Isna Indriati

Isna Indriati, ingin terus belajar menulis agar bisa tinggalkan sedikit kenangan bagi yang tak mengenalnya....

Selengkapnya
Navigasi Web

BOLEHKAH AKU BERPOLIGAMI? (3)

Lanjutan

Perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki. Jika dalam hal berpoligami, istri tak boleh bersuara, itu salah. Bukankah salah satu syarat berpoligami itu mendapat ijin dan restu dari istri pertama? Jika tidak, bagaimana akan bisa dinamakan keluarga sakinah? Bagaimana seorang lelaki disebut mampu secara bathin jika menyakiti hati istrinya? Bukankah Nabi tidak mengijinkan Ali untuk berpoligami jika akan membuat Fatimah sakit hati, tidak ridha, tidak ikhlas, dan menimbulkan fitnah?

Namun, saat membaca artikel di halaman ini https://www.bharian.com.my/rencana/agama/2018/09/476315/suami-perlu-buktikan-kemampuan-sebelum-poligami, ada pengetahuan penting yang perlu disimak. Malaysia yang menerapkan hukum Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat menyerahkan perkara poligami kepada Mahkamah Syariah Negeri. Di Indonesia, mungkin Pengadilan Agama. Persetujuan istri adalah syarat kesekian kali. Syarat utama yang diberikan mahkamah ini adalah suami harus menunjukkan kemampuan untuk menafkahi istri-istrinya kelak. Jika dalam hidup segala pemenuhan kebutuhan dilakukan bersama, suami dan istri maka mahkamah tidak akan meluluskan permohonan. Meski ada jaminan pula bahwa istri kedua kelak yang akan menanggung biaya hidup suami, tetap tak ada ijin dikeluarkan. Karena kedua kondisi ini memberikan mudhlarat kepada istri pertama.

Jadi, jika memang seorang suami hendak meminang perempuan untuk dijadikan istri lagi, maka istri sah pertama berhak menyuarakan kesanggupan suami dalam memberi nafkah, lahir maupun batin. Jujur, aku sendiri pernah bersuara begini, “Yah, nek arep nikah maneh yo monggo lho.” Lalu, apa jawabnya, “Siji wae ora entek, malah ngentek-enteki kok arep nambah.” Ditambah dengan kondisiku yang beranak empat, tanggung jawab itu semakin besar. Maka, aku pernah menyampaikan kepada teman yang suka cemburu kepada suaminya, notabene juga pegawai. “Bukankah ATM sampean yang pegang? Kenapa harus bingung, semua gaji masuk situ kan. Inshaallah yang halal untuk kamu sekeluarga. Kirim Al fatihah setiap dia berangkat, inshaallah selamat dan sehat sampai waktunya pulang ke rumah.” Meski aku sendiri juga tak pernah memegang ATM suami, namun menurutku, saat istri ikut berperan mengelola keuangan rumah tangga, maka istri akan dapat mengendalikan suami. Pastinya kendali dalam hal positif. Bukan tujuan untuk membuatnya menjadi suami takut istri.

Jika menilik dari Al Quran Surah An Nisaa:34, perempuan seharusnya tidak membantah karena suami, laki-laki, adalah pemimpin baginya. Seperti dalam terjemahan berikut ini.

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Namun, ayat tersebut mewajibkan laki-laki untuk bersikap bijaksana dalam semua persoalan yang dihadapinya terutama yang terkait erat dengan keluarga.

Namun, dalam kondisi tertentu, perempuan dapat menolak kebijakan suami sebagai pemimpin yang salah dan tidak sesuai aturan (syariat), termasuk poligami. Perempuan berhak meminta klarifikasi alasan yang jelas sehingga muncul niat tersebut. Bukan untuk apa-apa. Setidaknya, istri dapat memperbaiki apa yang belum tepat sesuai aturan, bukan sesuai maunya suami saja. Dasar pernikahan awalnya bukan hanya suka sama suka aja to? Ada komitmen yang dibangun dan akan dicapai dalam sebuah keluarga. Prakyo ngono to?

Mengacu pada Hadits riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu’anhu berikut ini, perempuan juga memiliki tugas sebagi pemimpin dalam rumah tangga, namun bukan tanggung jawab utama untuk mencukupi nafkah. Perempuan sebagai istri dan ibu wajib mengurus rumahtangga, termasuk pada pendidikan anak-anak, tetapi tetap bersama dengan laki-laki sebagai suami dan ayah. Berikut Hadits lengkapnya:

Dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.

Segala permasalahan yang timbul dalam keluarga menjadi kewajiban suami istri untuk mencari solusi bersama. Saling mendengar dan menghargai pendapat masing-masing harus menjadi titik awal musyawarah keluarga. Kesepakatan yang dibuat menjad dasar untuk perbaikan segala kekurangan dan kesalahan yang ada baik karena kelalaian salah satu atau keduanya. Bukankah sebagai pasangan wajib menerima dan melengkapi kekurangan pasangannya dengan kelebihan yang dimiliki masing-masing? Dan bukankah segala ujian selalu ada jalan keluarnya? Jika pun berpoligami menjadi solusi salah satu masalah yang dihadapi, maka keridhaan dan kerelaan dari seorang istri menjadi jaminan kelangsungan hubungan yang harmonis.

Wallahua’alam bisshowab. (bersambung)

*mewakili curahan hati perempuan yang tak suaminya berpoligami.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sejuk sekali ...

16 Jan
Balas

Suwun mas Eko. Saya menampung berbagai pro dan kontra di sekitar.

16 Jan

Setuju Bund, dalam buku "Indahnya Poligami", sudah saya ungkapkan semua yang dilihat dari empat aspek, yaitu filosofis , sosiologis, historis dan yuridis. Sukses selalu dan barakallah

16 Jan
Balas

Alhamdulillah. Saya harus dapat buku itu segera Bunda. Biar yang lain ikut membacanya. Nuwun.

16 Jan



search

New Post