irti mahmud

Seorang ibu dari 4 anak sekaligus guru madrasah di Kabupaten Semarang yang berkeinginan untuk menjadikan dunia tulis menulis sebagai bagian indah dari hidupnya...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kenangan Kematian (Tantangan Menulis Gurusiana #22)
"Selamat jalan, Bunda...."

Kenangan Kematian (Tantangan Menulis Gurusiana #22)

Tetiba hati ini tergetar ketika membaca berita duka di whatsapp grup. Berita tentang kembalinya salah seorang guru sekaligus pengawas terbaik kami, tepat ketika Senin lalu menerima SK purna tugas. Masih dengan keadaan bugar, mengucapkan terima kasih atas dukungan semua rekan-rekan hingga mencapai masa puran tugas tanpa menyisakan PR. “Di hari Jum’at yang sungguh indah ini, perkenankan saya mohon diri dari kedinasan..” begitu pamit beliau dalam cerita FB-nya. Siapa sangka bahwa status itu betul-betul menjadi kenyataan?

Dalam al Qur’an QS. Al Mulk ayat 2, sebenarnya Allah SWT secara eksplisit telah menyebutkan, “Dialah Allah yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji manusia, agar Dia mengetahui siapa yang paling baik amalnya.” Artinya adalah kematian (dan kehidupan) ini diciptakan oleh Allah untuk memberi kesempatan kepada kita agar berlomba dalam melakukan amal baik selama hidup di dunia. Sebagai seorang yang beriman, kita paham bahwa kematian dan kehidupan adalah bagian dari empat hal yang telah ditetapkan Allah SWT bagi setiap manusia, sebagaimana jodoh dan rezeki. Namun mengapa kadang sikap kita begitu berbeda dalam menghadapi keempat ketentuan Allah tersebut? Mari coba kita cermati bersama.

Seseorang yang medapatkan rezeki biasanya akan dengan senang hati menerimanya. Bahkan kadang, sebagai bentuk ungkapan syukurnya adalah dengan membuat upacara “syukuran.” Hal ini berlaku pada kedua jenis ketentuan Allah yang lain: jodoh dan kehidupan/kelahiran. Sedangkan pada ketentuan Allah tentang kematian, manusia cenderung mensikapinya berbeda. Upacara kematian, sebanyak apapun yang hadir, tidak membuat tuan rumah merasa gembira, bahkan mungkin sebaliknya, semakin tersayat hatinya. Itulah rahasia kematian. Ia punya garis pemisah sendiri. Sebuah kepastian yang masih misteri.

Baiklah, kita memang tidak cukup ilmu untuk menyingkap rahasia kematian. Yang penting adalah bagaimana agar kematian yang kita saksikan itu mampu menghidupkan hati kita. Maksudnya adalah mampu membuat kita yang masih hidup memperoleh banyak pelajaran, membawa kita pada kesadaran diri yang lebih hakiki: tentang siapa kita, dari mana asal kita, akan ke mana kita sesudahnya, bekal apa yang harus kita bawa atau kita butuhkan. Sungguh benar yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, “Dan cukuplah kematian itu menjadi pelajaran bagi seorang mukmin.”

Mari kita tengok ke dalam diri. Sudah berapa kali kita takziyah? Sudah berapa banyak pembelajaran yang telah kita peroleh? Apakah dengan bertakziyah hati kita semakin lembut untuk mendengar ayat-ayat-Nya? Bahu kita semakin kuat untuk menunaikan amanah-Nya? Langkah kita semakin ringan untuk menuju taat kepada-Nya? Jika belum, butuh berapa lagi kematian yang harus kita saksikan untuk menghidupkan hati kita?

#Tengaran, 5 Februari 2020.

#Terima kasih bunda Sulasih, untuk pembelajaran yang tiada pernah berakhir..

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Inalillahi wa Inna ilaihi Roji'un,moga Khusnul khatimah,aamiin

06 Feb
Balas

aamiin..ya Rabbal'alamin..

06 Feb



search

New Post