Pohon Tanpa Nama (1)
Tantangan Hari Ke-179, #TantanganGurusiana
.
Sudah lama aku duduk di tempat ini, menunggunya yang tak kunjung datang menghampiriku. Dalam keadaan seperti ini biasanya kutemui pohon tanpa nama—begitu aku menyebutnya karena memang aku tak tahu namanya—tempat kami pertama kali bertemu dahulu. Pertemuan yang begitu indah saat aku dengannya memadu rindu disaksikan gesekan daun yang perlahan mendayu-dayu. Setibanya di atas bukit tempat pohon itu tumbuh, tiba-tiba mataku terpaku melihatnya—yang mulai melayu—dengan setiap daunnya yang gugur satu persatu.
Apa yang terjadi dengan pohonku? batinku. Ternyata pohonku meranggas karena cuaca kemarau di daerah itu. Aku hanya selalu tahu bahwa pohon jati yang dapat meranggas. Entahlah, mungkinkah pohon ini berkerabat dengan pohon jati? Namun aku juga kembali bertanya-tanya, mengapa dia juga meranggas? Apakah ini sebuah pertanda? begitu tanyaku dalam hati kecilku.
Pohon yang selama ini kukenal perlahan-lahan menjatuhkan tiap helai daunnya. Peristiwa itu seperti hujan di saat kemarau dengan angin keringnya yang menyapu apapun yang dilewatinya. Angin yang datang bersamaan dengan jatuhnya dedaunan itu ternyata tidak membawanya datang juga.
Aku terpaku dalam keheningan dan memikirkannya. Air mata yang jatuh ini membuat hati kian lara. Dalam kekeringan ini aku melihat sepasang burung yang tetap setia bersarang diatas pohon tanpa namaku dan berharap musim semi akan datang menggantikan semua. Aku iri pada sepasang burung itu yang tetap bertahan dengan keadaan. Tidak seperti aku yang tersayat hati karena rindu.
Aku ingat saat bersamanya dulu, menggoreskan nama dibalik kulit terluar pohonku. Raut wajah itu... senyum itu... semua terlukis jelas dalam ingatanku. Semakin berat langkahku untuk beranjak dari pohonku. Hanya dia yang menjadi saksi akan perasaanku dan dialah teman ceritaku. Tanpa kusadari, tiba-tiba sang batara guru dari kayangan meniupkan napasnya dan membuat pohonku berbicara padaku.
“Ada apa denganmu, wanita cantik?” tanyanya.
“Ha...!!!” tentu saja aku terkejut. “Apakah kamu yang berbicara, pohonku? Berbicara denganku?”
“Ya.. aku bicara padamu. Apa yang sedang engkau pikirkan? Ke mana Arjuna pergi?”
“Aku tidak tahu kemana kanda Arjuna pergi. Sudah tiga bulan ini ia tak datang menemuiku. Ia hanya berpesan bahwa nanti akan datang menemuiku.”
Begitulah yang terjadi setiap hari, selama beberapa bulan. Aku selalu datang menemui pohonku. Berkeluh kesah tentang pangeranku yang tak kunjung datang, menggalau karena aku yang tidak pernah diperhatikan. Kanda Arjuna memang seorang yang sangat tampan, berhati bersih, pandai memikat hati wanita. Begitulah sosoknya di hadapanku. Entah di hadapan yang lain.***
(bersambung)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar