irfan azis

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Muludan Di Kampungku

Malam kedua bulan rabiul awal kemarin,, aku ber kesempatan untuk pulang ke kampung halaman. Aku ikut "muludan" di musola "Al Iqdam", sebuah mushola kecil yang dibangun pada awal atau pertengahan tahun sembilan puluhan.

Bersama para orang tua, remaja, dan anak anak, aku ikut serta dalam kegembiraan menyambut hari kelahiran junjungan kita Nabi Muhammad saw.

Pada malam kedua itu, selepas salat mahrib berjamaah, kami membaca maulid barzanzi. Ini berarti pada malam pertama dan malam ketiga yang dibaca adalah antara 2 yaitu maulid diba'i dan qasidah burdah. Ketiga karya monumental para ulama ahlussunah waljamaah inilah yang di bulan rabiul awal kami baca tiap malam secara bergilir. Bahkan ketiga karya tersebut juga dibaca setiap pekan dalam jamiyahan mingguan para ibu, para bapak, hingga para remaja.

Aku tidak tahu apa landasan rasional orang orang di kampungku melaksanakan "muludan" dengan barzanzian semacam itu. Aku sendiri sejak kecil hanya menikmati acara muludan sebagai sesuatu yang menghibur. Muludan atau berzanjian, dibaiyan serta burdahan, bagiku (mungkin juga bagi temanteman sebayaku) jadi semacam refreshing atas kepenatanku di sekolah. Sedang bagi orang tuaku dan para orang tua lainnya muludan sepertinya adalah hiburan atas kepenatan mereka mengurusi anak-anaknya dan urusan rumah tangga lainnya.

Maka kami selalu menunggu nunggu datangnya malam jumat dan bulan robiul awal di mana kami akan ikut jamiyahan secara bergilir dari satu rumah ke rumah anggota jamiyah lainnya. Khusus di bulan rabiul awal kaum lelaki melakuukan muludan full selama dua belas malam di musola. Sedangjan kaum perempuan di rumah orang tuaku.

Bukan hanya acara baca baca puisi (syair) dan prosa (natsar) tentang kanjeng nabi Muhammadnya yang kami sukai, tentu saja kami juga menantikan suguhan tuan rumahnya yang kami sebut "lawedhang".

Khusus malam ke delapan rabiul awal kami sebut malam "tekewinan". Pada malam itu semua warga mengirimkan aneka kue dan jajanan untuk dijadikan satu lalu dibagi rata khususnya bagi anak-anak. Betapa riang gembiranya anak-anak mendapatkan jajanan itu.

Dan acara muludan di kampungku akan diakhiri pada malam ke 12 rabiul awal dengan saling bertukar nasi berkat. Kembali lagi anak anak akan gembira mendapatkan berkat yang lauknya istimewa, ada telor, apalagi jika lauknya daging.

Praktis sejak lulus smp aku hampir tak pernah mengikuti acara muludan di kampungku lagi. Maka aku sangat bersyukur ketika minggu lalu aku bisa menikmati lagi acara muludan dan lawedangnya yang ternyata sampai hari ini masih lestari di kampungku.

Malam itu "lawedang"nya adalah kacang tanah rebus, kerupuk, dan puding. Ketulusan mereka muludan plus menyediakan lawedang, tekewinan, hingga berkat menurutku adalah bukti bahwa mereka begitu mencintai nabi Muhammad Saw. Aku yakin balasan dari ketulusan cinta mereka adalah syafaat agung dari baginda Rasulullah saw. di dunia sekarang dan kelak di hari perhitungan.

Sungguh aku ingin belajar bagaimana mereka bisa mencintai kanjeng Nabi saw dengan sebegitu tulus dan besarnya. Apa yang mereka tunjukan selama bulan rabiul awal, juga setiap pekan dalam kegiatan jamiyahan, mungkin dianggap sebagian kalangan tidak atau minimal kurang rasional. Di tengah himpitan ekonomi yang sulit mengapa mereka seolah memaksakan diri dan menganggap muludan plus lawedhang, tekewinan, dan berkat itu wajib.

Aku tak perlu menjelaskan apa itu hukum muludan. Aku hanya ingin memotret muludan dan tetek bengeknya itu sebagai ekspresi cinta umat terhadap kekasihnya, yaitu nabi Muhammad saw.

Karena cinta, kita akan selalu mengingat kekasih kita. Karena cinta, Kita akan terus menerus menyebutnya. Dan karena cinta, kita akan melakukan apa saja yang membuat kekasih kita suka. Bukankah Kita cenderung mengikuti apa yang jadi kebiasaan kekasih kita?

Jika Rasulullah saw meneladankan kedermawanan, maka di bulan ini bahkan setiap pekan aku telah menyaksikan sendiri betapa orang orang di kampungku juga di seantero negeri ini menjadi dermawan dan suka berbagi.

Sungguuh sedih hatiku jika acara muludan yang sedemikian syakralnya itu kemudian dikapitalisasi, dijadikan alat untuk memenuhi ambisi politik satu dua pejabat publik. Apalagi jika diisi ceramah ceramah penuh hujatan dan kritik tak proporsional berbasis pesan pesan hoax dari media sosial. Naudzu billahi min dzalik.

Mari kita bersalawat nabi.

Salam

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post