Istiqomah

Saya Widyaiswara di PPPPTK PKn dan IPS Malang. Menulis dan mengedit adalah pekerjaan yang saya sukai. Dari hobi bisa jadi sumber penghasilan dan meningkatkan ko...

Selengkapnya
Navigasi Web

Dua Kebahagiaan (a part of Janda Tanpa Kembang

Dan kini, Johan benar-benar datang untuk menebus janjinya. Janji untuk tak membiarkan Yulia tak bahagia. Benar Yulia kini berurai air mata, tetapi bukan karena Hamdan tak mampu membahagiakannya. Allah ternyata lebih mencintai hamdan. Allah menjemput pulang Hamdan saat ia sedang memilih kambing untuk aqiqah anaknya.

Hanya beberapa jam saja Johan di rumah Yulia. Sorenya ia langsung pulang. Pulang dengan mengantongi nomor HP Yulia dan segenggam janji pada Yulia.

“Yul, bila kamu sudah siap, aku akan mengambil lagi tempatku di hatimu,” katanya sambil menggenggam tangan Yulia saat berpamitan.

Yulia hanya mampu menatap Johan dengan tatapan hampa. Ia tak tahu harus menjawab apa. Baginya kini yang ada adalah kehampaan. Kedatangan Johan hari ini tidak membuatnya mampu melupakan kesedihannya. Meski dulu Johan pernah menjadi sosok yang dimimpikannya, mereka tak pernah jadian. Tak pernah ada pengakuan dari keduanya tentang perasaan-perasaan indah itu. Tak pernah ada kata cinta di antara keduanya. Lalu bagaimana Yulia berhak merasa patah hati hanya karena ayahnya menjodohkannya dengan Hamdan.

Memang butuh waktu hampir setengah tahun bagi Yulia untuk mencintai Hamdan. Sosok lelaki sederhana lulusan SMA. Lelaki peternak sapi yang hidupnya hanya diisi dengan bekerja dan berkumpul dengan keluarganya. Lelaki yang tak pernah sekali pun mengucap kata-kata romantis buat Yulia. Sering Yulia diam-diam berharap Hamdan akan merayunya atau berkata-kata lembut. Namun, semua keinginan itu harus ia pendam diam-diam dalam hatinya. Hamdan adalah Hamdan yang tak bisa berkata dan bersikap romantis sampai-sampai Yulia tak dapat mengukur kedalaman hati Hamdan. Apakah suaminya itu mencintainya ataukah sama seperti dirinya: menikah hanya demi mematuhi kehendak orang tua.

Hingga suatu malam, saat Yulia tiba-tiba mengeluh sakit perut dan pingsan. Beberapa minggu terakhir Yulia memang mengeluh sering sakit perut. Nafsu makannya berkurang. Ia juga merasa lemah.

“Mungkin darah rendahku kambuh lagi,” pikir Yulia saat itu.

Seperti umumnya orang desa, Yulia mencoba meningkatkan tekanan darahnya dengan banyak mengonsumsi sayur daun pepaya. Sayangnya, usahanya sia-sia. Jangankan makan sayur daun pepaya, mencium aroma uap nasi saja ia muntah. Ia pun menjadi uring-uringan. Ia juga minta pembantunya menggorengkan ati ayam. Hasilnya sama saja. Baru melihat gorengan hati ayam, ia sudah muntah dan malah jadi marah-marah.

Yulia ingin dimanja Hamdan. Yulia berharap Hamdan memberinya perhatian lebih, setidaknya bertanya apa yang ia rasakan. Yulia ingin Hamdan memijat lembut punggungnya saat rasa mual begitu kuat menyerangnya. Namun, semuanya hanya khayalan. Harapan yang sulit jadi kenyataan. Hamdan tetaplah Hamdan. Suami yang hanya tahu pergi ke kandang sapi, pulang sore hari untuk makan dan istirahat.

Seringkali, saat Hamdan tertidur lelap usai menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami, Yulia diam-diam terisak. Batinnya menjerit. Adakah Hamdan pun melakukan semua itu hanya demi memenuhi kewajibannya sebagai seorang suami? Entah, berapa banyak air mata yang diam-diam mengalir di tengah malam. Ingin sekali Yulia mengadu pada ibunya. Dengan alasan apa? Hamdan tidak berlaku kasar padanya. Tidak berselingkuh, juga tetap menafkahinya lahir dan batin.

