Isna Indriati

Isna Indriati, ingin terus belajar menulis agar bisa tinggalkan sedikit kenangan bagi yang tak mengenalnya....

Selengkapnya
Navigasi Web
Terimalah Persembahanku

Terimalah Persembahanku

Pagi itu, Jumat 18 Agustus 2017, anak buahku kelas IX 1 mempersembahkan drama singkat di depan teman-temannya di halaman sekolah. Dalam drama itu ada sedikit ideku. Apakah itu? Aku mengajaknya untuk melihat ciri khas guru-guru yang mengajar mereka. Ternyata banyak guru yang memiliki keunikan masing-masing yang memberi motivasi siswa untuk giat belajar.

"Muanteepp" ucap seorang bapak dengan cengkok khasnya sambil menunjukkan jempolnya. "Hewan pa tumbuhan?" nada yang tinggi dari seorang guru sepuh di madrasah ini sangat berpengaruh kepada siswa untuk benar-benar memahami jati diri sebagai manusia yang punya akal budi dan hati. Tentunya kata-kata keras itu seharusnya tidak disalahartikan. Itu karakter. Karena karakter itulah aku bisa setegar sekarang. Kata-kata yang terucap dengan nada tinggi tersebut bukanlah salah satu punishment, tapi lebih sebagai cambuk mereka untuk giat belajar. "Ya sayang", "Nah ini", dan masih banyak lagi ikon yang dilekatkan pada beberapa guru.

Gaya berjalan, bicara dan logat mereka, bahkan cara mengajar mereka memberikan ketertarikan tersendiri kepada siswa. Mereka senang bertahan di kelas mengikuti pelajaran dengan atensi besarnya karena karakter masing-masing guru.

Aku pun sama seperti mereka, dulu. Aku sangat kagum tapi takut dengan guru olahragaku. "Bawa nyiru dari rumah jika tak bisa menangkap bola," gertaknya saat aku tak bisa mengembalikan bola saat latihan voli. "Merangkak di bawah kursi," perintah guruku Fisika kepadai mereka yang tidak mengerjakan PR. Sindiran dan hukuman itulah yang membuat aku dan teman lebih giat. Belum lagi saat ada penghapus atau kapur melayang jika ada yang mengantuk, atau penggaris yang dipukulkan di papan atau di meja. "Slulup," bentak pak Sigit kepada temanku yang mengantuk agar segera pergi cuci muka, bila perlu mencelupkan wajah ke bak mandi.

Semua itu bukanlah hukuman, bukan pula kriminal. Semua itu adalah cambuk agar aku dan teman-teman lebih baik. Semua itu menjadi kenangan. Tanpa kedisiplinan yang mereka terapkan, mungkin aku tak sebaik sekarang.

Sekarang, banyak hal yang tidak bisa guru terapkan dengan maksimal karena beberapa benturan. HAM dan Zona Ramah Anak adalah beberapa di antaranya. Anak sekarang hebat. Ada beberapa yang pintar memutar balik fakta. "Tak mengerjakan PR push up 20x" yang hanya kata-kata, bisa jadi bumerang untuk membalas sakit hati kepada guru yang tak disukainya. Bagiku biasa. Sebagian orang juga sama. Tapi ada banyak yang tak mudah menerima. Let's think positively.

Bagaimana dengan orang tua? Aku juga orang tua. Aku menyerahkan tugas mengajar dan mendidik anak sepenuhnya kepada guru jika anakku berada di sekolah. Jika ada hal yang kurang berkenan di hatiku, aku mengklarifikasi lebih dulu kepada anak-anakku, bukan menyerang gurunya. Bukankah aku tahu, anak-anak dalam satu kelas itu banyak, sekitar 30 bisa lebih. Apakah aku tidak sabar jika ada anak yang mengganggu temannya? Sementara di rumah saja, jika anakku bertiga beradu mulut aku juga kadang memarahinya bila sekali dua kali ditegur tak dihiraukannya.

Guru juga orang tua. Mari selalu bekerja sama.

GURUKU

Aku tak tahu rupa pahlawanku

Aku tak mengenal mereka seperti aku mengenalmu

Aku tak tahu jasa mereka seperti aku paham budi baikmu

Kau kisahkan banyak cerita tentang mereka

Kau beberkan tentang perjuangan, penderitaan, serta suka duka mereka

Aku tahu darah itu merah

Aku tahu luka itu sakit

Tapi kau paksa aku untuk ikut merasa sakitnya mereka

Ditembak

Ditombak

Dipukul

Ditendang

Ditonjok

Bahkan dibohongi penjajah

Kau ajari aku pedihnya dilupakan

Kau tunjukkan padaku indahnya persaudaraan.

Guruku,

Aku tak kenal Diponegoro

Aku tak kenal Sudirman, Bung Karno, juga Bung Hatta

Sungguh, karena aku belum dilahirkan

Aku hanya mengenalmu

Aku hanya tahu gayamu, sadismu, gertakanmu, juga lucumu,

Kau selalu ingatkan aku

bahwa semangat itu tak boleh padam

bahwa jiwa jiwa itu tak boleh kering kerontang

bahwa nyali itu harus tetap menyala

di hati putra putri Indonesia.

Guruku,

Aku tak tahu cara pegang senjata

Aku tak lihai bermain pedang

Aku tak biasa melihat perang.

Tapi,

Kau buat aku tahu

Bahwa aku punya pena

Setajam pikiran

Dengan itu aku bisa berjuang

Sumbangkan sedikit ilmu untuk masa depan.

Guruku,

Tanpa cambukmu aku tak sekuat batu karang

Tanpa dukunganmu aku tak sehebat sekarang

Tanpa doamu aku bagai daun kering melayang.

Belajar#artimerdeka#

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Beneran belajar arti merdeka ya bu. Top

18 Aug
Balas

Iya pak. Merdeka mengekspresikan Penghargaan sederhana untuk guru-guru tercinta

18 Aug



search

New Post