahu jika aku menjual seekor kambing milik majikanku. Tapi, di mana Allah, tuan? Dia selalu melihat apa yang diperbuat oleh makhluk-Nya."

Seketika itu Umar bin Khattab meneteskan air mata. Dia sangat kagum dengan kejujuran si pengembala yang tidak mau melakukan tindakan yang tidak terpuji.

Kisah diatas mengajarkan kita, Inilah pendidikan tauhid yang sebenarnya.

Mengapa kemudian lahir manusia-manusia yang secara intelektual sangat pintar? Namun dalam perilaku keagamaan jauh dari nilai-nilai tauhid? Masih suka berdusta setiap berbicara, sering mengingkari janji, tidak amanah dalam tugas dan tanggung jawab. Terjadinya praktek korupsi, pergaulan bebas dalam kehidupan, tidak takutnya manusia berbuat dosa dan maksiat adalah contoh-contoh nyata bahwa pendidikan tauhid belum mendapatkan porsi yang tepat dalam dunia pendidikan.

Pendidikan tauhid bukanlah teori-teori kosong tanpa makna yang hanya bermanfaat tatkala ujian. Namun miskin aplikasi dan contoh nyata dalam kehidupan. Pendidikan tauhid harus diarahkan kepada pemahaman dan aplikasi nyata dalam kehidupan peserta didik. Mereka harus merasakan benar keberadaan Allah swt dalam kehidupan dan pengaruh-Nya.

Pendidikan tauhid harus sejalan dengan konsistensi ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Tauhid yang benar akan mengarahkan manusia kepada sholat yang khusu’, selalu berkata yang baik, suka membantu orang lain, amanah dalam setiap tugas daan tanggung jawab. Jujur dalam perkataan dan perilaku, tidak suka mendzolimi orang lain. Perilaku dan perbuatannya sesuai dengan tuntutan al-Qur’an dan Sunnah.

Kisah lain yang juga terjadi dizaman Khalifah Umar. Suatu ketika Khalifah Umar berkeliling negerinya dan kemudian sampai di sebuah gubuk tua yang dihuni seorang ibu dan anak gadisnya. Mereka sehari-hari bekerja menjual susu. Sang ibu mengatakan kepada anaknya untuk mencampurkan susu itu dengan air biar susunya bisa lebih banyak agar keuntungan yang didapat juga lebih besar. Sang anak mengatakan Demi Allah, walaupun Umar tidak melihat perbuatan mereka, namun Allah swt selalu menyaksikan. Maka akhirnya Umar menikahkan putranya Ashim dengan anak perempuan penjual susu tersebut. Yang kelak dari keturunan mereka lahirlah pemimpin besar Umar bin Abdul Azis.

Generasi seperti penggembala kambing dan anak wanita penjual susu inilah yang ingin kita lahirkan dari sekolah-sekolah kita, dari madrasah-madrasah kita, dari pondok pesantren kita. Sebenarnya tujuan pendidikan nasional juga menginginkan lahirnya generasi seperti ini. Generasi yang tidak hanya pintar dan hafal konsep-konsep ilmu, teori-teori yang rumit, bahkan hafal al-Qur’an sekalipun tanpa ada aplikasi nyata dalam kehidupan. Peserta didik yang memiliki tauhid yang benar dan kuat kepada Allah swt. Generasi dengan tauhid yang benar akan menjadi pondasi bagi mereka sebagai bekal dalam menuntut ilmu dijenjang pendidikan selanjutnya. Wallahu’alam bissowab.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post