Irawati

Seorang guru di MTsN 12 Jombang...

Selengkapnya
Navigasi Web

Rara dan Mbok Yem

Rara dan Mbok Yem

Mbok Yem merebahkan tubuh tuanya di amben yang berkapuk mati. Lega rasanya tulang-tulang tua itu diselonjorkan. Untuk ukuran umur nya, ia merasa bekerja terlalu keras hari ini. Non Tini, anak ketiga majikannya baru merayakan ulang tahun yang ke-14. Tak banyak yang diundang, hanya teman-teman sekelas dan beberapa tetangga yang akrab. Namun cukup memenatkan tubuh tuanya.

Terdengar langkah-langkah ringan menghampiri kamarnya. Minah, tetangga yang biasa mengasuh Rara datang.

“ Mbok, Rara belum makan lho. Dia tidak mau disuapi siapapun.”

Mbok Yem mengangkat tubuh tuanya mendapatkan Rara yang sedang bermain dengan boneka pemberian Non Mira,

“Rara belum maem ya?Ayo makan dulu….”

“Lik Min jahat, Mbok!” sahut Rara cemberut.

“Rara sudah kenyang kok dipaksa.”

“Kenyang? Kapan Rara makan?”

Rara masih sibuk memainkan bonekanya.

“Rara berdusta ya?”

“Mendolnya pahit, Mbok!”

“Dengan krupuk ikan, ya?”

“Nanti batuk!”

“Tempe?”

Rara menggeleng.

“Rara tidak boleh nakal, nanti sakitnya enggak sembuh-sembuh!”

“Rara sudah enggak sakit, kok! Peningnya sudah hilang. Coba pegang kepala Rara sudah tidak panas lagi….”

“Iya, tapi Rara harus makan supaya tetap sehat. Pakai kecap ya sayang?”

“Rara tetap tidak terbujuk. Tangannya sibuk memainkan ujung baju bonekanya.

“Bagaimana kalau telur? Ah, iya, telur dadar kan kesukaan Rara?”

Rara terdiam. Mbok Yem mendapatkan kesempatan. Cepat-cepat dipanggilnya Minah.

“Ya Mbok?” Minah yang sedang ngobrol dengan tetangga sebelah datang dengan tergesa-gesa.

“Belikan telur di tokonya Pak Dul dan dadar yang besar…”

“Untuk Rara yang ayu, kan?” Tanya Minah setelah menerima uang dari Mbok Yem.

“Mbok , nanti Rara enggak usah minum obat ya?”

Mbok Yem mendesah. Apa boleh buat, Rara harus makan.Itu yang penting. Obatnya nanti sajalah. Makanan bergisi dan suasana hati yang riang adalah obat yang mujarab bagi Rara. Toh obatnya tinggal sedikit. Biasanya Rara akan menjadi penurut jika perutnya kenyang.

Rara makan dengan lahab disuapi neneknya. Sesuap demi sesuap habislah satu piring.

“Tanduk?”

Rara menggeleng, “Minum , MBok!”

Mbok Yem memberikan segelas air putih. Rara menyisakannya seperempat.

“Mbok, Rara tidak boleh bohong ya?”

“Semua orang tidak boleh bohong, Rara!”

“Kenapa Mbok?”

“Dosa. Kalau dosanya menumpuk akan masuk neraka.”

“Dosa itu seperti apa Mbok?”

“Begini Ra, orang yang banyak dosa, nanti di akherat mukanya akan berubah menjadi kuda. Lidahnya menjulur terus.”

“Akherat itu di mana Mbok?”

“Wah, jauh sekali Tun!”

“Rara ingin ke akherat Mbok!”

“Hus! Rara kan masih kecil?”

“Kalau masih kecil tidak bisa ke akherat?”

“Sudahlah Ra! Kalau sudah besar kamu akan mengerti.”

“Tapi betul kalau berbohong itu berdosa?”

“Iya.”

“Mukanya jadi kuda, Mbok?”

“Iya.”

“Kalau begitu Lik Min akan jadi kuda, Mbok!”

“Hust!”

“Betul Mbok! Lik Min bilang , Mbok akan marah jika Rara tidak mau makan. Buktinya Mbok tidak marah, malah Rara dibelikan telur.”

“Itu artinya Mbok sayang Rara.”

“Lik Min bohong, Mbok! Lik Min berdosa. Horee, biar kapok! Lik Min jahat, dia akan jadi kuda, lidahnya menjulur panjang.”

“Tapi Minah berbohong untuk kebaikanmu Ra! Kamu kan belum sembuh.”

“Jadi kalau untuk kebaikan tidak dosa?”

“Tidak!”

“Dan mukanya tidak berubah menjadi kuda?’

“Tidak!”

“Wah sayang sekali, Lik Min itu jahat sekali lho, Mbok! Suka nyubit, suka mbentak!”

“Sudahlah, sekarang Rara minum obat dan tidur!”

“Tapi Rara enggak sakit, Mbok! Sungguh!”

“Rara lupa, apa kata mantri Lukman?”

“Mantri Lukman tidak bohong, Mbok?”

“Mantri tidak pernah bohong, Nduk?”

Malam harinya suhu badan Tunik naik lagi. Mbok Nah mengompres kepala cucunya dan meminumkan obat penurun panas Obat dari mantri Lukman telah habis siang tadi.

“Mbok…..”

“Tidurlah, sudah malam.”

Tetapi nampaknya Rara susah sekali memejamkan mata walaupun lampu sudah lama dipejamkan.

“Mbok…”

“Ada apa?”

“Besok Rara sekolah, ya?”

Mbok Yem tercekat. Hati tuanya tergetar.

“Sekolah? Rara masih kecil!”

“Ning Rina sudah, Wiwit dan Mia juga sudah sekolah.”

Mbok Yem agak menyesal. Dia telah kelepasan omong kemarin. Rina, anak bungsu majikannya yang sebaya dengan Rara, telah dimasukkan TK.

Rara memang sudah waktunya masuk sekolah. Usianya sudah enam tahun lebih. Tentu Mbok Yem ingin melihat cucunya berseragam mencium tangannya setiap akan berangkat sekolah, seperti anak-anaknya Jeng Nanik. Mbok Yem ingin mendengar Tunik bercerita. Mbok ingin Rara menyanyi dengan benar. Satu hal yang menjadi ganjalan buat Mbok Yem yaitu biaya. Mbok Yem sudah tidak punya simpanan lagi. Simpanan terakhir yang dimiliki telah digunakan untuk selamatan seribu hari suaminya sebulan yang lalu.

Tetapi Mbok yem harus cepat mengambil keputusan. Perasaannya mengatakan, panas badan Rara kali ini bukan disebabkan oleh penyakit. Biasanya obat dari puskesmas habis, Rara langsung sembuh.

“Ya Mbok? Besok Rara sekolah ya?”

“Kau betul-betul ingin sekolah?’

“Ya Mbok! Kata Wiwit di TK diajari lagu anak yang Sholeh…”

“Tetapi kau harus rajin belajar lho!”

“Rara akan menyanyi untuk Mbok.”

“Sekarang Rara tidur dulu. Besok sekolah dengan Wiwit dan Mia.”

“Betul MBok? Terima kasih, Mbok! Rara bangkit mencium pipi neneknya. Mata mbok Nah berkaca-kaca.

“Besok membawa kue, Mbok? Beli di Lik Sum.”

“Ya sekarang Rara tidur dulu. Sudah malam.”

Terbayang rencana Mbok Yem besok. Pagi-pagi ia akan menghadap majikannya. Pinjam uang. Tak mungkin ia mengharapkan bantuan dari ayah Rara. Beberapa bulan ini menantunya sudah tidak berkabar lagi.Ratna pun juga telah lama tidak mengirim uang untuk Rara. Mbok Yem malah tidak tahu apakah anaknya sudah menikah lagi atau tetap menjanda.

Mbok Yem sudah bertekat, biarlah ia tidak menerima gaji bulan ini. Ia masih memiliki simpanan beras , ia juga masih bisa berharap pada arisan mingguan di Jeng Tina.

Rara ternyata bangun pagi sekali. Jauh lebih pagi dari biasanya. Mbok Yem belum sempat sholat ketika Rara minta dimandikan. Benar, panas badan cucunya mulai normal kembali, bahkan Rara tidak merasakan kedinginan dimandikan sepagi itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Trenyuh... Bu... Smg hanya imajinasi dan tidak terjadi di sekitar kita... Salam literasi.... Sukses Bu Ira

14 Mar
Balas

Trenyuh... Bu... Smg hanya imajinasi dan tidak terjadi di sekitar kita... Salam literasi.... Sukses Bu Ira

14 Mar
Balas

Iya Bun........hanya imajinasi saja

19 Mar
Balas



search

New Post