#tagur365_98

#catatan_naina48

Pagi cerah, mentari telah bersinar menerangi semesta. Para pencari rupiah pun telah beranjak sejak dini hari. Melawan kantuk yang mendera mereka. Namun, jiwanya berontak tak mau berleha-leha karena ada banyak perut yang menjadi tanggung jawab untuk mengisinya. Sementara itu, tak ada yang peduli selain dirinya.

Langit Ayodya masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Biru dengan paduan awan yang berarak. Sebuah perpaduan dari mahakarya terindah. Netra ini mengabadikan dalam angan, seandainya saja ditambah lengkung warna mejikuhibiniu, semakin indahlah lukisan yang terlihat saat ini

Suara kendaraan bermotor berhenti tepat di gerbang rumah. Aku lihat jarum jam yang panjang baru diangka dua, sedangkan jarum pendek diantara 7 dan 8. Aku bergegas keluar.

"Ga pake hasduk, Dik?" ujarnya begitu melihat aku hanya polosan dengan kerudung cokelat Pramuka.

"Harus pakai, ya?" tanyaku sambil meletakkan tas, masker, kacamata, dan kaos kaki yang belum sempat aku pakai di kursi teras rumah.

"Iya tho, Dik. Kan mau ke dinas."

Aku kembali masuk ke rumah. Hasduk dah ketemu, tetapi kolongnya ga ada. Setelah mencari ga ketemu, aku lihat ada cincin diantara jarum peniti. Aku pun ambil dan bawa keluar.

"Alhamdulillah, muat," ujarku pelan. Temanku melihat kolong Hasduk Pramuka dengan cincin dia tersenyum.

"Gak apa-apa, Dik. Di Pramuka itu apa saja bisa dipakai kok. Tak ada rotan, akar pun jadi. Tak ada kolong Hasduk, cincin pun jadi," ujarnya sambil tertawa.

Kami pun beriringan menuju sepeda motor yang setia menunggu keremponganku sejak pagi tadi.

"Ayo, Dik. Naik!" serunya menyuruh aku segera naik.

Dalam hati, aku merasa malu sendiri. Mengapa kelemahanku menjadikan diri menjadi orang manja begini.

Aku bersyukur, berada di sekeliling orang-orang baik. Mereka yang senantiasa ada untukku. Mereka yang sayang padaku tanpa syarat. Mereka yang ada bukan karena aku ada apanya, tetapi karena memang nyaman bersamaku. Sungguh, aku terharu.

Begitu sampai di kantor dinas, bertemu dengan seseorang yang tidak aku kenal. Kami pun saling berkenalan. Dia yang lebih dulu bertanya tepatnya.

"Njenengan dari SMP mana?" tanya guru perempuan tersebut yang berasal dari SMP 1 Geyer. Kayaknya dia mewakili kepala sekolah yang berhalangan hadir. Karena aku gak kenal beliau.

"Dari dua Toroh," jawabku.

"Bu ...?"

"Isna," jawabku singkat.

"Oh, Bu Isna, to. Oalah, marai pakai masker kok ya, jadi ga mengenali. Saya padahal dulu sering ke dua Toroh saat pengawasnya Bu Siswati."

Cerita lainnya mengalir tentang aku. Semua omongan beliau bagiku terlalu berlebihan. Kayaknya yang diceritakan itu bukan aku deh. Masak segitunya.

"Ah, Ibu terlalu berlebihan itu. Emange yang bilang siapa?" tanyaku penasaran.

"Pak KS njenengan."

"Jangan percaya, itu berlebihan. Kalo kayak gini, langsung sumuk, saya," jawabku sambil mengipaskan tangan dan tersenyum.

*****

Jangan merasa melayang ketika dipuji seseorang. Karena itu akan membuatmu lupa dengan bumi yang kau pijak. Namun, jadikanlah pujian itu untuk membuat dirimu menjadi lebih baik dengan memantaskan diri seperti apa yang mereka anggap seperti apa dirimu itu.

*****

Besok insyaallah awal puasa, marilah bersama-sama berbenah diri dan menyambut bulan yang penuh Rahmat ini dengan beribadah kepada Allah. Semoga keberkahan menyertai kita. Serta bisa Istiqomah seterusnya.

Mohon maaf lahir dan batin.

Purwodadi, 2 April 2022