Ada sentilan segar di telingaku "bagaimana anak bisa belajar jika tak ada buku?"

Aku tersenyum saja. Anak-anak kita sangat aktif. Mereka punya banyak inisiatif. Dari mereka pun kita bisa belajar dan berinovasi.

Ini pun terjadi di kelasku. Modul untuk kelas sembilan masih dalam proses editing. Aku tak mau terburu-buru untuk menggandakannya. Aku pun tak melarang anak-anak membeli buku apapun yang mereka suka, dari penerbit manapun. Intinya, selama mereka bersemangat, sumber belajar dapat kita peroleh dari mana saja.

Pertemuan pertama, aku mengajak mereka bermain. Guessing game itu membuat mereka antusias. Hanya dengan menebak dari petunjuk yang diberikan, mereka bisa menggali kosakata yang terpendam aelama liburan.

Free writing di minggu berikutnya pun tidak membuat mereka bosan. Kenapa? Karena aku tak membatasi subjek yang bisa mereka kembangkan.

Masih berlanjut dengan free writing. Tapi kali ini aku mengajak mereka bercerita tentang idola mereka. Pahlawan, orang tua, penulis, hafiz, bahkan penyanyi dan artis atau orang di sekitar bisa menjadi pilihan mereka.

Berbeda itu asyik. Aku jadi tahu beberapa idola anak-anak. Ada yang dari Korea. Ada juga India. Atlit, pemain sepakbola hingga penemu pun ada. Dari tulisan mereka saya mengajak mereka berbagi informasi. Dengan mengetahui dan mengenal orang lain kita belajar hal-hal positif yang bisa ditularkan kepada generasi selanjutnya. Melalui tulisan itu pula saya mengingatkan bahwa setiap orang punya sejarah.

Senang.

Tanpa buku pun mereka tetap belajar. Pengalaman, pengetahuan, dan minat mereka adalah sumber belajar yang otentik. Alam telah menyediakan segalanya. Semua kembali pada diri kita bagaimana bisa mengolahnya.

Pesan pribadi untuk diriku: jangan pernah lelah untuk belajar.