Irfai M h

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Yang dibenci, yang disayang

Saya tidak mau bicara soal Ahok. Saya tidak mau bicara soal polemik vonis 2 tahun untuknya. Saya tidak mau bicara soal orang-orang yang membencinya, atau pun orang-orang yang menyukainya. Stop! Saya hanya ingin bercerita tentang komentar seorang pelajar SMP yang menyaksikan semua pemberitaan itu di TV.

Tayangan pertama yang dia saksikan; saat Ahok berpidato di depan nelayan. Pidato itu durasinya hanya beberapa menit. Konteksnya, menurut pelajar itu, seorang gubernur yang sedang memotivasi rakyat nelayan yang dipimpinnya. Candaan sana sini yang dilakukan Ahok, masih menurut pelajar itu, bukan ide utama dari pidato Ahok.

Tayangan kedua yang dia lihat; proses persidangan Ahok. Tepatnya saat hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara untuk gubernur Jakarta itu. Dia kaget, haaah! Ahok dipenjara dua tahun? Emang salahnya apa? Karena candaan Ahok yang beberapa menit itu? Kasian amat ya Ahok. Cuman bercanda beberapa menit, tapi kemudian harus dipenjara selama 2 tahun.

Ih, mengerikan…! Itu semakin membuat saya, kata pelajar itu, tidak suka jadi politisi, tidak suka dunia politik. Salah bicara sedikit, dihukum kaya penjahat. Dunia politik sangat kejam.

Apa ya salah Ahok. Sebegitu wow nya, kata pelajar itu menggebu-gebu, sampai harus dihukum. Dipenjara gitu loh. Gubernur di penjara karena bercanda, haloow.. rasanya gimana gitu… Ini negeri super serius, ga ada ruang buat canda…

Apa karena Ahok itu non muslim? Lalu, kata pelajar itu sambil menggerak-gerakkan tangannya, Ahok dibenci banget hanya karena berucap beberapa kata yang dianggap salah, ga ada maaf baginya.

Tapi di sisi lain, kata pelajar yang kritis itu, banyak karangan bunga untuk Ahok. Banyak dukungan warga Jakarta. Banyak air mata. Banyak hati yang kecewa. Ahok; yang dibenci, yang disayang.

Saya hanya mendengarkan komentar pelajar SMP itu. Dia belum tahu hitam putihnya dunia politik (mungkiiin..!). Benar dan salah dalam politik, hanyalah persoalan perbedaan sudut pandang. Lebih tepatnya, soal perbedaan kepentingan. Saya lebih suka menyebutnya sebagai persoalan kaca mata yang berbeda. Bila kaca mata hitam yang dipakai, semua yang dilihat menjadi gelap, suram. Bila kacamata yang digunakan berwarna merah, semua yang dilihat terasa kemerahan.

Sekali lagi, sebelum saya mengakhiri tulisan ini, saya tidak mau bicara soal Ahok. Saya hanya ingin bicara soal perbedaan kaca mata yang digunakan. Yups! Jangan dikaitkan dengan politik ya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sip

10 May
Balas

zips...

11 May

Pak Irfan hampir menyerempet, sudah dekat sekali. Nyaris.

10 May
Balas

wadawww...!! hehehe... belok lagi ke jalur aman ah

11 May

Pak Irfai. Pis

10 May
Balas

Nah, lho. Hati-hati nanti kalau salah pakai kacamata di sekolah, ya? Jangan pakai yg hitam, pakai yang bening aja kaya saya, +1,5, lebih jelas dan transparan, lho.

11 May
Balas

hahaha... satujuuu...!

12 May



search

New Post