Namanya Soleh (bagian 1)
Tantangan Hari Ke-128, #TantanganGurusiana
.
Namanya Soleh. Usianya sudah melebihi kepala tiga, entah berapa tepatnya. Tapi raut wajahnya seperti anak kecil. Tak pernah ia bersedih menjalani hari-harinya. Pakaiannya tampak kumal, baju lengan pendek dan celana panjang hitam yang sudah kusam warnanya. Terkadang, ia memakai peci kumal yang memudar warnanya, senada dengan celananya.
“Waa….. Ati-ati ada Soleh,” teriak anak-anak kecil ketika Soleh mendekati mereka.
Soleh selalu ingin bergabung dengan kerumunan anak-anak yang sedang bermain. Sayangnya, anak-anak kecil itu selalu takut saat Soleh mendekatinya. Entah bagaimana, anak-anak menganggap bahwa Soleh adalah orang gila di kampungnya. Tak ada anak kecil yang berani mendekati Soleh.
“Hei, ayo… main…” kata Soleh terbata-bata.
“Lari…. Ada Soleh…” begitu teriak salah satu anak kecil sehingga kerumunan itu bubar.
Melihat semua anak berlari, Soleh pun ikut berlari mengejar mereka. Anak-anak, tak peduli laki-laki atau perempuan, bertambah keras teriakannya. Ketika salah satu ibu muncul, Soleh akan langsung pergi. Ibu-ibu itu tak suka jika anaknya main dengannya.
“Leh, Soleh, pergi! Tak usah mengganggu anak-anak!” bentak ibu-ibu berdaster itu dengan suara tinggi.
Melongo, Soleh memandangnya. Perlahan, Soleh pergi menjauh dari anak-anak yang dikejarnya. Ia melangkahkan kakinya ke tepi sungai, duduk sendiri sambil memandang orang-orang yang melewatinya silih berganti, sambil tersenyum bahagia. Gurat-gurat kesedihan itu tak pernah muncul di wajahnya. Tidak pernah ada masalah apapun yang mengimpit pikirannya.
Suatu hari, Soleh berjalan-jalan mengelilingi kampungnya. Tiba di sebuah rumah tua besar berpagar, ia berhenti. Tangannya memegang pintu pagar bercat hijau yang sudah mulai mengelupas. Pintu pagar itu tertutup. Soleh melongokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, berharap bisa melihat penghuni rumah itu.
Dari dalam, muncul cucu-cucu Mbah Yah si pemilik rumah. Melihat ada Soleh di luar pagar, mereka berteriak ketakutan. Mbah Yah yang mendengar cucunya berteriak segera muncul ke ruang tamu. Ternyata cucu-cucunya meributkan kedatangan Soleh.
“Leh, pulang ae. Kate lapo?” tanya Mbah Yah dari dalam rumah
“Mbah Yah, minta buah. Buahnya matang-matang. Aku minta 5,” katanya sambil menunjukkan tangan kanannya.
“Iyo, wis ndang cepetan. Ati-ati lek menek,” kata Mbah Yah lagi.
Soleh segera membuka pintu pagar rumah Mbah Yah. Ia segera memanjat pohon buah kenitu yang tumbuh subur di halaman rumah Mbah Yah.
“Mbah, kata temen-temenku, Soleh nakal,” kata salah satu cucunya.
“Iya lo, Mbah. Senengane nguber-uber ae,” tambah cucunya yang lain.
“Soleh ora popo. Sing penting ora usah nggudo Soleh,” jawab Mbah Yah perlahan.
Tak berapa lama, Soleh mulai turun dari pohon kenitu. Ditunjukkannya kepada Mbah Yah hasilnya memanjat. Persis 5 buah yang diambil, seperti permintaannya di awal. Mabah Yah mengangguk. Setelah mengucap terima kasih, Soleh pun pergi dari rumah Mbah Yah.***
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerita keren Bu isma. Semangat berliterasi, semoga sukses selalu. Amin.
Terima kasih, Bapak. Salam sukses juga untuk Bapak. :)
Semangat berkarya sahabat...
Semnagat juga, Bapak :)