Irwansyah Ismail

Saya guru yang sekarang aktif mengajar di SMA Negeri 1 Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Meskipun senang membaca, tetapi soal tulis ...

Selengkapnya
Navigasi Web
NONA, JANGAN PERGI DULU (Part 2, Habis)

NONA, JANGAN PERGI DULU (Part 2, Habis)

#TantanganGurusiana hari ke-120

Esoknya, jam pelajaran pertama baru saja mau berganti. Beberapa siswi menangis. Mereka mengerumuni seorang siswi, temannya yang menggenggam secarik kertas. Tangan gadis itu gemetar. Bibirnya keluh, hampir tak ada suara yang terdengar. Setelah ikut membaca tulisan pada kertas secarik itu, semua yang mengerumuninya ikut menangis. Ada yang setengah histeris bagaikan melihat sekelebat serombongan jin jelek yang mengerikan lewat di hadapan mereka. Serombongan gadis-gadis muda itu masih saja menangis. Seisi kelas gempar. Beberapa siswa laki-laki mencoba mendekat dan ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi. Ada pula yang baru mau membaca isi kertas itu. Apa isinya? Mengapa ada tangisan yang menyeruak bak paduan suara yang tak teratur itu? Amoy bunuh diri, begitu kata anak-anak itu.

Raungan tangis setengah menjerit itu kemudian berpindah ke ruang guru. Aku terkejut. Surat yang membuat ledakan tangis pagi itu, sampai ke tangan guru BK. Sejak pertama mengenal perempuan yang biasa tenang itu, baru kali ini kulihat perempuan ini menampakkan rasa cemas. Ia berpaling ke arahku. Secepat kilat aku bisa menebak maksudnya. Tapi, aku lebih fokus pada kertas yang lusuh itu. Kubaca kata demi kata, kalimat demi kalimat. Hm... kertas yang berisi ucapan permintaan maaf kepada semua. Juga ucapan selamat tinggal, terutama kepada teman-teman akrab. Siapa lagi yang ia maksudkan, kalau bukan serombongan gadis yang menangis beramai-rami tadi. Anehnya, tak ada kata dan kalimat yang bernuansa mau bunuh diri. Ia mau pamit, mungkin sebentar lagi mereka tak bisa menemuinya lagi. Sebentar lagi? Kalimat terakhir ini menarik pikiranku.

“Dari mana kalian menduga si Amoy mau bunuh diri?” Pertanyaan itu kesampaikan dengan wajah serius. Tak ada yang menjawab. Tapi situasi yag sangat genting itu, aku tak mau berspekulasi. Hal terburuk bisa saja betul-betul terjadi. Akhirnya, ada satu suara yang terdengar. “Kemarin . . . dia bilang, rasanya sudah bosan hidup . . .” Gadis ini berbicara sambil gemetaran. Kalimatnya tak selesai. Hanya tangisnya berlanjut. Tidak lagi menjerit, cuma suara yang parau dan terisak-isak. Kebetulan kepala sekolah tak ada di sekolah. Aku segera mengambil inisiatif.

Empat orang siswi yang dianggap paling dekat dengan Amoy, segera kami suruh segera mendatangi rumah Amoy. Mereka diharapkan dapat membujuk Amoy untuk membatalkan niatnya yang dibenci oleh siapa pun itu, kecuali oleh setan. Siapa tahu, Amoy sedang baru sibuk mencari atau memilih tali cocok untuk niatannya itu. Siapa tahu pula, Amoy lagi memilih-milih cairan yang pengaruhnya sangat dahsyat atau yang harganya sesuai dengan uang yang di sakunya. Atau siapa tahu, Amoy telah salah mengirim surat karena sebenarnya ia ingin menitip tugas puisi ciptaannya atas tagihan guru bahasa Indonesianya. Atau yang lainnya. Pokoknya Amoy tidak atau belum menunaikan hajatnya yang jahat itu.

Kebetulan rumah Amoy memang tak jauh dari sekolah. Misi utama rombongan karib sang Amoy itu, adalah membujuk Amoy. Jangan sampai gadis cantik itu mencari tali atau mencari tiang yang cocok untuk menaruh tali itu. Atau, apalah sebagai usaha untuk .... Ah, entahlah. Bisa jadi gadis cantik itu lagi bingung memilih cara untuk .... Ah, mengapa pula pikiranku jadi begitu mengerikan. Aku tak ikut berangkat. Kepala sekolah lagi tak ada di tempat. Kegiatan belajar harus dijaga kondusif. Tugas mewakili kepala sekolah ternyata tak segampang yang kuduga. Apalagi dalam keadaan genting seperti sekarang.

Hampir dua jam rombongan kembali. Tak ada lagi tangisan, tak ada lagi kebingungan. Air mata anak-anak itu pun sudah kering, menyisakan mata yang merah dan rona kesedihan atas kekhawatiran yang sepertinya sudah berlalu. Semuanya diam dan langsung masuk kelas dan belajar. Aku penasaran. Dua orang dari mereka kupanggil. Kuminta menceritakan apa yang baru mereka alami. Apa yang yang sebenarnya yang terjadi? Dan, yang lebih penting, bagaimana nasib Amoy?

Ternyata, saat sampai di rumah Amoy dan mengetuk pintu rumah, mereka disambut oleh ibu Amoy yang kebetulan baru saja selesai mencuci. Agak kaget perempuan tua itu melihat serombongan anak berseragam sekolah berdiri di depan pintu rumah. Ketika mereka menanyakan kabar Amoy, si ibu bilang bahwa Amoy ada di kamar, baru saja bangun tidur. Amoy sengaja tak bersekolah alasan tidak enak badan. Mereka masuk dan duduk di ruang tamu.

Obrolan ramai di ruang tamu, membuat Amoy keluar dari kamar. Ada keheranan di wajahnya melihat empat sahabat karibnya itu bertamu pada jam sekolah sepagi itu. Saat ditanyakan isi surat itu, Amoy hanya tersenyum dan bilang sekadar iseng. Dan satu lagi alasannya, ia sengaja membuat surat iseng itu, agar ada sensasi untuk menarik perhatian sang pacar. Semua clear.

Kupersilakan dua siswa itu kembali kelasnya. Saat keduanya menjauh, aku keluar menuju ke ruang BK. Kuceritakan semua informasi yang kudapatkan. Raut kepanikan di wajah Ibu guru muda ini pun sudah mulai menyusut. Ia berjanji akan mengajak Amoy berbicara pada keesokan harinya. Kutinggalkan ruang BK dengan perasaan campur aduk dan kejengkelan yang belum selesai.

Di tempat duduk di ruang kerja, kucoba melanjutkan penyusunan program kerja kesiswaan yang tadi belum selesai kubuat. Ruang sepi. Hampir semua guru sedag megajar di kelas atau entah apalah. Tetapi, sedikit pun tak ide yang keluar. Kegaduhan yang baru saja berlalu, seolah terus hinggap di dalam pikiranku. Pikiranku tidak lagi fokus, mengembara ke mana-mana. Perasaan jengkel, lelah, dan sia-sia seolah bercampur-campur dalam kepalaku. Program yang tak selesai itu kutinggal mengggeletak di atas meja. Segera kuraih perlengkapan pembelajaran. Lalu, aku beranjak menuju kelas, mengajar seperti biasanya. Sebuah umpatan keluar dari mulutku. Umpatan kecil yang tak pantas didengar oleh anak-anak itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ceritanya, Pak. Sukses selalu. Salam literasi

29 Sep
Balas

Terima kasih Pak Dede. Salam hormat dari saya

30 Sep

Saabar Pak

29 Sep
Balas

Sip Bu Tri. Salam Literasi

02 Oct



search

New Post