irfa Miswanti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Berada di Antara dua Persimpangan

Berada di Antara dua Persimpangan

Tantangan Menulis Hari Ke- 118

Senin, 06 Juli 2020

#TantanganGurusiana

***

Sepanjang jalan yang kulalui, hanya pesan sahabatku saja yang terkenang.

Kisahku dengan Nana, wanita yang berhijab muslimah yang mempunyai sifat pendiam. Dia seorang janda yang mempunyai anak dua. Suaminya meninggal karena kecelakaan. Saat itu aku melihat kejadian itu dan menelpon Nana supaya datang ke rumah sakit yang cukup jauh dari rumahnya.

Aku dengan Rudy suami Nana berteman dekat. Nana tahu akan hal itu. Di saat akan melepas nafasnya yang terakhir Rudy meninggalkan pesan yang aku sendiri ragu untuk bisa memenuhinya.

"Rud, A..aku tahu, kalau kamu sampai saat sekarang ini belum menikah, aku ingin setelah aku tiada,kamu mau menjaga istri dan a...anakku, hhkk...."

Belum sempat aku menjawab pertanyaan Rudy, Rudy sahabatku telah meninggal, tinggal aku sendiri mencerna kembali apa maksud perkataannya itu. "Apakah Rudy ingin aku menikahi istrinya dan menjaga anak-anaknya? Lalu bagaimana dengan Intan, wanita yang akan aku nikahi satu bulan lagi ." bisikku dalam hati.

Tidak lama kemudian, Nana datang dan mendapati suaminya dingin kaku tak bergerak, air matanya mengalir deras, tidak ada ku dengar suara tangisan yang keluar dari bibirnya. Selain perkataan yang dibisikkan Nana ketika dia memeluk tubuh Rudy dan membisikkan di telinganya.

"Mas, aku tidak menyangka kita akan berpisah secepat ini, di saat aku dan anak-anakmu sangat membutuhkanmu. Tetapi aku tahu ini bagian takdir yang harus aku jalani. Aku janji akan menjaga anak kita dan menyayanginya segenap rasa yang ada. Semoga kamu tenang di sana, Mas."

Aku perhatikan kembali air mata Nana kembali mengucur deras. Aku sangat paham sekali apa yang dirasakannya. Perasaan tak berdaya akan kejadian yang menimpanya.

"Sabar ya, Na. Aku ikut bersedih atas apa yang menimpamu. Kita doakan Rudy mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya." kataku saat itu.

"Aamiin. Terima kasih, Mas Rehan, atas doanya." ucap Nana singkat.

Aku sengaja tidak menyampaikan pesan terakhir sahabatku Rudy kepada Nana saat berduka seperti ini. Biarlah ini menjadi rahasiaku, sampai aku memahami apa maksud yang tersimpan dari pesan itu. Lagian untuk membahas semua ini bukanlah waktu yang tepat.

Setelah diperbolehkan pulang aku membantu Nana mengurusi semuanya sampai selesai acara pemakaman. Setelah semuanya selesai aku pamit untuk pulang. Di sepanjang perjalanan aku kembali teringat pesan almarhum sahabatku.

Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam hatiku. Bagaimana caraku menyampaikan pesan itu kepada Nana. Lagian hal itu tidak mudah bagi Nana percaya begitu saja. Bisa saja Nana salah paham dan berpikiran kalau semua ini akal-akalanku saja. Kejadian terburuknya Nana marah dan benci kepadaku dan tidak mau menganggap ku sebagai sahabatnya lagi.

Bukan hanya itu, bagaimana nasib hubunganku dengan Intan. Sementara waktu terus berjalan. Waktu pernikahanku semakin dekat. Semakin hari ada perasaan ragu menyesak hebat dalam dadaku. Di pertiga malam aku memohon petunjuk kepada Allah, ku tumpahkan semua resah yang aku punya. Langkah apa yang harus aku tempuh. Sehingga tidak ada nanti yang merasa tersakiti. Aku berada di dua persimpangan. Aku harus memilih satu diantaranya.

Ke esokkan harinya aku memutuskan untuk mengatakan pesan terakhir sahabatku kepada Intan. Aku tidak ingin menjalani hubungan di atas kebohongan. Karena semua itu akan mendatangkan keresahan yang berkepanjangan dalam hidup. Sebelum semuanya benar-benar terlambat aku mengambil HP yang terletak di atas meja, ketika aku akan menelpon Intan, Intan terlebih dahulu menelponku.

"Assalamualaikum, Mas."

"Waalaikum salam, Intan. Aku baru saja mau menghubungimu, tetapi kamu sudah menelpon duluan, ada apa?"

"Begini, Mas. Baju nikahan kita sudah selesai, Mbak Cindy ingin kita kesana siang ini untuk mencobanya. Apakah Mas ada waktu?

"Deeggghhh... Jantungku sesaat terasa seperti berhenti berdetak. Bagaimana aku menyampaikan semua ini sama Intan." aku bermain dengan pikiranku sendiri.

"Hallo, Mas. Kenapa kamu diam saja? Kalau kamu tidak bisa, biar nanti aku khabari Mbak Cindy, kalau kamu tidak bisa sekarang. Kapan kamu bisanya, Mas?"kata Intan menunggu kepastian.

"Bukan begitu, Intan. Setengah jam lagi Mas jemput kamu. Ada yang perlu Mas sampaikan."kataku kepada Intan setelah mengumpulkan semua keberanian.

"Tentang apa itu,Mas?"

"Nanti saja kita bahas, setalah kita bertemu."

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

aduh jangan gitu dong, walau udah nikah kan bisa bantu2, kasian tuh intan

06 Jul
Balas

Iya Bu, jalannya ceritanya seperti itu ibu.

06 Jul

Wah rumit juga ya ternyata

06 Jul
Balas

Rumit ibu say,

06 Jul

Semua bisa teratasi jika di serahkan pada Allah Swt. Semoga ada jalan yg terbaik sehingga tidak ada yg tersakiti

06 Jul
Balas

Iya Bu. Semua yang disandarkan pada Allah akan mendatangkan keputusan yang terbaik.

06 Jul

Wow.....Hanya Alloh.....The best Choose.Sukses

06 Jul
Balas

Terima kasih ibu

06 Jul



search

New Post