irfa Miswanti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Serpihan Luka (5)

Serpihan Luka (5)

Tantangan Menulis Hari Ke- 220

Jum'at, 16 Oktober 2020

#Tantangangurusiana

Eps.3

Di Kala Bertahan Sakit Berharap Pergi adalah Penyembuhnya.

Tidak perlu membalas setiap perbuatan yang menyakitkan. Belajar sabar mungkin jauh lebih baik daripada menyimpan dendam yang tidak hanya menyakiti orang lain tetapi juga menyakiti diri sendiri.

Karin memutuskan untuk meninggalkan kampung kelahirannya. Berharap kehidupan yang lebih baik. Bagaimanapun Bayu bukan lagi tujuan hidupnya. Dia harus bisa mengalihkan ingatannya, melupakan kenangan, dan mampu menghapus luka secara sekaligus dalam waktu bersamaan.

Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada mengetahui orang yang selama ini kita sayangi dan perjuangkan tidak menaruh rasa dan harapan yang sama.

Menunggu keajaiban dia kembali dan terus mengorbankan perasaan bukanlah sesuatu pilihan. Karin tidak mau menua dimakan usia mencinta segila itu, apalagi demi seseorang yang jelas-jelas tidak mau memperjuangkannya.

"Apa tidak sebaiknya kamu pikirkan lagi, Tante tidak ingin kamu mengambil keputusan dalam keadaan marah, Karin."

"Aku tahu ini terlalu cepat dan terkesan melarikan diri dari masalah yang ada. Tetapi Tante jangan kuatir, keputusan Karin sudah bulat. Insya'Allah ini yang terbaik."

Semenjak ayah dan ibu Karin meninggal pada sebuah kecelakaan, waktu itu Karin duduk kelas dua SMP. Karin tinggal bersama Om Rino. Om Rino adik satu-satunya mama. Karena tidak punya anak perempuan Karin di asuh oleh Om nya. Untung saja Om nya memiliki istri sebaik Tante Rani. Sehingga Karin merasakan kasih sayang pengganti sayangnya mama yang telah tiada. Dion anak Omnya juga senang dengan keberadaan Karin.

Om Rino sedari tadi sebagai pendengar yang baik, dia diam saja. Karena dia sangat paham sekali akan sikap keponakkannya itu. Jika sudah punya keinginan maka sulit sekali untuk di cegah. Apalagi perginya Karin karena ingin menyembuhkan luka. Jika di tahan Om kuatir Karin akan semakin sakit karena Bayu berada di kota yang sama dengannya.

"Jika dulu kamu mau sedikit saja mendengarkan saran dari Om. Om yakin kamu tidak akan seperti ini."

"Tidak ada lagi yang perlu di sesali, Om. Semua sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur. Sekarang aku ingin pergi untuk kehidupan yang lebih baik. Aku mohon doa restu dari Om dan Tante."

Tekad Karin sudah bulat. Dilema dibalik trauma ingin segera dia akhiri. Sampai Karin menukar nomor handphonenya, hanya Om dan Tante serta Bang Dion saja yang tahu nomor barunya itu.

"Apa tidak sebaiknya kamu ke Bandara diantar Dion saja? Kamu teleponlah Abangmu Karin, pamitan dulu padanya Kalau dia tidak sibuk, dia tidak akan keberatan mengantarkanmu."

"Sudah, Tan. Palingan bentar lagi Bang Dion datang, tadi ketika Karin telepon dia sudah sampai di perempatan lampu merah di Jalan Damar."

"Oooo... berarti itu sudah dekat. Ayo siap-siap gih."

Karin beranjak dari duduknya, semalam semuanya sudah selesai. Jadi tidak banyak yang disiapkan Karin hari ini. Sebenarnya ada perasaan sedih meninggalkan keluarga Omnya. Tetapi apa boleh buat ini demi masa depannya.

Bersambung...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post