irfa Miswanti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Berada di Antara Dua Persimpangan (2)

Berada di Antara Dua Persimpangan (2)

Tantangan Menulis Hari Ke- 119

Selada, 07 Juli 2020

#TantanganGurusiana

***

Kita tak pernah tahu skenario Allah tentang masa depan. Tetapi Yakinlah, Skenario Allah itu indah.

Semenjak kepergian Rudy, Nana lebih senang menyendiri, bayangan masa indah bersama Rudy selalu menari-nari dalam pikirannya. Tak terasa disudut matanya telaga bening itu mengalir lagi.

Malam ini, menikmati cahaya bulan tak senikmat biasanya. Dua jam lamanya Nana diam tak melakukan aktifitas apapun. Sebagian semangatnya hilang, semenjak Rudy pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

"Mas, sungguh berat sekali menerima kenyataan ini." bisik hati Nana pilu.

Di saat sedang melamun, Ibu Nana datang menghampiri. Semenjak menantunya meninggal, Ibu Nana sengaja datang menemani anaknya. Ada rasa iba melihat nasib anak semata wayangnya harus menerima nasib setragis ini. Di usia muda sudah ditinggal suami. Apalagi anak Nana masih kecil-kecil dan membutuhkan figur seorang ayah.

"Sudahlah, Nak. Jangan terlalu kamu pikirkan. Tidak ada satupun di antara kita yang bisa menghindar dari takdir." ucap Ibu sambil membelai lembut kepala anaknya.

"Entahlah, Bu. Bahagiaku seakan direnggut paksa dan menghilang, meninggalkan kenangan masa indah yang sulit untuk dilupakan."

Ibu Nana tidak bisa berkata banyak. Dia sangat paham bagaimana rasa kehilangan. Bukan suami saja yang pergi, tetapi dua anaknya juga. Awal kehilangan suami, dia bahkan lebih rapuh dari Nana. Sering kehilangan mengajarkannya kuat dan menjadi wanita tangguh. Buktinya, dia sanggup membesarkan Nana seorang diri.

Di tempat lain, setelah menjemput Intan di rumahnya, Rehan menuju tempat biasa mereka nongkrong. Intan dan Rehan memilih duduk dekat taman sambil menikmati cahaya rembulan. Tidak lama pelayan cafe datang menyodorkan daftar menu makanan dan minuman, setelah menuliskan semua pesanan pelayan pun berlalu dan kini tinggallah mereka berdua.

Rehan masih memikirkan cara untuk menyampaikan amanah terakhir dari sahabatnya kepada Intan. Ada perasaan tidak tega, karena bagaimanapun juga dia sangat mencintai Intan. Perempuan yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.

"Apakah sebaiknya aku simpan dan rahasiakan saja pesan terakhir dari sahabatku?" bathinnya dalam hati.

"Kamu, Mas. Kebiasaan! Suka melamun, seperti aku tidak ada saja di dekatmu." kata Intan setelah memperhatikan Rehan beberapa saat.

"Ah, eh. Maaf." sahut Rehan tergagap.

"Sebenarnya apa yang kamu pikirkan, Mas? Apakah ada hubungannya dengan rencana pernikahan kita?"

"Tidak ada masalah apa-apa kok, Intan. Mas hanya lagi mikir, tentang pesan terakhir sahabat Mas, yang meninggal karena kecelakaan kemaren."

"Pesan apa itu, Mas. Kalau Mas tidak keberatan berbagilah denganku, insya'Allah Akan kita cari solusinya."

"Bagaimana Mas sanggup mengatakan ini semua, Mas tidak ingin nanti kamu kecewa." kata Rehan sambil menekuk wajahnya tanpa menoleh sedikitpun kepada Intan.

"Maksud, Mas?"

"Iya, Intan. Kalau Mas cerita ke kamu masalah ini, kamu pasti akan meragukan cinta Mas kepadamu. Hanya saja Mas tidak ingin merahasiakan ini darimu. Setidaknya kita membangun hubungan ini berlandaskan kejujuran." kata Rehan, berharap pengertian dan solusi dari Intan nantinya.

"Baiklah, Mas. Tolong Mas ceritakan, apa yang tidak aku tahu tentang Mas?" Wajah Intan mulai serius menanggapi.

Rehan menceritakan perihal pesan terakhir sahabatnya Rudy kepada Intan. Semua diceritakan tanpa ada yang ditutupi sedikitpun. Perasaan Intan campur aduk mendengarkan. Bagaimanapun juga Intan tidak boleh terpancing emosi.

"Almarhum Rudy meminta Mas menjaga istri dan anak-anaknya."

"Kalau menurut kata hati Mas, bagaimana?"

"Jujur, Mas bingung, ." Kata Rehan setengah berbisik.

Intan dan Rehan diam sejenak, ketika pelayan datang membawakan pesanan mereka. Setelah pelayan itu pergi, Intan dan Rehan masih tetap diam. Bagi Rehan Jika masalah ini dipermudah bisa saja, tetapi hal ini merupakan wasiat terakhir dari sahabatnya. Yang tidak bisa diabaikan begitu saja.

"Kamu marah sama, Mas?" ucap Rehan kepada Intan. Melihat Intan diam.

"Aku tidak marah, Mas. Aku paham Mas tidak salah dalam hal ini, aku senang Mas jujur. Hanya saja, aku tidak mau kehilangan kamu, Mas." kata Intan. Suaranya tiba-tiba serak.

"Mas, juga begitu Intan. Mas tidak mau kehilanganmu. Mas sangat mencintaimu, tetapi pesan itu...." Rehan tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

Rehan yakin, Almarhum sahabatnya tidak bermaksud membuatnya berada pada dilema sulit seperti ini. Hanya saja Almarhum mungkin saja belum tahu,.kalau Rehan sudah memiliki calon istri. Atau bisa saja karena saya sayang kepada istrinya, sehingga tidak ingin istrinya menderita sepeninggal kepergiannya. Hanya Allah yang tahu, rahasia tersembunyi pada setiap kejadian.

Bersambung...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Lanjut, Bu.

07 Jul
Balas

Siap ibu. Terima kasih sudah mampir. Salam literasi.

07 Jul

Ceritanya mengalir dengan indah. karakter tokoh jelas. mantap Bu. salam

07 Jul
Balas

Terima kasih,Bu. Salam .

07 Jul



search

New Post