Diantara Dua Wajah
Diantara Dua Wajah
Oleh : Masta Iriani Br Ginting,M.Pd.
( Pengawas SMK Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara
Pagi yang cerah setelah melewati malam yang panjang dikarenakan saya tidak tidur karena anak kembar kami sakit diare. Saya memiliki anak yang kembar panggilannya iin dan een walaupun kembar wajahnya sangat berbeda, si kakak dipanggil iin walaupun hanya 15 menit selisih waktu lahir tetap dia kakak, maklum menurut tradisi keluarga kami siapa yang dahulu lahir dia dikatakan lebih tua walaupun kata orang kalau anak kembar yang belakangan lahir yang lebih tua.
Uniknya kalau punya anak kembar sakit satu, sakit dua-duanya, walaupun tidak bersamaan sakit, tapi setelah sembuh satu, satunya lagi sakit, begitulah ke dua anak saya ini.
Saya bingung,karena pada saat itu hanya saya dengan ibu pengasuh putri saya yang ada, sedangkankan suami saya bekerja dikota lain 30 km dari tempat kami tinggal, pada saat itu belum ada telepon apalagi yang namanya handphone, sehingga tidak dapat mengabarinya.
Saya menatap kedua putri saya yang sedang tidur karena malam tadi terus gelisah jadi menjelang pagi baru tertidur, saya mondar mandir antara dapur dan kamar, Haruskah saya meminta tolong ketetangga untuk membantu menjaga anak saya ini?....o ya saya akan meminta tolong karena hanya itu pilihan satu-satunya.
Saya melangkah ke halaman dan menoleh ke pintu rumah tetangga kanan dan kiri, karena rumah yang kami huni berupa rumah petak yang dindingnya terbuat dari papan. Saya melangkah ke luar halaman dan menuju rumah tetangga dengan hati yang harap-harap cemas, karena kami penghuni baru di daerah itu.
Belum sampai dipintu rumah tetangga, saya mendengar suara panggilan “ eda-eda”sapaan yang erat di daerah batak kepada sesama ibu yang sudah berumah tangga, sebelum berkenalan lebih jauh ( bahasa batak martarombo ), sesama ibu yang sudah menikah dan umur tidak berbeda jauh sapaan “eda” bisa menciptakan keakraban. Saya terkejut dan menoleh ke belakang karena tak menyangka orang yang ingin saya temui udah ada dibelakang saya sambil menjawab “mau ke rumah eda tadi aku, minta tolong sama eda untuk melihat –lihat iin dan een, soalnya aku mau mengajar dan dia tidak sehat”, walaupun mulut ini berat untuk mengatakannya tetap juga saya katakan. Dengan senyum dan ramah dia menjawab “ bisa bisa eda, kebetulan akupun tidak kemana-mana”
Sayapun bersiap-siap pergi ke sekolah dengan pakaian seragam warna putih biru dengan keadaan galau karena sudah dua hari anak saya diare dan belum sembuh-sembuh juga padahal sudah di beri obat dari bidan desa.
Tiba-tiba iin menangis dan sayapun tersentak dan melompat ke tempat tidur dan menggendongnya serta menepuk nepuk punggungnya, tetapi iin tetap menangis dan gelisah, lalu saya duduk ingin memberi ASI, dia tidak mau, akhirnya muntah, secara sepontan saya tampung di telapak tangan saya, terkejutnya saya ada yang bergerak-gerak ditelapak tangan saya, dan setelah saya perhatikan ternyata cacing, seketika saya tersentak dan kaget karena saya jijik dengan yang namanya cacing.
Saya terpaksa menunda untuk pergi mengajar dan mengurus anak saya, setelah iin tenang, saya melihat jam di dinding di kamar wah masih pukul 07.00 masih sempat ke sekolah kata hati saya, lalu dengan tergesa-gesa saya berangkat ke sekolah untuk mengajar.
Hati saya tetap tidak tenang tapi tugas harus saya laksanakan dan sudah saya putuskan untuk membawa anak saya ke Pematang Siantar untuk berobat tetapi pagi ini saya harus mengajar, takut jika siswa akan kecewa.
Lalu saya berangkat ke sekolah untuk mengajar dengan menaiki bus angkutan umum yang sudah dipenuhi oleh siswa dan guru yang bertempat tinggal di Pematang Siantar dan dari daerah sekitarnya ( guru-guru yang tinggal di Pematang Siantar dan mengajar di Pematang Raya pada umumnya setiap hari pulang pergi untuk bekerja ), siswa sudah penuh berdesakan membuat saya harus berdiri ikutan dengan siswa dari berbagai tingkatan yang membuat saya sesak,
Setelah sepuluh menit naik angkutan saya telah tiba di simpang sekolah tempat saya mengajar, lalu seseorang mengatakan “smtp, smtp, smtp”, lalu supir memberhentikan angkutannya dan sayapun bergegas untuk turun dengan sedikit melompat saya turun dari angkutan, setelah turun dari angkutan saya merasa lega bernapas, saya tarik napas saya dalam - dalam dan berjalan menuju sekolah yang jaraknya 500 m dari simpang bersama dengan beberapa orang guru dan siswa menuju lokasi sekolah.
Setelah jam belajar usai, dengan tergesa-gesa saya melangkah pulang ke rumah dan betepa gembiranya saya melihat kedua putri saya tertidur pulas, karena bayangan saya tadi waktu di sekolah kedua anak saya akan lemas, dengan berhati-hati saya melangkah ke luar kamar.
Tanpa berkata kata saya pergi ke rumah tetangga dan mengucapkan terima kasih kepada eda yang membantu menjaga anak saya dan meminta tolong sekali lagi untuk mengantar kami ke dokter spesialis anak di Pematang Siantar karena saya tidak bisa menggendong anak saya ke dua duanya.
Memang sulit untuk memilih antara pekerjaan dengan keluarga tapi kita harus bijaksana menggunakan waktu, bersosial dengan masyarakat sekitar agar kita bisa melaksanakan tanggungjawab kita sebagai ibu dalam rumah tangga dan sebagai panutan di sekolah tempat kita mengajar. Diantara tugas dan keluarga memang harus perlu keseimbangan.
Kenangan saya mengajar di Pematang Raya
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
"Diantara tugas dan keluarga memang harus perlu keseimbangan." Luar biasa berbagi dalam tugas.
Mks pak yudha
Luar biasa!! Saat mendapati cacing ada dlm muntahan anak, Ibu tetap bisa bersikap tenang dan memilih pergi mengajar. Hebatt!! Saya mah orangnya panikan
Mau gimana bu...krn dokter spesialis anak tidak ada, terpaksa ke siantar, itupun buka sore sedangkan kita harus mengajar ya laksanakan tugas dulu bu, mks bu
Antara tugas dan keluarga, dg putri kembar pula. Perjuangannya kuadrat. Luar biasa kisahnya, Bu. Great Mom.
Perjuangan yang luar biasa...
Ma kasih ibu Sukses dan terus berjuang
Mks bu