Berbagi Kursi
#Tagur365_87
#Catatan_Naian39
Satu Kursi
Tadi pagi berangkat ke agak siang, karena menunggu anak yang sekalian berangkat bareng. Jam tujuh barulah berangkat dari rumah. Sampai di SMP 1 Purwodadi jam 07.15.
Syukurlah, adanya jam kedua sehingga masih ada waktu untuk bersiap-siap sesampainya di sekolah. Cuman ya harus terima tidak bisa mendengar informasi yang disampaikan oleh Kepala Sekolah secara langsung. Namun, aku dapat cerita dari teman lainnya.
Begitu duduk dan menyiapkan amplop soal untuk persiapan Latihan Ujian, Bu Anik mendekatiku.
"Bu, ada cerita tentang kursi yang njenengan duduki," ujar Bu Anik yang berdiri di depanku. Seketika aku saling pandang dengan Bu Ning yang berdiri di sebelah mejaku.
"Gimana ceritanya?" tanyaku penasaran.
"Waktu Pak Bagas di ruang guru malam-malam, dua kan duduk di sini." Bu Anik menunjuk kursi yang ada di depanku. "Dia VC sama temanya. Nah, ketika itu temannya tanya sama Pak Bagas, dengan siapa di sekolah. Terus Pak Bagas jawab, bahwa dia sendirian. Si teman yang diajak VC-an itu tanya sama Pak Bagas, siapa yang ada di belakangnya." Bu Anik menjeda ceritanya. Aku dan Bu Ning menyimak tanpa menyela.
"Pak Bagas pun menoleh kebelakang. Namun, tidak ada siapapun," kata Bu Anik melanjutkan.
Kherr.
Aku menarik napas panjang, mencoba untuk tidak merasa takut. Padahal jauh di dalam lubuk hati ini ada rasa ga nyaman. Karena harus berbagi kursi dengan makhluk tak kasat mata.
"Sosoknya bagiamana, Bu?" Akhirnya aku beranikan diri untuk bertanya.
"Udah tua, laki-laki," jawab Bu Anik. Dia tak memberi gambaran yang jelas. Hanya menginformasikan sekilas saja.
Aku sadar, di mana pun tempatnya, pasti ada sosok lain yang juga menghuni tempat yang sama. Hanya saja apakah dia mengganggu atau tidak, tergantung pada dia sendiri.
Setelah mendengar kisah yang diceritakan oleh Bu Anik. Aku jadi teringat kejadian beberapa bulan yang lalu. Entah kapan tepatnya, aku tak ingat. Yang jelas terjadi di tahun 2021.
Pagi itu Pak Ratidjo datang ke ruang guru. Dia langsung duduk di kursi kosong depanku. Kursi itu dulunya adalah tempat duduk Pak Imam. Namun, beliau meninggal karena terpapar Covid-19. Selama daring, tempat itu tak ada yang mau menempati, hingga beberapa bulan kosong, hingga akhirnya tahun ajaran baru ditempati oleh Pak Tutut.
Nah, pagi itu orang nomor satu di sekolah ngobrol denganku.
"Bu, semalam bangku ini ada yang nduduki, lho," ujarnya sambil menghadap ke arahku.
"Orangnya besar dan hitam," lanjutnya.
"Sinten, Pak?" tanyaku. "Mas Pagi, ya."
Mas Pagi adalah OB, tukang kebon, yang merangkap penjaga sekolah juga. Badannya gede alias gemuk. Ya seperti ciri-ciri yang dimiliki orang yang tertangkap kamera CCTV malam jam 23.00 itu.
Pak Ratidjo hanya tersenyum mendengar prediksiku. Aku pun menjadi penasaran.
"Sinten, Pak?" tanyaku lagi.
Dia masih tersenyum.
"Sudahlah, lupakan saja," jawabnya dan dia mengalihkan pembicaraan ke ranah lainnya.
Pintu ruangan terbuka, masuklah mas Pagi sambil membawa gelas. Karena penasaran, aku langsung saja bertanya padanya seketika.
"Mas ... Mas, Njenengan semalam duduk di sini, ga?" tanyaku sambil menunjuk kursi yang aku duduki.
"Enggak," jawabnya.
