Namanya Soleh (bagian 2)
Tantangan Hari Ke-131, #TantanganGurusiana
.
Hampir setiap sore, Soleh mondar-mandir di halaman masjid kampungnya. Pakaian yang digunakannya sama seperti biasa: kumal, baju lengan pendek, dan celana panjang hitam yang sudah kusam warnanya. Kalau sore seperti ini, biasanya Soleh rajin sekali memakai peci kusamnya. Soleh berjalan di sekitar pagar masjid, sesekali berdiam diri sambil menatap anak-anak di dalam masjid.
Setiap sore, masjid di kampungnya dijadikan tempat mengaji bagi anak-anak usia TK hingga SMP. Waktunya mulai azan Asar hingga nanti azan Magrib berkumandang. Puluhan anak berbusana muslim hilir mudik di dalam masjid yang cukup luas. Beberapa penjual makanan dan mainan pun sudah siap menanti pembeli di halaman masjid.
Jika bosan memutari pagar masjid, Soleh akan duduk di teras masjid sambil memandang penjual-penjual di halaman masjid. Ada beberapa mainan menarik yang dijual, ada banyak makanan yang membuatnya menelan air ludahnya. Soleh tak mungkin membelinya. Ia tak memiliki uang untuk itu.
“Nggak beli, Leh?” tanya seorang penjual yang sudah hafal dengan Soleh.
Soleh menggeleng tegas, lalu memalingkan mukanya ke arah lain. Dipandangnya lagi anak-anak yang mengaji di dalam masjid. Ingin rasanya ia ikut masuk ke dalam masjid. Namun, pasti anak-anak itu akan berlarian jika ada dirinya di dalam masjid. Selain itu, ia tak berani masuk masjid. Ada seorang takmir masjid yang pernah memarahinya karena pakaiannya kotor.
“Leh, keluar! Pakaianmu kotor. Nanti karpetnya kotor. Najis!” teriak bapak-bapak itu.
Sejak saat itu, Soleh pun tak berani masuk masjid. Ia takut dimarahi lagi. Jadi, ia hanya bisa duduk-duduk di halaman masjid sambil sesekali tertawa melihat tingkah anak-anak yang mengaji. Kadang, mulutnya ikut bergerak bahagia saat anak-anak di dalam masjid menyanyikan lagu yang diajarkan ustazah mereka.
Ketika bulan Ramadan tiba, masjid bertambah penuh oleh jemaah, mulai anak-anak hingga orang tua. Mereka datang ke masjid untuk salat Magrib berjemaah, salat Isya sekaligus tarawih berjemaah, hingga tadarus Al-Quran. Selain itu, para penjual makanan ringan sudah memenuhi area sekitar masjid untuk menjemput rezekinya. Soleh pun tak mau ketinggalan. Ia dengan pakaian kebangsaannya sudah mondar-mandir di halaman masjid sambil bersukacita.
Suatu hari, menjelang azan Isya, anak-anak sudah berlarian datang ke masjid untuk memilih posisi yang paling mereka sukai saat melaksanakan salat tarawih berjemaah. Soleh melihat mereka dengan iri. Sandalnya dilepasnya, ia mulai berani masuk ke teras masjid. Ia tersenyum memandang anak-anak yang sudah duduk menggelar sajadahnya dan duduk menghadap kiblat.
Tiba-tiba, tanpa Soleh sadari, seorang takmir masjid datang menghampirinya. Saat Soleh sadar dan akan berlari meninggalkan teras masjid, takmir itu memanggilnya.
“Soleh…Soleh! Sini!” kata beliau sambil melambaikan tangannya ke arah Soleh.
Perlahan, Soleh mendekat sambil ketakutan.
“Ingin masuk masjid, ya?” tanya takmir itu pelan.
Soleh menatap wajah tua di hadapannya, sejurus kemudian ia mengangguk cepat.
“Besok, kalau ingin masuk ke masjid, mandi dulu, ya. Pakaiannya ini ganti dengan yang lebih bersih, jangan memakai pakaian yang kamu pakai buat main,” kata takmir itu sambil memegang pakaian kumalnya.
Pakaian itu memang bukan hanya kumal, namun juga kotor. Mendengar hal itu, sekali lagi Soleh mengangguk.
“Hari ini, kamu lihat dari teras saja dulu. Besok sore jangan lupa mandi dulu yang bersih, lalu pakai pakaian yang bersih juga. Syukur-syukur kalau mau pake sarung.”
Soleh begitu bahagia mendengarnya. Keesokan harinya, Soleh sudah mandai sebelum azan Magrib berkumandang. Pakaian yang digunakannya bersih meski warnanya sudah memudar. Sarung tersampir rapi di lehernya. Ia bahagia bisa bergabung dengan anak-anak di halaman masjid.
Saat suara azan berkumandang, Soleh masuk ke teras masjid yang sering digunakan jemaah yang tidak mendapatkan tempat salat di dalam masjid. Cukup baginya bisa berada di teras, ia tak perlu masuk ke dalam masjid. Ia segera menggelar sarung yang dijadikannya sajadah. Ia pun mengikuti gerakan salat imam sambil sesekali tertawa jika ada anak yang melihatnya melakukan gerakan salat.***
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar