Clara dan Hania (5)
Clara dan Hania
Oleh : Saraswati
Di sebuah taman di kota Wijaya, terlihat seorang gadis kecil berkerudung biru yang berusia sekitaran 8 tahunan. Ia duduk seorang diri dengan penuh tatapan kosong menyaksikan hilir mudiknya orang-orang yang berlalu di hadapannya.
“Aduh..kakiku berdarah” sebuah suara mengejutkanya dan membuyarkan lamunannya.
Ia bergegas menghapiri sumber suara yang berasal dari gadis memakai bando berwarna senada dengan bajunya dan ia bisa menebak bahwa gadis tersebut seumuran dengannya.
“Sini ku bantu” tawarnya mengulurkan tangan mungilnya kepada gadis ayu yang berada di hadapannya itu.
“Terimakasih ya” ucapnya setelah memastikan dirinya berdiri dengan kokoh.
“Sepertinya kakimu sedikit berdarah, hayuk kita duduk dulu disana,” pintanya sembari menunjuk ke sebuah bangku kosong yang berada di salah satu sudut taman itu.
“Nggak apa-apa kok, cuman berdarah sedikit aja” jelasnya kemudian.
“Oh yah, kenalin aku Clara, nama kamu siapa?” tanya gadis berbando merah tersebut kepada gadis berkerudung biru di hadapannya itu.
“Namaku Hania,” jawabnya singkat.
“Hania ku perhatiin kamu di sini sendirian yah” tanya Hania penasaran.
“Ia, aku di sini sendirian, Ayah dan Ibuku sudah meninggal 1 tahun yang lalu dan aku di asuh oleh Bibiku, namun beliau sangat tidak suka terhadapku hingga mengusirku dari rumahnya, yah beginilah kehidupanku, hidup di jalanan, oh yah, kamu sendiri dengan siapa ke sini?” tanya Hania balik kepada Clara.
“Aku sih kesini bareng Bunda, tapi tadi aku melarikan diri dari genggaman Bunda”jelasnya dengan wajah yang sedikit kesal.
“kenapa?” kejar Hania memastikan.
“Habis Bunda sih larangin mulu, mau jajan ini nggak boleh, mau pergi main harus bareng Bunda, aku kan udah besar bisa lah sekali-kali pergi bareng teman-teman sekolah” ceritanya masih dengan nada kesal.
“Seharusnya kamu bersyukur deh Ra, masih ada orang-orang yang peduli sama kamu Ra, coba deh kamu lihat aku, hidup sendirian, di jalanan bahkan tidak di anggap oleh ada oleh orang.” Jelasnya panjang lebar.
“Tapi kan Bunda nggak harus seketat itu juga mengotak-atik kehidupanku Hania” belanya terhadap dirinya.
“Kamu harus menyadari kepedulian itu mahal harganya sebelum kamu benar-benar terlambt sepertiku” ucapnya dengan suara yang sudah mulaiserak menahan laju airmata yang siap jatuh membasahi pipi putihnya itu.
“Maksud kamu?” tanya Clara hati-hati.
Kamu tau Ra, dulu aku seringkali mengabaikan setiap apapun yang di perintahkan Ibu kepadaku, contohnya saja, aku selalu menolak ketika Ibu menyuruhku dari hal yang kecil-kecil saja, seperti membantunya bersihan rumah atau pergi ke warung mengantarkan kue, maklumlah Ra Ibuku jualan kue yang di antarin ke warung-warung gitu Ra, bahkan ketika Ibuku mulai sakit-sakitan aku masih belum sepenuhnya mengiyakan seluruh pintanya hingga pada akhirnya Ibu pergi meninggalkanku untuk selamanya, suatu penyesalan yang tidak bisa ku tebus hari ini, jadi selagi masih ada orang-orang yang peduli dengan keadaanmu apalgi Bundamu, jangan pernah abaikan Ra, kita akan merasakan penyeselan yang tidak bisa di tebus ketika mereka telah tiada Ra” ceritanya dipenuhi sesak yang begitu hebat di dadanya.
“hiks..hiks..” pecah sudah tangisan Clara di balik pelukan seorang gadis berkerudung biru yang baru di kenalnya itu.
“Makasih Hania, kamu telah menyadarkanku betapa pentingnya menghargai apapun yang tengah kita miliki.”
“Clara sayang, kamu di sini Nak, Bunda udah nyariin kamu keliling loh bahkan Bunda hampir saja mau telfon polisi, Bunda takut kalau kamu sampai di culik sayang” ucap Bunda dengan wajah sangat cemas.
Clara memeluk Bundanya dan meminta maaf atas sikapnya yang telah membuat Bundanya sangat cemas.
“Maafkan Clara Bunda, Clara janji nggak bakalan mengulangnya lagi” janji Clara kepada Bundanya.
“Iya sayang, Bunda saaaayaaaaanngg bangat sama kamu, kamu harus tahu itu dan ingat apapun yang lakukan itu semua demi kebaikanmu juga” ucap Bunda dengan senyum yang kini mulai mengembang bahagia.
“Oh yah bund, kenalin teman baru Clara, Hania, tadi dia yang nolongin clara jatuh disana Bund” jelas Clara melihatkan kakinya yang sedikit tergores kerikil taman.
‘Assalamua’alaikum tante” sapa Hania sambil mencium tangan Bunda Clara.
“Waalaikumussalam Hania” jawabnya dengan senyuman terimakasihnya, karena ia yakin gadis kecil di hadapannya tersebut telah berperan sangat penting terhadap perubahan putri semata wayangnya itu.
“Bunda Hania boleh ikut dengan kita pulang kan, kasihan Hania dia di usir oleh Bibinya dan kedua orangtuanya telah meninggal satu tahun yang lalu Bund” pinta Clara kepada dirinya.
“Boleh dunk, apa sih yang nggak buat kamu, dan Hania mulai hari ini panggil Bunda ya sama dengan Clara” tawar Bunda kemudian dan berlalu meninggalkan taman tersebut.
Clara kini telah berubah menjadi seorang gadis yang penurut terhadap apapun yang di perintahkan oleh Bundanya tersebut semenjak kehadiran Hania dalam hari-harinya dan begitupun dengan Hania ia tidak menyia-nyiakan kesempatan yang telah di berikan kepadanya itu dengan berbakti sebaik mungkin serta menganggap Bundanya sebagai Ibu sendiri seolah ia tengah menebusi seluruh kesalahannya yang telah di lakukannya kepada Ibu kandungnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar