Isna Indriati

Isna Indriati, ingin terus belajar menulis agar bisa tinggalkan sedikit kenangan bagi yang tak mengenalnya....

Selengkapnya
Navigasi Web
si prematur...(2)

si prematur...(2)

Bayi itu lahir belum cukup bulan. Bayi mungil dengan berat badan lahir rendah itu dibaringkan di dalam tabung inkubator. Ada beberapa selang menempel ditubuhnya. Selang infus menempel di kaki dan selang oksigen dihidung, dan selang makanan di mulutnya. Lampu dalam inkubator dinyalakan untuk membuatnya tetap hangat. Beberapa bayi di ruang sebelah yang sudah bersih dari selang, saat memungkinkan, akan dibawa keluar untuk berjemur, mendapatkan sinar matahari pagi.

Berapakah waktu yang diperlukan untuk berjuang agar segera sehat dan berada di pelukan ibu? Dokter dan perawat selalu menjawab dengan tegas bahwa semua bergantung pada perkembangan kondisinya. Setiap bayi memiliki ketahanan tubuh yang berbeda-beda.

Si ibu akan rela menunggu si prematur di ruang bayi. Namun, para perawat dan dokter menyarankan si ibu beristirahat di ruang pemulihan. Meskipun si ibu dapat merebahkan diri dan istirahat di ruang pemulihan, hatinya selalu ingin mendekap si kecil. Dia ingin memberi kehangatan kepada bayi dengan senandung kasihnya.

Seminggu berlalu dan si prematur itu masih tergolek lemas. Berat badannya turun. Lahir dengan BB 2 kg, setelah seminggu menjadi 1,8 kg. Sinar biru juga masih menyala, kata perawat sinar itu untuk menjaga bayi tetap hangat dan tidak kuning. Cairan infus yang tergantung di samping inkubator menetes pelan.

Si ibu masuk menyapa petugas dan langsung mendekati bayinya. Dia memegang tangan mungil anaknya dan berucap lirih. Dia menyampaikan bahwa mereka berdua akan terus berjuang agar selalu bersama-sama. Perawat mengajak si ibu untuk belajar memberikan asi melalui selang makanan, karena sudah waktunya minum. Asi perah disiapkan sesuai takaran, cukup 10 ml. Perawat mengambil tabung makanan bersih, seperti tabung pada injeksi, kemudian dipasangkan pada selang makanan. Perawat mengijinkan si ibu menuangkan asi ke dalam tabung dengan perlahan. Setiap dua jam setelah kesempatan pertama itu, perawat lain pun memperbolehkannya untuk datang lagi untuk merawat si prematur sendiri. Tentunya tetap dengan arahan tenaga medis yang bersiaga.

Beberapa hari berlalu dan kondisinya belum menunjukkan perkembangan yang maksimal. Suatu sore, setelah si ibu pulang membersihkan diri, dia kembali menemui buah hatinya. Seperti biasa, dia ijin ke petugas dan masuk ke ruangan. Hatinya berdegup kencang saat bayinya sudah pindah tempat. Dia melihat beberapa perawat sedang memberikan penanganan serius. Tertegun melihat bermacam alat yang ada di meja penanganan dan tersambung di tubuh bayinya. Wajahnya perlahan memucat. Seorang dari mereka memberitahunya bahwa bayinya sesak nafas dan membiru.

Disarankan untuk menunggu di luar, dia tetap bergeming. Matanya tajam memperhatikan bayinya. Seorang perawat memasukkan selang ke mulut bayi, dan itu beda dengan selang makanan. Tak berapa lama terdengar suara mesin menyedot sesuatu dari dalam tubuh bayinya. Pikiran dan perasaannya berkecamuk tidak karuan. Ada cairan bening kental entah dari mana dia juga tidak tahu. Dia melihat bayinya seperti ingin berteriak namun tak ada suara yang keluar. Dia pasrah. Meskipun demikian jauh dalam hatinya dia berdoa memohon diberikan kesempatan untuk tetap bersama bayinya.

Setelah beberapa saat tangisan pecah. Wajah tegang si ibu mulai memudar. Seorang perawat memberi isyarat agar dia mendekat. Dia menyimak penjelasan perawat bahwa masih ada lendir yang menutup saluran pernafasan si bayi. Kemungkinan ada sisa air ketuban di saluran tersebut. Saat itu perawat sudah menyedotnya. Jika belum bersih bisa mengganggu pernapasan. Bayi pun membiru lagi, karena oksigen tidak bisa masuk. Para perawat itu tetap menyemangatinya bahwa semua akan baik-baik saja. Mereka akan berusaha maksimal. Si ibu pun tetap diberikan waktu untuk berkunjung dan merawat bayinya.

Kejadian yang sama terulang pada hari berikutnya. Analisis perawat itu benar. Lendir yang menutup saluran pernapasan masih ada. Alat penyedot yang sama pun disiapkan untuk bayi mungil itu. Kali itu, si ibu lebih tenang. Dia memahami kondisi bayinya. Perawat pun tetap mengijinkannya berada di dalam mendampingi bayinya. Semua berjalan lancar, dan dia mulai terbiasa dengan keadaan darurat.

Sesaat setelah itu, selang infus di tangan tidak berfungsi dan harus dipindahkan. Perawat meminta ijin untuk memindahkan ke kepala. Si ibu pun mengiyakan, demi yang terbaik bagi bayinya. Rambut tipis di kepala bagian depan pun dicukur habis. Jarum infus disiapkan. Perawat mulai mencari vena di kepala. Mereka perlu waktu yang cukup lama karena pembuluh darahnya kecil dan kurang jelas. Tangisan nyaring bayinya membuatnya untuk tetap tegar.

Setelah dua minggu berlalu, selang infus dan oksigen dilepas. Dokter belum mengijinkan si ibu membawa bayi prematurnya pulang.

Si bayi perlu belajar menyusu lagi. Selang makanan diganti yang baru. Perawat memasukkan selang makanan lewat hidung dan tersambung ke lambung. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kira-kira rasanya benda itu dimasukkan ke saluran pencernaan kita. Selang yang terpasang di mulut digantikan selang sejenis melalui hidung karena diharapkan bayi belajar mengisap ASI langsung di badan si ibu.

Perjuangan si ibu dan bayinya belum selesai.

. . .

tobe continued

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Perjuangan yang luar biasa.

17 May
Balas



search

New Post