Isna Indriati

Isna Indriati, ingin terus belajar menulis agar bisa tinggalkan sedikit kenangan bagi yang tak mengenalnya....

Selengkapnya
Navigasi Web
Panggang Kaluk

Panggang Kaluk

Siang itu aku berjalan menyusuri bantaran sungai. Riaknya memecah kesunyian. Pematang ini satu-satunya jalan pintas menuju rumahku. Bisanya aku naik setiap sepeda berangkat ke sekolah. Pagi itu hujan cukup deras turun sesaat sebelum aku berangkat. Aku pun naik angkutan umum. Pulangnya harus berjalan kaki. Jam 4 sore sudah tak ada lagi angkot yang lewat depan sekolahku. Pastinya, tak banyak penumpang lagi yang perlu angkot.

Untungnya, separo perjalanan aku ditemani Rani. Temanku sejak SD ini memang tiap hari jalan kaki. Aku masih lebih beruntung. Rani tinggal di lanting bersama nenek dan keluarga pamannya. Orang tuanya sudah meninggal sejak dia kecil. Perahu yang mereka gunakan untuk mencari nafkah hancur di serang buaya sungai. Keduanya terluka parah akibat gigitan buaya saat ada perahu lain tiba dan menolongnya. Karena jauhnya perjalanan ke rumah sakit di kota, akhirnya orang tuanya tak tertolong lagi.

Di rumah lanting itu, pamannya membuat keramba untuk memelihara ikan. Aliran air sungai sangat bagus untuk perkembangan ikan-ikan air tawarnya. Dua keramba kerapu menjadi andalan penghasilan keluarganya. Harganya yang mahal pantas untuk membayar keuletannya memelihara ikan ini. Untuk kebutuhan sehari-hari Rani lebih suka ikut memancing. Bila ia dapat banyak ikan sungai segar, keesokan harinya dia biasa membawa pepes sepat atau toman ke sekolah. Bahkan jika dia dapat haruan yang lumayan besar, neneknya yang akan mengolahnya. Beberapa guru di SMP kami banyak yang suka panggang kaluk khas neneknya.

Panggang kaluk ini sudah sangat langka di Pahandut ini. Daerah kami dipenuhi sungai dan ikan haruan, orang kenal ikan gabus, dapat berkembang dengan baik. Namun, pengolahan panggang kaluk ini cukup rumit bagi banyak orang. Menurut cerita Rani, neneknya terampil mengolah berbagai masakan dari ikan. Ikan haruan segar yang ada cukup dibersihkan isi perutnya, lalu dibilas hingga bersih. Setelah itu, neneknya membelah tubuh ikan itu di bagian punggung atau perutnya. Dengan hati-hati dia akan memasukkan bumbu ke dalamnya secara merata. Uniknya, setelah itu neneknya membengkokkan ikan ini kemudian menyatukan ekor dan kepala dengan menggunakan bilah bambu tipis.

Ikan yang melengkung atau membelok ini pun siap dipanggang di atas bara api. Jadilah haruan panggang kaluk. Sambal serai atau sambal teras mangga muda cocok untuk menyantap menu ikan bakar ini. Ibuku pun suka. Namun karena tak biasa mengolah sendiri, aku sering merayu ibu agar memberikan selembar dua puluh ribuan untuk memesan satu pada Rani. Jika ayahku suka menu ini, ibu bilang dia mau belajar masak panggang kaluk sendiri. Oiya, kata Rani ada juga yang memesan khusus pepes bakar jeroan haruan. Ah…kapan-kapan aku merayu ibu lagi buat pesan pepes jeroan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post