PAK BREWOK
PAK BREWOK
Ya. Pak Brewok. Begitulah kita para pelanggan angkot memanggilnya. Topi koboi cokelat, celana jeans biru bersabuk hitam, kumis hitam tebal dan tentu saja brewok setebal dan sehitam mendung di angkasa. Perawakan sedang, rambut ikal dikuncir rapi ke belakang. Itulah ciri khasnya.
Pertama kali ku melihatnya ku bergumam dalam hati “ih kayaknya serem nih orang.” Aku mengenal dia lewat temanku. Teman se angkoters tentunya. Hari itu, aku sedang berjalan keluar dari hiruk pikuknya terminal untuk mencari angkot. Memang perjalanan ke kantorku harus ditempuh dengan bis dan dilanjutkan dengan angkot. Tiba-tiba seseorang memanggilku dari belakang. ”Eh Bu, bareng aku wae. Nanti kita naik angkote Pak brewok sing cepet. Ha? Pak Brewok gumamku dalam hati. Tapi aku menurut saja ajakan temanku itu. gada salahnya dicoba pikirku.
Temanku pun mengajakku berjalan menyusuri trotoar menuju ke depan Kantor Polisi. Di sana terlihat sebuah angkot sedang mangkal. Kulihat sepintas angkotnya biasa saja. Ku mulai masuk ke dalam angkot. Hmm, bersih juga ni angkot spertinya habis dicuci sebelum dibawa narik, gumamku dalam hati. Lalu perhatian pun kualihkan tentunya pada supirnya. Karena aku duduk dipojok belakang maka aku hanya bisa melihat punggung pak sopir. Rambut ikal dikuncir rapi dan topi koboi. Hei mana brewoknya? tanyaku dalam hati. Aku masih penasaran apa sih yang membuat temanku begitu recommended banget angkot ini.
“Kalih rencange nggih pak?” tanya pak sopir. “Nggih niki pak” jawab temanku. “ Ki lo angkot sing mangkate nganggo jam” promo temanku dengan antusias. “Nggih, leres pak. Kulo pangkat saking Bocari jam setengah pitu. Menawi bapake dugi mriki langkung saking jam setengah pitu nggih kulo tilar. Kulo mboten purun pelanggan kecewa” jelas sang sopir. Wow! Si bapak ini pinter bahasa Jawa krama lagi. Sedangkan aku pinternya cuma nggih sama mboten. Berbeda dengan penampilannya yang agak garang ternyata gaya bicaranya sangat sopan. Dan salah satu poin penting yang kudapat adalah waktu. Pak Brewok ini punya aturan jam sendiri untuk angkotnya. Beda dengan angkot lain yang kadang dengan seenaknya putar balik demi memenuhi angkotnya dengan penumpang.
Melihatku yang hanya diam temanku mengajakku ngobrol ngalor ngidul untuk mengusir kebosanan. Memang perjalanan menuju ke kantor cukup jauh. Waktu semakin siang penumpang angkot pun bertambah dan aku semakin terjepit di pojokan.
“Ngapunten, nggih bu gawane kulo ngrungsebi. Ibune dados kejepit teng pojok” kata seorang ibu. “”Mboten nopo-nopo bu. Ngrungsebi tapi mangke dados arto nggih bu” jawabku. Ya memang si ibu ini adalah seorang pedagang sayur. Dia habis kulakan di pasar besar dan nanti akan dijual lagi di pasar desanya.
Tak terasa sampailah kita di kantor. Aku dan temanku pun turun dari angkot dan membayar ke sopirnya. Nah saat itulah aku melihat brewok yang hitam sehitam mendung di angkasa memenuhi wajahnya. Oo. Mungkin inilah sebabnya dia dipanggil Pak Brewok.
Hari ini kujalani dengan senang hati karena aku sampai tepat waktu di kantor. Kayaknya tuh angkot bisa untuk langganan nih, pikirku.
Esok pun datang kembali, setelah turun dari bus, aku langsung menuju tempat mangkalnya Pak Brewok. Aduh ada dua angkot yang sama mangkal di sana. Kucoba melihat dari kejauhan mana sopir yang kelihatan pake topi. Akhirnya terlihat juga, angkotnya ada di depan. Segera ku menuju angkot tersebut. “Bu, rencange dereng ketingal nggih? tanyanya. “Nggih pak dereng ketingal” jawabku. “Oo nggih sampun. Kepeksane kulo tilar niki pun jame pangkat”pak sopir berkata. Wah hebat juga ni orang, pikirku. Padahal kalau dia mau dia bisa menambah waktu mangkalnya agar angkotnya terisi penuh saat berangkat. Tetapi dia tetap berpegang pada jam kerja angkotnya. Dia tau bahwa di tempat lain pelanggannya menunggunya agar bisa sampai tujuan tepat pada waktunya. Akhirnya angkot pun berangkat tanpa temanku. Kali ini aku berkesempatan duduk di depan. Kami pun ngobrol tentang banyak hal. Dari obrolan kami, aku tahu bahwa Pak Brewok mempunyai cita-cita untuk menjadi supir truk besar di Jakarta. Layaknya impian kebanyakan orang untuk menaklukan Ibukota.
Kini aku menjadi pelanggan tetap angkotnya. Tapi hari ini ada yang berbeda. Tak ada lagi angkot Pak Brewok di tempat dia biasa mangkal. Akhirnya ku bergegas mencari angkot lain dengan perasaan kecewa.
Setelah bebarapa lama akhirnya aku tahu bahwa Pak Brewok kini sudah jadi sopir truk di Jakarta seperti impiannya. Selamat jalan Pak, semoga impianmu dapat kau raih walaupun aku harus kehilangan angkot yang tepat waktu seperti angkotmu.
Darimu aku belajar banyak tentang bagaimana cara menghargai waktu tak peduli apapun profesi kita dan juga semangat untuk meraih cita-cita.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Belajar bisa dari siapapun, kapanpun, dimanapun. Lanjut BU Irma
iya betul bu. sya kadang tidak menyadari kalo apapun dan siapapun itu kadang memberi kita pelajaran yang berharga.