Istiqomah

Saya Widyaiswara di PPPPTK PKn dan IPS Malang. Menulis dan mengedit adalah pekerjaan yang saya sukai. Dari hobi bisa jadi sumber penghasilan dan meningkatkan ko...

Selengkapnya
Navigasi Web

DASTER

DDaster

Yo benar. Yang tersampir di jemuran itu bukan gombal. Catet, bukan gombal. Itu adalah dress code kebanggaan dan kebesaran emak-emak. Namanya daster.

Tak perlu mikir harus disetrika. Tak perlu mikir kesesuaian dengan body. Dress code iki memberi kenyamanan tingkat dewa bagi ibu-ibu saat terjun ke medan juang.

Dress code inilah yang saya pakai hampir 2 minggu WFH ini. Satu dress spesial dipakai paku sampe siang. Usai bercumu dengan segala bumbu dan berperang dengan segala kuman di lantai hingga di pakaian, dress code perta pun harus kuganti.

Begitulah, tercatat dalam 24 jam setidaknya butuh 3 dress code kebanggaan.

Di saat inilah akhirnya saya tersadar. Betapa terbatasnya logistik PDL (pakaian dinas harian)-ku yang satu ini. Dalam tiga hari cukup sudah semua koleksiku mendapat giliran. Dari 9 potong itu, yang paling tua adalah daster batik ungu.

Daster tertua ini saya beli tahun 2012 (hahahaha). Kubeli di Batik Pak Soleh, kalau gak salah. Sebuah pabrik batik di Tuban. Saat itu saya membelinya usai mengisi kegiatan peningkatan kompetensi guru SD dengan dana CSR dari Semen Tuban. Saya menjadi narasumber dalam kegiatan itu bersama Pak Joni Setiawan.

Daster ungu itu saya beli dengan harga Rp90.000.00. Harga yang lumayan juga untuk selembar daster di masa itu. Saat itu, saya lagi keranjingan batik sutra. Jadi, di samping beli daster saya juga beli sepotong batik sutra seharga hampir Rp800.000.00.

Dahsyatnya, baik daster maupun sutranya, masih sama-sama bagus dan layak pakai. Bahkan, daster itu menjadi daster favorit saya. Sssst, jangan rame-rame, saat nulis ini pun saya sedang pakai di dia. :)

Ada lagi satu dasre pink saya. Tipiiis. Kainnya nyaris kayak saringan. Saya membelinya saat berkegiatan di sebuah hotel bintang 4 di Jakarta. Sore usai registrasi, saat buka koper, saya tersadar ada yang ketinggalan. Ya. Dress code wajibku ketinggalan.

Bagi orang yang taat memakai PDL spesial ini, terlalu berat tidur tanpanya. Bisa-bisa kelincahan saya di dunia nyata bakal terkekang. Ini tidak boleh terjadi! Bahaya. Karena nya, saya memaksa Mbak Indah Patmawati untuk berburu daster di supermarket terdekat.

Alhamdulillah, dapet. Warnanya cantik (pas baru siiiih). Harganya? Fantastis sekali! Cuma Rp45.000.00, meeen! Daster yang setipis saringan santan ini lumayan sukses mengantarku menikmati dunia mimpi. Alhamdulillah.

Sejatinya, saya nggak mau lanjut lagi ah cerita soal harga daster. Jadi sedih. Apa pasal? Saya terakhir beli daster pada bulan November tahun lalu di Solo, usai ngisi kegiatan di sana.

Saya membeli 2 biji. Itu saja. Tanpa gamis atau potongan kain.

Tentu saja saya pilih yang style-nya keren. Meski emak-emak, dasternya harusmodis dan girly.

Untung tak dapat diraih, ternyata. Sampai rumah, anak perempuan saya tanya tentang oleh-oleh.

"Umi beli apa?"

"Cuma beli daster. Kamu kan nggak suka batik, apalagi daster, ya sudah umi cuma beli buat umi."

Sejak dia berangkat remaja, saya makin kesulitan menebak selera berbusananya. Terakhir saya membelikan baju untuknya sekitar setahun lalu. Saya diprotes. Modelnya emak-emak banget. Apalagi kalau ditawari daster, pasti wajah asemnya langsung muncul.

"Umi ini. Masak aku disuruh pakai daster. Kayak emak-emak."

"Mi, dasternya buat aku ya,' kata anak gadis ku mengagetkanku.

"Lha?? Sejak kapan kamu mau pakai daster? Gak salah?" tanyaku keheranan.

"Ya sejak dikasih Bu Dhe."

Olala. Saya jadi ingat beberapa kali dia pakai daster batik, ungu juga. Daster itu oleh-oleh Bu Dhenya dari Bali.

Yaaaa, akhirnya, saya pun terpaksa merelakan dua daster terbaru itu. Padahal, ya Tuhaaan, keduanya adalah daster termahal yang pernah saya beli. Satunya sehargaRo140.000.00.

Sih, Malang bener nasib saya ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

CoooooolllllBanget ceritanya...Emang bunda satu ni...Tak pernah gersang dengan ide

02 Apr
Balas

He...he. seru bun

30 Mar
Balas

Hihi ...betul bu selama libur ini di setrikaan hanya baju tidur aja semua saya sama anak anak ..biasanya banyak baju seragam tapi sekarang malah hanya itu saja yang disetrikaan ....

04 Apr
Balas

Sabar bun, ntar beli lagi dasternya kl pasar dah buka kembali he he..

29 Mar
Balas

He he....warisan daster bun (daster turun temurun) ada kali ya

24 Apr
Balas

Mantap, dasternya bu. Masih adakah untuk saya, biar saya jg berdaster ria kayak ibu. Hee..hee.Terimakasih ilmunya, bu. ceritanya mengalir indah. Semoga saya bisa menulis seperti ibu. salam literasi bu.

29 Mar
Balas

Baju wajib itu bu saat sedang di rumah, luar biasa nyamannya, tak ada yang menandingi.

30 Mar
Balas

Masya Allah asyik nian menyimak cerita tentang daster ibu. Sampe lupa aku punya daster berapa ya. Sepertinya cuma 2 lembar. Karena diriku tak begitu suka memakai kostum kebangsaan emak-emak ini. Sukses, sehat n sehat selalu mom. Barokallah.

29 Mar
Balas

Daster......? ha ha nano-nano bapak2 bacanya buk, kereeen :)

29 Mar
Balas

Baju kebesaran .. Favoritku

30 Mar
Balas



search

New Post