Kupatan
Akhirnya aku pulang kampung. Niat pulang kampung tidak hanya karena lebaran atau liburan. Sebagai orang perantauan, kesempatan pulang kampung tepat di hari raya Idul Fitri malah jarang saya dapatkan. Alasan utamanya lebih memilih berlebaran sendiri bersama suami dan anak-anak.
Pulang kampung lebih sering saya lakukan jika ada kegiatan. Aku selalu berusaha meluangkan 1 atau 2 hari untuk pulang ke rumah orang tua dan mertua. Namun, seringkali aku berangkat sendiri atau bersama anak yang kecil. Aku selalu menghibur diriku bahwa silaturahim tidak harus dilakukan di hari raya, karena semua hari adalah baik.
Adakalanya aku dan anak-anak berkumpul di rumah orang tua dan mertuaku saat lebaran karena sesuatu hal. Beberapa tahun belakangan ini aku dan anak-anak menghabiskan liburan dan hari raya di rumah akung utinya. Yang pertama aku mengajak si sulung observasi beberapa sekolah karena keinginan kuatnya untuk melanjutkan sekolah setingkat SMP di Jawa. Kali kedua, aku mengantar si sulung mengikuti tes masuk sekolah. Tahun ketiga ayahnya sendiri yang berkesempatan menjenguk si sulung sekalian berlebaran di kampung halaman. Aku tak pernah mempermasalahkan ketidakbersamaan keluarga di hari istimewa. Aku hanya ingin semua hari selalu istimewa. Kali ini akulah yang pulang kampung sekalian mengantar anak kembali masuk sekolah.
Kenapa harus diantar? Apa ga berani?
Sebenarnya bukan masalah keberanian, tapi ini menyangkut perasaan keibubapakan. Anak sekecil itu harus aku cemplungkan ke kawah candradimuka biar dia seperti gatutkaca. Aku atau ayahnya, bahkan akung uti atau om tantenya ikut menjenguk karena ingin memberi semangat kepada anak, keponakan, atau cucu sulung ini.
Bila memperhatikan perasaan, aku pun tak tega melepas anak kecil itu untuk sekolah yang jauh dari orang tua dan keluarga. Demi memberikan pengalaman terbaik dalam hidupnya, aku berharap semua orang akan mendukungku.
Pulang kampung kali ini aku berangkat bersama si sulung dan si bungsu. Kedatanganku bertepatan hari raya ketupat yaitu hari kedelapan bulan Syawal. Perjalanan dari Surabaya lancar dan aman. Mungkin sudah banyak yang ikut arus balik kemarin. Setelah masuk wilayah kecamatan kampungku, aku baru merasa jika laju bus mulai berkurang. Segera aku melongok ke depan meyakinkan bahwa tidak ada aral di jalan.
Ternyata kendaraan sudah mengular. Hari sudah siang dan jam menunjukkan pukul 13.20. Aku yakin jam tanganku sesuai dengan waktu di rumah maupun di kampung halaman. Bus yang aku tumpangi bergerak lambat. Sementara jarak ke rumah sekitar 3km lagi. Aku kembali menengok ke luar jendela bus. Lalu lintas masih padat. Ternyata semakin tahun semakin ramai. Bila dulu hari raya ketupat ini terpusat di kecamatan dan beberapa desa sekitarnya, sepertinya beberapa tahun ini meluas. Tentunya, pengunjunglah yang membuat suasana menjadi lebih ramai. akhirnya bus sampai di jembatan merah dekat rumah mertuaku. Alhamdulillah, meski jarak 3km harus ditempuh dalam waktu 20menit, aku dan anak-anak sampai dengan selamat. Setelah berucap terimakasih kepada pak sopir dan keneknya, aku turun pelan-pelan. Maklum aku sambil menggendong si bungsu yang berusia 15 bulan.
Aku dan anak-anak kemudian berjalan. Koper kecil yang aku bawa ditarik oleh si sulung. Aku menuntun si bungsu yang ceria. Jalan desa ke arah rumah mertuaku masih ramai. Mobil dan motor masih berarak pelan mengikuti arusnya. Jika dulu jam 12 siang jalanan mulai lengang, sekarang ini jam 2 masih ramai. Menyeberang di pertigaan jalan menuju rumah pun harus menunggu agak lama. Sepertinya mereka banyak yang bergegas pulang jadi kurang memperhatikan diriku yang akan menyeberang.
Anakku bungsu masih ceria dengan langkah kecilnya menuju rumah. Beberapa pengendara masih sempat memperhatikan kami yang berjalan dengan koper dan tas ransel. Mungkin aneh bagi mereka. Bawa koper kok jalan. Sengaja aku tidak mau dijemput seperti biasa. Aku ingin menikmati transportasi umum sekaligus memberi pengalaman kepada si sulung biar tidak "katrok" dan "gumunan" dengan perkembangan pesat di kota dan desa. Aku sendiri juga lumayan kaget. Bingung mencari pintu keluar ke arah bis antar kota saat di terminal Purabaya, Bungurasih. Terakhir aku mampir ke terminal ini bulan Oktober tahun lalu. Setelah masuk peron lurus saja sudah terlihat pintu keluarnya. Kali ini mataku tak menemukan jalan itu. "Katrok"nya aku tak tanggap melihat orang-orang berdiri di escalator ke lantai 2. Si sulung pun sudah mengingatkan jika mungkin jalannya di atas. Aku tetap berjalan dengan mata terbuka lebar ingin membuktikan bahwa pintu keluar yang dulu sudah tidak ada, dan ternyata benar. Akhirnya kami pun ikut arus orang-orang naik ke lantai 2.
Sesampai di rumah, Alhamdulillah semua menyambut kami dengan hangat. Seperti biasa, mereka mengelu-elukan si kecil meski baru 3 bulan yang lalu mereka "ngudang" cucunya itu. Kerabat yang lain pun sama. Kok seperti mimpi aja, rasanya baru pulang, ini sudah pulang lagi. Alhamdulillah bisa sering pulang kampung. Aku harus lebih bersyukur dengan si sulung belajar di Jawa aku dapat kesempatan untuk lebih sering pulang kampung.
Kali ini pun si sulung sempat bertemu teman sekolahnya waktu kelas 1 dan 2 MI. Meski dia paman muda dari anakku, karena seusia dengan si sulung maka sebutan paman berubah menjadi kakak, mas lazimnya. Si sulung akhirnya meminta bermalam di sana. Aku pun mengiyakan, membiarkan mereka berbagi cerita dan pengalaman.
Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Menjenguk anak sekaligus bersilaturahim dengan keluarga dan kerabat. Tetap pada pemahamanku bahwa mudik tak harus di hari raya. Semua hari adalah baik dan istimewa. Semua tergantung niat kita, akan mengisi hari-hari itu dengan hal yang bermanfaat.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
"Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Menjenguk anak sekaligus bersilaturahim dengan keluarga dan kerabat." Jurus cerdas keluarga dalam bersilaturahmi. Mantap bu, bisa ditiru ya.
Benar pak, selalu mencari kesempatan ganda agar bs dapat manfaat ganda pula..hehehe
Serunya mudik bersama.