Isna Indriati

Isna Indriati, ingin terus belajar menulis agar bisa tinggalkan sedikit kenangan bagi yang tak mengenalnya....

Selengkapnya
Navigasi Web
Tentang Seorang Teman

Tentang Seorang Teman

Ini kisah dari seorang teman.

Baru kemarin kami bersama-sama menyelenggarakan pelepasan anak-anak kelas IX. Baru krmarin saya melihat dia begitu ceria ikut menari saat teman lain menyumbangkan lagu Nirmala. Pagi tadi, duka sedang mengunjunginya. Suaminya meninggal dunia. Tak ada kata yang pantas terucap selain IInnalillahiwainnailaihiroji'un.

Beberapa minggu yang lalu, dalam perjalanan pulang dia bercerita tentang sakit suaminya. Panas badan yang tak kunjung sembuh menjadi dilema. Keputusannya membawa suaminya ke Jawa juga dengab beberapa pertimbangan. Keinginan utamanya adalah mendapat pemeriksaan lebih lengkap dan perawatan intensif. Namun, dia pun tak bisa mendampingi suaminya selama proses pengobatan tersebut. anak-anaknya masih aktif sekolah dan dia juga tak bisa meninggalkan sekolah terlalu lama. Akhirnya, keluargalah yang menemani suaminya.

Saya termasuk orang yang tak suka bicara. Bicara dengan dia pun jika ada kesempatan mengantarkannya pulang. Maklum dia masih trauma naik motor. Jadi kemanapun pergi dia mengandalkan naik angkutan umum atau diantarkan oleh suami dan teman. Setelah beberapa lama tidak mengantarkannya pulang, sempat dia bilang kalau suaminya masuk rumah sakit lagi. Saat itu kami tak banyak bicara, karena disibukkan dengan urusan melengkapi berkas administrasi guru. Setelah itupun kami tak pernah berbincang tentang suaminya. Hingga saat bertemu terakhir sebelum berduka saya juga kebetulan naik motor. Kebetulan juga dia tidak membawa helm. Saya pun tak bisa mengantarkannya pulang. Saya berpikir kenapa hari itu tidak ada keberanian untuk melanggar peraturan.

Di antara sibuknya mengurus persiapan pelepasan kelas IX, dia juga membimbing anak-anak persiapan lomba Matematika. Kesibukan yang tak berhenti itu ditambah pula dengan pembicaraan tentang rapor. Kata-katanya yang saya ingat, "saya tidak bisa mikir rapor sebelum acara ini selesai". Dia berusaha untuk menyelesaikan tugasnya sebagai ketua panitia.

Ternyata cerita dari teman lain, dia ingin segera pulang ke Jawa, suaminya menanyakan anak perempuannya. Teman sudah menyarankan untuk segera berangkat. Biarlah urusan di sekolah dilimpahkan ke teman-teman. Namun, dia tetap menolak. Dia mau menyelesaikan tugasnya dulu. Sayang juga kalau harus absen terlalu lama katanya. Rapor guru akan dinilai dari kehadiran berdasarkan finger print. Ini pula yang menjadi pertimbangannya untuk menunda keberangkatannya.

Banyak teman menyesalkannya. Nasi sudah menjadi bubur. Dia pasti mempunyai alasan atas segala tindakannya. Teman yang sekedar teman saperti saya pun tidak bisa berbuat apa-apa, karena tidak pernah mendengar berita tentang kondisi kritis suaminya. Mungkin, saya hanya bisa bantu menyelesaikan tugas merekap nilai rapor. Itupun kalau saya bisa akses data-data yang diperlukan sambil menunggu instruksi atasan.

Banyak hikmah dari kejadian seorang teman ini. Keluarga tetaplah menjadi prioritas utama. Seberapa besar tanggung jawab yang diberikan kepada kita di institusi atau di kantor, koordinasi yang baik dengan anggota adalah kunci utamanya. Ketua tidak mempunyai tugas untuk mengerjakan dan menyelesaikan semua hal yang terkait dengan kegiatan yang dikelolanya. Ketua wajib mengatur, mengkoordinasikan, dan membagi tugas kepada anggota serta memantau hasilnya.

Selain itu, belajar untuk memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada teman yang kita yakini mampu untuk melakukan sesuatu adalah hal yang sangat penting. Sikap ini menunjukkan pengakuan kita bahwa setiap orang mampu melakukan tugaa berat, hanya perlu kepercayaan dan kesempatan.

Saya mengambil hikmah dengan membayangkan jika saya berada di posisinya. Saya pun akan bingung menentukan mana yang harus saya dahulukan. Saya pun harus belajar untuk mendengar kata teman, dengan selalu berhuznudzon. Bagaimanapun kita menilai seorang teman, saya belajar menjadi pendengar yang baik. Saya mendengarkan keluh kesah, cerita, hingga nasehatnya. Ini hal yang luar biasa yang tidak bisa dilakukan setiap orang. Mendengarkan memerlukan kesabaran, dan saya belajar banyak dari ini. Saya belajar banyak untuk menahan diri agar selalu memberikan keaempatan kepada mereka yang curhat meski saya sendiri belum tentu mendapat kesempatan yang sama dari seorang teman lainnya. Namun saya harus belajar untuk tidak berharap banyak tentang berbagi. Saya lebih senang saya bisa menghibur diri sendiri dengan kesibukan.

Kejadian ini pun mengingatkan saya bahwa saya bukan robot yang punya hati, tidak harus selalu tutup telinga ketika sibuk bekerja. Saya harus bekerja mengikuti peraturan yang berlaku di instansi. Namun, hati harus selalu peka. Di antara keluarga kita di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, kita harus bisa memberikan prioritas, terutama jika ada yang bersifat darurat.

Idealisme kita kadang harus berkompromi dengan keadaan dan realitas. Pikiran kita harus selaras dengan hati. Duniawi tentu lebih bermakna jika kita membangunnya bersama ukhrawi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post