Tantangan Hari Ke-279, #TantanganGurusiana

.

Belum lama ini, kutahu ia mengajakku bicara. Meski tak bertatap muka, dia menghubungiku melalui media sosialnya. Aku merasa sedih membaca komentarnya. Kupasang sebuah foto, ada aku dan ayahku sedang tampil begitu mesra. Ia mengaku teringat ayahnya yang sudah tiada saat memandang ayahku. Aku turut bersedih untuknya. Namun, tak ada yang bisa kulakukan untuk menghiburnya. Aku masih terlalu ”kecil” untuk bisa menghiburnya. Meskipun menurut silsilah keluarga dia lebih muda dariku, nyatanya umurnya jauh di atasku. Bahkan, dia mengajarku mengaji di masa kecilku.

Sudah cukup lama kami tak berjumpa. Selain alasan jarak, waktu ternyata ikut andil di dalamnya. Berkontak lewat media sosial cukuplah bagi kami. Saling mengetahui kabar dan keadaan masing-masing. Yang penting semua sehat, itu yang utama. Tiba-tiba, sore ini kudengar berita duka. Dia telah pergi ke pangkuan yang Maha Kuasa. Aku tak tahu apa penyebabnya.

Aku merinding dibuatnya. Memang, satu-satunya kepastian yang akan datang kepada setiap manusia adalah kematian. Namun, mengapa aku masih selalu terperangah dibuatnya? Usianya mungkin hanya 10 tahun di atasku, belum terlalu tua (kalau kematian selalu diidentikkan dengan usia). Tapi mengapa dia sudah meninggalkan dunia? Pantaskah kita mempertanyakan itu?

Kita benar-benar tak pernah tahu bagaimana kuasa Tuhan atas makhluk-Nya. Pria, wanita, tua, muda, miskin, kaya tak ada bedanya. Semua akan menghadap-Nya sesuai waktu yang ditentukan-Nya. Benarkah kematian belum menyadarkanmu atas tugas dan kewajibanmu selama hidup di dunia? Mau kau apakan imanmu yang naik turun tak keruan itu? Camkanlah!

--sebuah pengingat untuk diri sendiri