Hijaiyah Cinta 2
Tantangan Menulis Hari Ke- 275
Jumat, 11 Desember 2020
#TantanganGurusiana
***
“Abi, kenapa sih repot- repot memberikan kesempatan kepada dia kayak gitu?”
“Abi melihat nak Alif itu, baik, berani, dan sopan. Abi ingaaaat banget, dulu... bagaimana Abi melamar Umi. Ya.... nggak ada salahnya kan...kita beri kesempatan kepada Nak Alif.”
Umi Anisa merasa keputusan Abi terlalu berlebihan. Sebagai seorang dokter, Anisa tentulah tidak kesulitan dalam mencari jodoh yang sesuai dengan kriteria Abi dan Uminya.
Alif tidak main-main dengan tekadnya, dia memutuskan untuk belajar mengaji walau berawal dari iqra, tidak menyurutkan keinginannya. Shalatpun selalu menjadi prioritasnya. Alif selalu melaksanakan shalat tepat waktu, bukan hanya shalat wajib saja tetapi shalat sunah juga. Siang dan malam, pagi dan petang, disetiap kesempatan terkecil sekalipun dia selalu mempergunakan waktu untuk belajar membaca Al-Quran.
“Oh, ada Pak Slamet, lagi nunggu Anisa, Ya?”
“Iya, Bu.”
“Tunggu sebentar Ya, Pak. Sebentar lagi Anisa pulang.”
“Assalamualaikum,”
“Wa’alaikum salam, nah itu Anisa pulang, Pak.”
“Sore banget pulangnya, Nis?”
“iya, Umi. Tadi setelah pulang dari rumah sakit Anisa singgah ke tempat santri.”
“Ini, ada Pak slamet nyariin kamu.” kata Umi sambil pamit masuk kerumah.
“Iya, Pak Slamet. Gimana Pak, Apakah Bapak sudah sembuh?” ucap Anisa.
“Alhamdulillah sehat, Dokter. Berkat dokter saya sembuh.”
“Alhamdulillah, syukurlah pak, tetapi yang menyembuhkan Bapak bukan saya, tetapi Allah.”
“Iya, Dok. Selain mengucapkan terima kasih, kedatangan saya kesini mau membayar obat yang belum saya bayar kemareen. InsyaAllah sekarang saya sudah bisa kerja, jadi sudah bisa bayar obat ke Dokter.” kata Pak Slamet haru.
“Bapak tidak usah membayar. Uangnya bisa Bapak simpan untuk biaya adek sekolah ya , Pak?”
“Beneran, Dok? Alhamdulillah. Dokter Anisa baik banget ya, semoga jodoh buk Anisa seorang yang baik juga nanti.”
“Aamiin...” kata Anisa senang.
“Sudah sore, saya pamit pulang dulu, Dokter.”
“Iya, Pak. Hati-hati, ya...”
Setelah Pak Slamet pergi, Anisa ngobrol dengan Uminya perihal kedatangan Alif ke rumahnya.
“Umi, jadi Alif datang kerumah tadi?”
“jadi tadi pagi.” Jawab Umi singkat.”
“terus, Gimana Umi?”
“Ya...Nggak gimana-gimana, emang kamu suka sama dia?”
“Nggak Umi, dulu Anisa sama Alif satu kelas, tetapi Anisa tidak memiliki perasaan apa-apa kok Umi. Kemaren kenal sama Alif dikenali sama Riva teman sekantor Alif, Mi.”
“Bagus kalau gitu, kamu tidak punya perasaan apa-apa sama Alif. Lagian Umi juga tidak sreg sama dia.”
Kemudian Umi berlalu. Tinggallah Anisa sendiri merenung. Akankah taaruf yang dia jalani dengan Alif akan berakhir pada sebuah pernikahan. Saat ini Anisa tidak ingin terlalu memikirkan. Biarkan Allah yang memutuskan. Karena Anisa tahu, keputusan Allahmerupakan keputusan yang terbaik.
Bersambung.....
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar