Kalut (2)
Tantangan Hari Ke-185, #TantanganGurusiana
.
Ah, cepat-cepat sajalah, pikirku. Rental komputer dan tempat percetakan terdekat dengan kampusku sudah kelihatan. Sepertinya tidak ada pengunjungnya. Segera kumasuki tempat itu. Dua orang berseragam SMA dan seorang beralmamater saja isinya. Antrelah aku di sana. Awalnya biasa-biasa saja. Lama-kelamaan, aku merasa ada yang aneh. Seorang beralmamater ini rupanya menyetak revisi skripsinya. Tentu tidak dapat kubandingkan dengan tujuanku yang hanya akan menyetak beberapa lembar saja. Pasti orang ini akan memakan waktu yang cukup lama di tempat rental.
Kutengok jarum yang berlari di pergelangan tanganku. Tepat pukul tujuh. Artinya kelas sudah dimulai. Aku mulai bimbang, bagaimana caranya berbasa-basi untuk mengambil kembali flashdiskku dari tangan operator rental ini?
“Mas, kira-kira nyetak milik Mbak ini masih lama ya?” akhirnya keluar juga suaraku.
Dia hanya menoleh dengan wajah yang amat sangat datar, tanpa tersenyum atau merengut atau apapun.
“Anu.. boleh saya minta saja flashdisk saya? Saya sedang terburu-buru Mas, lebih baik saya ke rental lain,” ujarku.
Lagi-lagi, tanpa ekspresi, operator rental itu akhirnya memberikan flashdiskku. Aku berlari menuju rental sebelah. Namun malang, rental itu masih tertutup rapat. Begitu juga dengan rental di sebelahnya lagi, dan sebelahnya lagi. Aku masih berjalan cepat mencari rental yang sudah buka. Kira-kira tiga ratus meter dari kampus, aku baru menemukan rental. Tidakkah ini keterlaluan? Hari sudah semakin siang, dan aku sedang terburu-buru. Tapi mengapa lingkungan seolah tidak berpihak kepadaku? Buktinya, rental saja tutup, berjamaah pula.
Tiba-tiba saja lima belas menit sudah berlalu sejak kelas dimulai. Tugasku sudah tercetak, aku sudah berlari. Namun sepertinya jarak ke ruang kelasku masih sangat jauh. Napasku sudah tersengal-sengal. Dan ini mungkin ketidakberpihakan lingkungan kepadaku (lagi). Ruang kelasku berada di lantai lima gedung Abdoel Moeis. Tidak ada lift atau elevator di sini. Menjelang langkah pertama menaiki tangga, aku mulai mengatur napasku. Aneh rasanya bila aku masuk kelas dalam keadaan napas yang hampir habis, seperti orang dikejar anjing saja. Pengaturan napas berhasil, namun tidak dengan pengaturan detak jantungku. Terus terang saja, aku belum pernah terlambat seperti ini masuk ke kelas. Pikiran dan jantungku jadi kacau. Sepertinya perasaan ini sama, sama dengan yang kurasakan dulu...
(bersambung)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar