Dalam Hingar-bingarnya Suhu Politik
Guru dalam Hingar-bingarnya Situasi Politik
Irwanto
Kata politik, mengandung makna kekuasaan, legitimasi, sistem, perilaku, partisipasi, proses, dan partai politik. Sehingga berbicara tentang politik, sama halnya dengan mengupas segala sesuatu yang barkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan. Perannya, sangatlah besar seperti menepati posisi sebagai instrumen dalam memajukan program, termasuk pendidikan.
Namun dalam kenyataannya, dalam bidang pendidikan justru terbalik. Pendidikan lah yang terkadang menjadi instrumen dari politik itu sendiri. Sebagian besar partai poliktik, menggunakan pendidikan untuk meraih kekuasaan atau meraup keuntungan. Termasuk menggunakan guru sebagai profesi yang paling strategis yang bisa dimanfaatkan.
Mereka menganggap, suara guru merupakan representasi suara mayoritas untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Guru dianggap mampu menghipnotis peserta didik untuk mengikuti segenap perkataan atau keinginannya. Termasuk menyalurkan pilihan politik.
Pada masa orde baru, guru dan berbagai komponen pendidikan lainnya dijadikan mesin politik yang memproduksi suara pemilih. Sehingga sebelum dilakukan penghitungan suara, mereka sudah mendapat gambaran, hasil perolehan dengan melihat kuantitas guru yang sudah dipastikan pilihannya.
Pemanfaat tersebut masih berlagusng sampai saat ini. Guru dianggap memiliki peran strategis dan potensial dalam mengalang suara. Massa yang dimiliki guru yang merupakan massa yang riil, menjadi pesona bagi penguasa dan politisi. Mereka berlomba-lomba untuk memancing dan menggeret guru terlibat politik praktis.
Segala persoalan yang menyangkut guru, terutama tentang karir dan kesejahteraan, menjadi isu utama bagi calon presiden dan wakil presiden, calon kepala daerah, dan calon anggota DPR/D dan DPD. Mereka berjanji akan memberikan solusi atas masalah yang dihadapi guru. Tentunya dengan iming-iming peningkatkan karir, seperti mengangkat guru swasta atau honorer menjadi PNS, peningkatan kesejahteraan guru dengan menaikan berbagai jenis tunjangan dan janji-janji manis lainnya.
Dilain keadaan, guru dimobilisasi dan dijadikan senjata pamungkas untuk meraih suara. Mobilisasi guru berlangsung sporadis dari jenjang terendah hingga jenjang tertinggi. Dalam bentuk resmi ataupun tidak, terjadi penggalangan massa yang dirancang untuk mensukseskan penguasa dan calon penguasa. Mereka mentasbihkan posisi guru tidak lebih dari pelengkap penderita.
Guru tersudut dalam posisi bak makan buah simalakama. Ketika guru mengikuti penggalangan massa dianggap tidak netral sementara jika guru menolak berperan di dalamnya beragam sanksipun siap menantinya. Disinilah akhirnya, loyalitas guru dalam kancah pollitik dipertaruhkan.
Melihat kekuatan guru, sebenarnya guru memiliki peluang dalam mempengaruhi kebijakan dan demokrasi. Namun karena untuk masuk ranah politik guru dibatasi, guru tidak bisa berbuat lebih banyak. Ia hanya bisa mengikuti hasil keputusan walaupun terkadang tidak sesuai dengan harapan. Dalam hal ini, bisa dikatakan, dalam hingar bingarnya percaturan politik ditanah air, guru terperosok. Haknya tidak sama dengan warga Negara lainnya. Punya hak mimilih tapi tidak bisa menggunakan haknya untuk dipilih. Sesungguhnya seperti apa keterlibatan guru dalam politik?
Pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan. SKB diterbitkan untuk menjamin terjaganya netralitas ASN pada pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.
ASN memiliki asas netralitas yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang menyatakan bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN pun diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Kita sudah tahu undang-undangnya ASN tidak boleh berpolitik praktis. Karena ASN adalah tenaga profesional yang menjadi motor pemerintahan. Situasi politik bisa saja memanas, namun guru harus tetap pada kedudukan profesional dan tidak memihak pada kontestan politik yang akan bertanding di pemilu maupun pilkada.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sukses selalu, Pak. Salam literasi