irfa Miswanti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Terpaksa Memisah Jarak (4)

Terpaksa Memisah Jarak (4)

Tantangan Menulis Ke-258

Senin, 23 November 2020

#TantanganGurusiana

***

Ucapan syukur seringkali terucap di bibir mama Sinta. Tidak terbayangkan  jika suaminya meninggalkannya terlebih dahulu. Membayangkan rasanya tidak sanggup apalagi sampai mengalaminya.

 

"Alhamdulillah Ma,  Papa tidak ada luka yang serius, Mama tidak usah kuatir."

Seolah-olah papa merasakan kerisauan hati istrinya.

"Iya, Pa. Alhamdulillah, mama bersyukur papa tidak apa-apa. Kalau boleh mama tahu, Papa sedang memikirkan apa, sampai tidak konsentrasi nyetirnya."

"Itulah, Ma. Papa teringat Bintang. Melihat Sinta sedikit pendiam, papa merasa bersalah, Ma. Papa jadi ragu akan keputusan papa yang telah membuat mereka berpisah. Padahal papa tahu, mereka berdua saling mencintai."

 

Sinta senang,  papanya telah menyadari kesalahannya. Tetapi bagi Sinta, jauh dalam hati terdalam dia sudah mengikhlaskan. Karena papanya pasti inginkan yang terbaik bagi dirinya. Hanya saja melupakan itu tidak semudah memasak mie instan. Hanya hitungan menit sudah bisa di makan. Melupakan butuh proses, apalagi seseorang itu sangat berarti bagi kita. 

 

"Sinta, Papa memutuskan untuk kembali ke Kampung. Lagian pekerjaan di sini bisa nanti papa serahkan sama Wawan. Orang kepercayaan papa.

"Kok buru-buru sih, Pa."

"Beneran kamu nggak mau pulang. Nanti Bintang keburu nikah sama yang lain. Gimana? Masih nggak mau pulang?"

"Papa merestui hubungan Sinta dengan Bintang?"

 

Papa mengangguk. Sinta hampir saja menjerit karena senang. Untung dia cepat sadar kalau dirinya sedang berada di rumah sakit. Papa senang melihat senyum itu. Senyum yang nyaris hilang karna keegoisannya.

 

"Terima kasih, Ya Pa." 

"Iya, Sinta. Papa senang melihat dirimu bahagia.

 

Keesokan harinya Sinta beserta keluarga pulang ke rumah. Sehari kepulangannya,  Sinta rindu sekali ingin bertemu Bintang. Dia pun menuju rumah Bintang. Alangkah terkejutnya Sinta melihat kain hitam di depan rumah Bintang. Dan lebih membuatnya ingin menangis ternyata Bintang yang dirindukan selama ini telah menutup mata untuk terakhir kalinya.

 

Wulan datang menghampiri. "Aku tidak tahu kemana harus menghubungi, Sinta. Bintang sebulan terakhir ini selalu menyebut namamu. Bahkan dia ingin bertemu denganmu."

"Kenapa, Bintang, Lan?"

"Aku tidak tahu pasti, Sinta. Yang aku tahu,. semenjak kamu meninggalkannya enam bulan yang lalu. Dia lebih suka menyendiri dan sedikit tertutup.

 

Sinta merasa bersalah, perih hatinya semakin menjadi. Tidak banyak yang dia lakukan selain berusaha menata hati.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

23 Nov
Balas

Terima kasih pak. Salam literasi

23 Nov

wow keren bunda... apakah masih bersambung? Ditunggu lanjutannya...

23 Nov
Balas

Sampai disitu endingnya bunda, mau lanjut cerita yang baru.

23 Nov



search

New Post