Isma Latifah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Pohon Tanpa Nama (2)

Tantangan Hari Ke-180, #TantanganGurusiana

.

Sampai pada suatu hari, saat aku sedang mengunjungi pohonku untuk menceritakan kegundahan hatiku akan kanda Arjuna yang tak kunjung mendatangiku, tampak seekor burung gagak hitam yang muncul dari balik bianglala. Burung itu bertengger atas ranting pohon tempat biasanya ia beristirahat. Ia bercerita kepada pohonku bahwa ia telah bertemu dengan Arjuna yang sedang menunggang Harley Davidson-nya dengan wanita lain. Pohonku yang mendengar berita tersebut tak sampai hati untuk menceritakannya kepadaku: wanita yang selalu berusaha tegar untuk setia menunggu Arjunanya kembali. Pohonku hanya terdiam dan ikut merasa sedih dengan apa yang kualami.

“Pohonku.. apa yang harus lakukan? Hidupku rapuh tanpanya.. Aku ingin dia menemuiku di tempat sama yang saat ini aku pijak,” aku memulai percakapan itu.

“Sabar..sabar.. semua akan baik-baik saja,” hanya begitu jawabnya.

“Tapi, sampai kapan?”

Karena tak sampai hati.. akhirnya pohonku menceritakan apa yang disampaikan oleh burung gagak itu. Sekejap saja, dan aku terdiam dan meneteskan air mata. Aku pulang ke istana dengan hati yang penuh lara dan mengunci diri dalam bilik rahasiaku. Keesokan harinya, kanda Arjuna mampir ke istanaku untuk sekedar sowan kepada ayahku yang notabene adalah mertua kakak tertuanya. Dia datang dengan membawa banyak benda-benda bermerk internasional.

“Dinda.. Dinda... Di mana Dinda? Kanda pulang..” teriaknya mencariku.

Aku segera berlari menghampiri kanda Arjuna dengan penuh tanya.

“Kanda dari mana!” kurasa mataku memerah dan suaraku meninggi saat itu.

“Apa maksud Dinda? Kanda tidak mengerti..”

“Bohong..!! Kanda pergi dengan siapa? Siapa wanita yang Kanda bonceng?”

Arjuna terpaku.. kaget kenapa Aku bisa mengetahuinya.

“Kanda.. kanda.. kanda.. hanya..???!!” Arjuna terbata-bata menjawabnya.

Aku terus mendesaknya untuk bercerita. Sampai akhirnya kanda Arjunalah yang tak kuasa mengelak lagi dan akhirnya mengakuinya.

“Waktu itu aku bersama dengan Sembadra, dia hanya rekanku di kursi rakyat...” jelas Arjuna.

Aku hanya termenung. Orang di kursi rakyat sering sekali plesir kemana-mana. Katanya dengan penuh tujuan untuk menyejahterakan bangsa. Aku sendiri semakin tidak mengerti. Pergi berduaan dengan lawan jenis seperti itu termasuk plesir ala anggota dewankah? Dan yang membuatku tidak paham lagi, plesir semacam itupun ternyata diliput oleh wartawan gosip. Bagaimana kalau ayahku sampai mendengar kalau kanda Arjuna pergi berduaan dengan rekan anggota dewannya? Bisa-bisa pernikahan kami yang sudah di ambang pintu ini tidak akan pernah terjadi. Ah... aku hanya ingin segera berlari dan memeluk pohonku.***

(bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

05 Nov
Balas

Keten bun,semoga dilsncarksn semuanya.

05 Nov
Balas

Mantab cerpennya bu

05 Nov
Balas



search

New Post