Irfai M h

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Tuhan di Dalam Hati Orang yang Takut

Sore hari yang penuh hembusan angin, Bandung Barat 4 mei 2017.

Pohon tinggi di sekitar rumah saya bergoyang tertiup angin. Goyangan keras akibat hembusan angin yang keras. Hujan mulai turun, membuat teras terbasahi. Belum selang lima menit, hujan turun semakin deras. Angin makin kencang. Suara halilintar mulai menggelegar. Bukan Cuma tubuh saya yang bergetar, tapi hati saya pun merasa seperti gemetar.

Tiba-tiba pikiran saya ingat soal hujan es. Pikiran saya mulai mengkonstruksi ciri-ciri tentang akan datangnya hujan es. Konon, hujan es terjadi pada perubahan suhu yang ekstrim. Diawali panas yang sangat terik pisan, kemudian disusul hujan yang disertai angin dan halilintar. Semua ciri itu sudah saya saksikan dengan mata dan telinga, panas yang terasa sangat, pohon yang meliuk dipelintir angin, langit yang gelap, kilatan petir. Bukan cuman menyaksikan, saya pun merasakannya.

Terus terang, perasaan saya agak cemas. Cemas, khawatir hujan es disertai badai akan benar-benar datang. Cemas, khawatir, takut, panik, semua bercampur mengaduk-aduk emosi saya. Kok, sepertinya saya merasa sedang berhadapan dengan keganasan alam. Lalu saya mendapati sebuah perasaan, bahwa betapa kecilnya saya, seperti ada dalam genggaman alam yang besar.

Saat masuk dalam perenungan seperti itu, suara halilintar yang sangat keras, mengagetkan saya. Suaranya benar-benar keras. Saya agak sensitiv terhadap suara. Jangankan suara halilintar yang keras seperti suara bom gitu, suara piring jatuh saja seringkali membuat saya kaget. Eh, tiba-tiba Suara kaca jendela bergetar keras saat halilintar bergemuruh, saya rasakan betul getarannya. Takut. Hati saya sepertinya memanggil Tuhan. Tuhan… saya takut…

Saya jadi ingat pada seseorang yang bertanya kepada seorang bijak; bagaimana anda bisa yakin bahwa Tuhan itu ada, sementara anda tidak melihatnya? Orang bijak mengajak sang penanya berjalan-jalan ke laut, menggunakan perahu sewaan. Saat itu angin di laut cukup besar. Kurang baik untuk melakukan pelayaran. Kondisi itu membuat sang penanya ketakutan. Semakin jauh perahu meninggalkan pantai, sang penanya itu semakin ketakutan. Dia pun minta kembali lagi ke pantai.

Lalu orang bijak bertanya tentang perasaan sang penanya, saat dia berada di laut yang membuatnya ketakutan. Sang penanya menceritakan perasaan yang dialaminya. Tentang perasaan takutnya yang makin besar saat melalui angin di laut, yang terasa bertiup kencang. Dalam rasa takutnya itu, sang penanya sibuk berharap akan datangnya sang penolong, yang bisa menolongnya dari amukan laut, kalau-kalau itu terjadi.

Sang bijak menjelaskan kepada sang penanya. Saat hati kamu sibuk berharap pertolongan, saat itu kamu yakin akan adanya suatu zat yang bisa menolongmu. Hatimu juga yakin bahwa zat itu pasti mampu mengendalikan amukan laut. Karena itulah kamu berharap pertolongan kepadanya. Saat itu, hatimu merasakan bahwa zat itu ada. Bahwa dia itu ada. Siapakah dia, Yang kamu harapkan pertolongannya? Dia itulah Tuhan. Mata hatimu yang menyaksikan keberadaanNYA.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Pak Irfai. Saya suka dengan kalimat, "Saat hati kamu sibuk berharap pertolongan, saat itu kamu yakin akan adanya suatu zat yang bisa menolongmu."

04 May
Balas

oh gitu ya. bisa jadi tagline di awal tulisan dong..

04 May



search

New Post