Deg, dadaku berdetak lebih cepat. Pasti ada yang tak beres, begitu pikirku.
"Lah, sinten re, Pak. Njenengan Ki malah bikin saya penasaran." Aku masih saja penasaran dengan apa yang dikatakan Pak Ratidjo yang hanya sepotong saja.
"Nanti Bu Isna malah takut, jawabnya.
"La Njenengan marai kok. Cerita hanya sepotong, kan bikin saya penasaran," jawabku.
Lagi-lagi Bos SMP itu hanya tersenyum. Bikin aku makin penasaran saja.
Setelah aku bujuk, akhirnya dia bercerita. Bahwa semalam, saat dia memantau kondisi sekolah dari kamera CCTV, pas ngecek ruang guru, dia melihat sosok hitam sedang duduk di tempatku.
Kebetulan, tempatku persis paling jelas dari kamera CCTV tersebut. Setelah mendengar cerita itu, tentu saja aku menjadi merinding. Perubahan mimik mukaku kentara sekali.
"Tuh, kan. Jadi takut," ujar lelaki pengambil kebijakan di sekolah ini.
"Mboten, Pak.s
Semoga saja dia tak menampakkan diri dan tidak jahat," jawabku menghibur diri.
"Sudah, ga usah dipikirin. Lupakan saja," ujarnya begitu aku terdiam memikirkan cerita tentang berbagi kursi.
"Nggih, Pak."
****
Kisah horor di sekolah, bukan kali pertama aku dengar. Banyak sekali kejadian yang tak masuk di nalar kadang terjadi, terutama pada malam hari. Namun, aku bersyukur tidak mengalami hal aneh ketika sendirian dan semoga tak akan pernah.
Namun, jika sedang berdua bersama teman, kejadian yang diluar logika pernah kulihat dan kurasa. Namun, aku tak begitu menghiraukan, kuanggap hanya ulang angin atau apalah yang sedang iseng.
Ketika itu sore hari. Kejadian tepatnya lupa, sekitar tahun 2010-2011, aku dan Bu Ning sedang lembur laporan keuangan kegiatan Bermutu. Tiba-tiba pintu ruang guru terbuka dan tertutup dengan keras. Padahal tak ada orang sama sekali, karena begitu pintu seperti dibanting kasar, aku langsung melihatnya. Dengan tujuan akan menegur orang yang iseng itu. Namun, di luar tidak ada siapapun. Angin juga tidak ada hujan juga tidak hujan.
Aku langsung kembali masuk.
"Siapa Bu Isna?" tanya Bu Ning begitu aku menutup pintu lagi.
"Tak ada orang, Bu," jawabku.
"La yang banting pintu?"
Kami bersitatap. Ada angin yang tiba-tiba berdesir. Aku usap tengkukku.
'Ini angin dari air conditioner,' gumamku sambil menenangkan diri.
"Bu, pulang yuk. Dah jam lima lebih, nih," ajakku sambil mematikan laptop dan menata berkas-berkas yang berserakan di atas meja.
"Ya, Bu."
Kami berdua menuju tempat parkir. Sepi, hanya kami berdua di sekolah. Sementara itu, Mas Pagi tadi memang izin untuk pulang sebentar. Dia meminta kami untuk menggembok pintu jika mau pulang.
Kami pun bergegas masuk ke Picanto. Begitu sampai gerbang utama, aku turun untuk menutupnya.
Kejadian selanjutnya yang bercerita adalah Bu Ambar. Ketika itu ada kegiatan Pramuka. Dia sempat melihat barusan tikus yang sangat banyak menyebrangi lapangan. Dari gedung paling timur hingga gedung laboratorium IPA. Awalnya dia heran, melihat dari kejauhan, ada barisan yang teramat panjang. Karena penasaran, dia pun mendekat. Alangkah terkejut dirinya, begitu mengetahui ada convoi tikus.
Mungkin kalau diceritakan tentang apa yang terjadi di sekolah dan hal itu tidak masuk akal atau dicerna secara logika akan banyak sekali. Namun, kita sebaiknya tidak perlu takut yang berlebihan (yang ini sok bijak ðŸ¤), karena kita tahu, bahwa mereka itu ada di sekitar kita.
Purwodadi, 21 Maret 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar