Isna Indriati

Isna Indriati, ingin terus belajar menulis agar bisa tinggalkan sedikit kenangan bagi yang tak mengenalnya....

Selengkapnya
Navigasi Web
REWANG

REWANG

"In, kapan lekmu mulih, Nduk?"

Tanyaku saat perempuan muda itu lewat. Aku tak salah lihat. Aku tak salah ingat, Iin namanya. "La kok ga semaur, lali to karo mbokmu?"

Iin kerap memanggilku "mbok". Panggilan akrab karena aku sering rewang di rumahnya. Rumah besar di pojok dusun, dekat masjid dan makam. Yasinan, nyambung tuwuh mau tanam padi sampai bangun masjid aku tak ketinggalan ikut bantu masak. Cari daun dan masak nasi sudah jadi bagian utama tugasku.

2 hari kemudian...

"Anakmu, Nduk? Kelas piro kuwi? "

"Nggih, Mbok. Sampun SMP kelas setunggal. Ngalahi ibune to gedhene."

"Ealah, yo layak wingi tak takoni ora semaur. Lha dudu awakmu." Aku juga ikut tertawa. Aku salah orang. Serupa tapi tak sama.

Rewangku kali ini, Gendukku punya gawe. Hari ini khitanan anak lanangnya. Tugasku masih sama. Berjibaku depan pawonan, ngukus iwel-iwel dan pelas lalu masak nasi gurih. Tak ada acara istimewa, cukup "brokohan". Ya, itu asalnya dari "barokahan", berkumpul bersama, bersyukur, dan berbagi rejeki. Niatnya agar semua yang dilakukan dengan niat baik selalu mendapat berkah dari Allah.

Khas syukuran ini ya makanannya. Apa saja? nasi gurih atau nasi uduk, ayam lodho, dan urap. Tapi yang ini sudah biasa. Yang tak biasa ya "iwel-iwel" dan "pelas". Iwel-iwel itu makanan yang trbuat dari tepung ketan dicampur kelapa parut lalu dikukus. Isinya gula merah. Tahu "mendut"? Ya mirip itulah. Bedanya, mendut cukup ambil santannya saja. Nah, "pelas" itu semacam geneman atau bothok yang terbuat dari kacang kedelai dan kelapa muda.

Kenapa dua makanan ini istimewa? Karena hanya di acara tertentu kita akan temukan makanan ini. Misalnya, syukuran tingkepan, kelahiran bayi dan pitonan, dengan tambahan menu "cabuk" berbahan dasar dari bekatul dan kelapa. Tahu bekatul? Dedak halus untuk makanan ternak itu lho. Gitu kok ya dimakan? Lha enak kok.

Ada satu lagi yang hanya ditemukan di "brokohan manten", yaitu "pripih". Apa itu? Tepung beras ditambah santan lalu digelintir dibentuk sedemikian rupa seperti pohon dengan dahan dan rantingnya. Ini enak juga? Ya iya lah. Kalau tak enak ya tak dibuat lah.

Rewang beginilah aku masih bisa belajar tradisi Jawa. Itulah cara bersyukur kepada Tuhan tanpa meninggalkan warisan nenek moyang.

Trenggalek, 20122018

Mbok Genuk

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wah, ceritanya seperti kembali ke maaa lalu bu ....

20 Dec
Balas

Dan kini masih ada jg di pedesaan bu...

20 Dec



search

New Post