Isma Latifah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bilqis (2)

Tantangan Hari Ke-241, #TantanganGurusiana

.

Bilqis bukan anak yang pandai berdiam diri. Setiap waktu, ada-ada saja kegiatan yang direncanakan benaknya. Ia selalu berkeliling ke rumah-rumah tetangga untuk mencari kesibukan. Petang ini, menjelang azan Magrib, si kecil Bilqis berjongkok di halaman rumahku. Tangannya memainkan lidi yang digerak-gerakkan pada tanah. Tak lama ia bermain, ayahku tampak pulang dari kegiatannya di ladang.

“Nduk, ngapain kamu main di sini surup-surup?” tanya ayahku.

Bilqis terkaget. Raut wajahnya sungguh bahagia saat memandang kedatangan ayahku. Dilemparkannya lidi di tangan kanannya. Ia segera berdiri dari jongkoknya. Tangannya beralih menggenggam tangan ayahku.

“Aku nunggu Pakdhe dari tadi. Aku pingin beli es krim di toko Pak Budi. Tapi maunya dianterin Pakdhe,” celotehnya.

Ayahku menarik napas panjang saat Bilqis mengajaknya berjalan cepat. Ia tak sempat membersihkan diri. Baju dan tangannya masih belepotan tanah dari ladang. Toko Pak Budi ada di pinggir jalan raya, sekitar 200 meter jaraknya dari rumah. Semua orang memang melarangnya pergi ke toko itu sendirian, khawatir dengan ramainya kendaraan yang melintasi jalan raya.

“Mengapa nggak ngajak Budhe atau Mbak Aya saja?” tanya ayahku lagi, membayangkan betapa lamanya Bilqis menanti kedatangannya.

“Nggak mau. Maunya sama Pakdhe.”

Begitulah Bilqis. Selalu ada keunikan pada dirinya. Ia selalu berusaha memenuhi keinginannya sendiri. Kadang aku merasa ingin selalu memeluknya. Aku jadi teringat dengan episode kedatangannya di kampungku. Awalnya, keluarga Bilqis tinggal di sebuah kota besar, kota industri yang dipenuhi dengan pabrik-pabrik. Ayah dan ibu Bilqis adalah pegawai kantoran di salah satu industri tersebut.

Setelah kelahirannya, Bilqis sering sakit-sakitan. Paru-parunya bermasalah akibat terkena udara kotor di lingkungan tempat tinggalnya. Memang, asap-asap pabrik industri mencemari udara yang dihirup masyarakat kota tersebut. Mama Bilqis tak tahan melihat bayi Bilqis sakit-sakitan. Dibawanya bayinya mengunjungi dokter anak di kotanya.

“Paru-paru anak Ibu bermasalah. Udara di kota ini tak cocok untuknya. Apakah Ibu memiliki saudara yang tinggal di pedesaan atau di daerah pegunungan?” tanya dokter pemeriksa bayi Bilqis.

Mama Bilqis berpikir keras. Ia orang asli daerah tersebut. Lalu, siapa yang bisa didatanginya? Ah, rumah asal suaminya tepat di lereng gunung. Kedua mertuanya pun masih tinggal di tempat tersebut. Akhirnya, keluarga kecil itu memutuskan untuk berpindah ke rumah ayah Bilqis.

Kakek dan nenek Bilqis sungguh bahagia dengan kedatangan anak, menantu, dan kedua cucunya. Mereka memutuskan untuk tinggal di kampung itu selama setahun. Bilqis tumbuh menjadi anak yang sehat meski awalnya dia sering menderita flu karena hawa yang dingin. Namun, paru-parunya tidak bermasalah lagi.

(bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post