Pertemuan di Waktu Subuh
Tantangan Menulis Hari Ke- 179
Sabtu, 05 September 2020
#Tantangangurusiana
***
Sebagai seorang laki-laki yang mempunyai tanggung jawab dalam menafkahi keluarga semenjak kepergian ayahnya. Martin bekerja di sebuah tempat hiburan malam yang selalu dekat dengan maksiat.
Masuk sore pulang jam tiga dini hari. Begitu setiap malamnya. Pada saat sampai di rumah, badan dan pikiran butuh istirahat.
Baru satu jam memejamkan mata. Terdengar azan berkumandang. Dengan Jarak yang begitu dekat Martin merasa suara azan itu selalu menganggu tidurnya. Bahkan pernah sebulan yang lalu dia melabrak muazin dan memerintahkan muazin untuk mengecilkan volume azan.
Pernah suatu ketika Martin melihat perempuan berhijab berjalan di waktu subuh. Perempuan itu sangat cantik sekali. Bahkan Martin sudah jatuh cinta pada pandangan pertama. Tetapi telat. Wanita itu sudah keburu hilang dari pandangan. Sehingga pagi itu Martin tidak bisa memejamkan mata.
"Siapakah perempuan berhijab itu, apakah pekerjaannya? Kenapa dia pulang subuh sepertiku? Apa dia juga bekerja di tempat hiburan malam? Tetapi kenapa dia pakai jilbab?" Beberapa tanya hadir dalam pikiran Martin.
Semenjak subuh itu, dia selalu mencari kesempatan untuk bertemu perempuan tersebut. Martin sengaja menjalankan mobilnya perlahan di tempat pertama kali dia bertemu gadis itu. Benar saja, gadis itupun berjalan menyeberangi mobilnya.
Namun Martin melihat hal mencurigakan, ada dua orang preman berandalan mengikuti perempuan incarannya. Kali ini perempuan itu tidak menggunakan hijab. Terlihat rambut sepinggang itu berkilau terkena sinar lampu. Sekejap perempuan itu menoleh ke belakang. Alangkah terkejutnya perempuan itu ketika dia tahu di ikuti oleh preman tersebut. Akhirnya dia pun lari untuk menyelamatkan dirinya.
Martin yang dari tadi memperhatikan tidak tinggal diam. Dia pun berusaha menolong perempuan itu. Untung saja dia mempunyai sedikit ilmu beladiri sehingga preman itu di buat babak belur dan akhirnya melarikan diri.
"Terima kasih sudah menolongku." kata perempuan itu.
"Aku Martin, kamu siapa? Kenapa subuh subuh begini keluyuran. Itu sangat berbahaya buat kamu."
"Mau bagaimana lagi, aku sudah pasrah akan hidupku. Lagian aku tidak peduli lagi,hidupku sudah terlanjur hancur." kata perempuan itu.
"Nama kamu siapa?" tanya Martin untuk kedua kalinya.
"O,iya. Aku Tiara."
"Tiara maukah kamu menjadi pendamping hidupku." Pertanyaan Martin sontak membuat Tiara terkejut.
"Aku hanya ingin menikah dengan orang yang bisa mengajakku ke jalan surga. Mau menjadi imam dalam setiap salatku." kata Tiara penuh dengan keyakinan.
Jauh dalam lubuk hati Tiara dia ingin berhenti dari pekerjaannya. Tetapi hal itu terpaksa dia lakukan karena hanya itu satu-satu pekerjaan yang dia punya demi kelangsungan hidupnya. Ayah dan ibunya telah meninggal. Tanpa sanak kerabat. Dia hidup sebatang kara.
"Apa tidak ada sarat lain selain itu? kata Martin.
Karena permintaan Tiara itu begitu sangat berat. Jangankan untuk menjadi imam, shalat fardhu pun sering dia tinggalkan. Bahkan mendengar suara azan saja dia sampai menggerutu dalam hati. Saking kesalnya, dia pernah mencuri TOA Musala yang ada dekat kontrakan. Sempat seminggu dia tidak mendengarkan suara azan karena pengeras suaranya tidak ada.
Akhir pekan Martin pulang untuk bertemu dengan ibu dan adiknya. Ibu selalu menasehati anaknya.
"Nak, ibu ingin kamu jangan pernah meninggalkan salat dan satu lagi nafkahi ibu dan adikmu dengan uang halal." kata Ibu.
"Satu lagi Abang. Abang kapan mau bawa calon istri abang ke rumah Ibu." kata Adik Martin.
"Iya, Dik. Tapi calon Abang itu minta, untuk antarkan dia jalan menuju surga. Abang tak sangguplah." kata Martin.
"Martin, anak ibu, jika ada perempuan yang ingin ditunjukan jalan menuju surga. Dia itu adalah perempuan yang baik. Ibu setuju dengannya. Terlepas bagaimanapun masa lalu seseorang tetapi kalau dia ingin berubah ke arah yang lebih baik. Perempuan itu luar biasa, Nak. Jadikan dia sebagai menantu ibu. Martin mau kan?"
Walaupun dia ragu,bisa memenuhi permintaan Tiara. Demi keinginan ibu,dia akan berusaha.
Setelah pulang dari kampung, Martin memutuskan untuk berhenti bekerja. Sekarang dia sering bersama Muazin musalla dekat rumahnya. Dengan Muazin itu dia belajar salat dan mengaji. Karena tekad yang luar biasa, Martin pun bisa. Bahkan dia sering menjadi imam salat.
Tanpa Martin ketahui, Tiara selalu menjadi makmummya ketika salat di musalla itu.
Baginya sekarang, suara azan subuh itu begitu dirindukannya. Jika Allah berkehendak tidak ada seorangpun yang mampu melawannya.
Di saat muazin itu harus melanjutkan kuliahnya di Kairo. Martin yang menggantikannya di mushalla itu. Subuh bagi Martin tidak seburuk dulu. Barulah dia menyadari kalau suara azan itu mampu memberikan ketenangan hati yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Salat membuat hidupnya menjadi terarah.
Yang lebih bahagia lagi Tiara juga sudah berubah menjadi perempuan yang baik. Berhijab.Alangkah bahagianya Martin melihat kebahagiaan yang terlihat di wajah ibunya ketika bertemu dengan Tiara. Perempuan solehah yang bisa membuat Martin bahagia.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar