Irfai M h

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Intoleransi

Pemberitaan media banyak yang menyoroti kebijakan presiden soal pembubaran ormas anti pancasila. Karena ormas anti pancasila dinilai intoleransi terhadap pihak lain. Menarik untuk diamati, pada saat pemberitaan tersebut media TV banyak menampilkan video demo ormas islam terkait masalah Ahok.

Penayangan video itu secara tidak sadar, mengaitkan konsep intoleransi dengan gerakan demo anti ahok. Sehingga kita bisa mengaitkan kebijakan presiden tersebut dengan peristiwa demo anti ahok. Dengan kata lain, demo anti ahok yang banyak dilakukan kemaren dinilai sebagai bentuk sikap intoleransi dari ormas islam.

Sebelumnya, konsep intoleransi disandingkan dengan kata radikalisme, banyak dibicarakan saat banyak siswa yang melakukan tawuran. Sehingga banyak pengamat yang menyimpulkan bahwa tawuran merupakan bentuk intoleransi terhadap sesama pelajar. Akumulasi dari sikap tersebut kemudian memicu radikalisme di kalangan pelajar.

Radikalisme, yang diwujudkan berupa tindakan kekerasan, telah banyak melahirkan terjadinya tawuran yang memakan korban. Banyak analisis yang mencoba mencari akar permasalahan dari tawuran ini. Salah satu sebab yang diduga kuat adalah sikap intoleransi dalam diri siswa. Siswa dinilai tidak mempunyai toleransi terhadap perbedaan yang muncul di kalangan mereka.

Bila hipotesis itu diterima, maka dapat diinterpretasikan bahwa selama ini pendidikan karakter di indonesia dinilai belum berhasil. Masih banyak pelajar yang belum memiliki toleransi yang baik. Dari sinilah bibit radikalisme itu berawal.

Dalam konteks tersebut, penekanannya lebih tertuju kepada pentingnya menumbuhkan sikap toleransi pada diri siswa. Bagaimana sekolah bisa menumbuhkan dan memupuk sikap toleransi pada siswa?

Ada beberapa isu-isu penting terkait masalah toleransi.

Pertama, Menghargai kebebasan beragama. Sekolah perlu membudayakan sikap menghargai perbedaan agama yang ada di lingkungan sekolah. Bukan saja terhadap agama-agama yang berbeda. Tetapi juga terhadap perbedaan aliran atau mazhab yang ada dalam agama. NU dan Muhamadiyah tidak perlu lagi saling menghina gara- gara persoalan tahlil, dan berbagai perbedaan fikih lainnya. Tanamkan kesadaran, bahwa setiap orang berhak untuk memilih agama tertentu atau mazhab tertentu.

Kedua, menghargai kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat adalah kebutuhan setiap orang. Konsekuensi dari kebebasan berpendapat adalah munculnya perbedaan pendapat. Perlu keterbukaan pikiran untuk menghormati berbagai perbedaan pendapat yang terjadi. Penghormatan terhadap hal itu dapat mencegah seseorang untuk tidak mudah menghakimi secara negatif terhadap orang yang memiliki pendapat yang berbeda.

Ketiga, membiasakan komunikasi dialogis. Komunikasi dialogis menempatkan setiap orang pada kedudukan yang sama atau setara secara kemanusiaan. Tidak merasa diri lebih terhormat dari yang lain.

Itu beberapa hal sederhana yang sangat mungkin untuk dilakukan di keluarga dan di sekolah. Orang-orang yang memiliki toleransi yang tinggi, biasanya memiliki ketiga kompetensi tersebut.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

...semoga kita bisa memulai dari rumah atau keluarga kita dalam membina toleransi dalam skala kecil, mis. antar kakak-adik dalam perbedaan berpendapat, saling menghargai.... Super sekali!

10 May
Balas



search

New Post