“Apakah seperti ini juga cinta Ibu dan Bapak? Senyap,” keluh Yulia.

Allah punya rencana lain. Malam itu, Ketika akhirnya Yulia jatuh pingsan, Hamdan dengan cemas membawa Yulia ke rumah sakit di ibukota kabupaten. Sesungguhnya, saat Hamdan membopongnya masuk ke mobil, Yulia sudah siuman. Namun, diam-diam ia menikmati kehangatan pelukan Hamdan. Ia merasa nyaman digendong seperti itu. Jadi, ia tetap berpura-pura memejamkan matanya.

“Dik … Dik, sadarlah. Kita ke rumah sakit sekarang,” ucap hamdan sambil menepuk-nepuk pipi Yulia. Tangannya gemetar. Suaranya gemetar. Kecemasan itu sangat kentara dari suaranya. Entahlah, melihat suaminya seperti itu, Yulia malah merasa bahagia. Ia senang suaminya mencemaskannya.

Begitu mendudukkan Yulia di jok depan, ia menepuk-nepuk pipi Yulia lagi. “Ya Allah … tolonglah istriku. Ya Allah,” bisik Hamdan. “Dik … Dik, sadarlah.” Ia mengusapkan minyak angin pada tisu dan meletakkannya di depan lubang hidung Yulia.

Yulia tak tega melihat kecemasan suaminya. Cukup sudah baginya menemukan bukti betapa Hamdan mencemaskannya. Sedikit bukti bahwa Hamdan mencintainya.

“Mas … kita mau kemana?” tanya Yulia lemah. Ia pura-pura bingung mendapati dirinya sudah berada di mobil

“Alhamdulillah, Dik. kamu sudah sadar. Kita ke rumah sakit. Kamu baru saja pingsan,” jawab Hamdan masih dengan suara cemas.

Kali ini, tanpa ragu, ia mengelus dahi Yulia. Lalu, tangan kanannya meraih sebotol air mineral dari jok tengah.

“Minumlah agar tubuhmu kuat. Kamu harus tetap sadar sampai rumah sakit,” kata Hamdan.

Dengan tersenyum Yulia menerima air mineral itu lalu meneguknya hingga hampir setengahnya pindah ke kerongkongannya. Luar biasa. Padahal biasanya, baru beberapa teguk saja, ia sudah mual dan muntah.

“Sekarang istirahatlah. Kalau bisa, tidurlah,” kata Hamdan lagi.

Yulia mengangguk lemah. Hamdan menggenggam tangan kanannya dengan erat. Seolah tak ingin kehilangan Yulia. Di antara rasa lemah dan pusing yang ia rasakan, ada perasaan hangat yang mengalir di dadanya. Ke seluruh tubuhnya. Tiba-tiba Yulia merasa kuat. Membawanya pada perasaan damai. Ia pun tertidur.

Malam itu, atas saran dokter jaga, Yulia menjalani rawat inap. Ia harus cek laboratorium untuk mengetahui penyakit yang dideritanya. Semalaman pula ia merasakan kasih sayang Hamdan yang sesungguhnya. Ia tahu, semalaman Hamdan gelisah dan baru tertidur menjelang subuh. Hamdan tertidur sambil duduk di samping ranjangnya.

Dokter yang merawat Yulia datang sambil membawa hasil lab.

“Jadi, istri saya sakit apa, Dok?” tanya Hamdan begitu dokter selesai memeriksa Yulia.

“Ibu tidak sakit apa-apa. Malahan, Bapak harus syukuran ini,” jawab sang dokter sambil tersenyum.

Hamdan kebingungan. Yulia apalagi.

“Maksud Dokter?” tanya Hamdan dan Yulia hampr bersamaan.

“Selamat, Bapak dan Ibu akan segera menjadi orang tua. Bu Yulia sudah mengandung 6 minggu,” kata dokter sambil menyalami Hamdan.

Hamdan terpana untuk beberapa saat. Setelah dokter itu melepaskan jabatan tangannya, ia pun memeluk Yulia.

“Terima kasih, Dik. Terima kasih telah bersedia menjadi ibu untuk anakku, anak-anak kita kelak,” bisiknya sambil mencium Yulia.

Yulia hanya mampu meneteskan air mata bahagia. Hari itu, ia mendapatkan dua kebahagiaan sekaligus. Cinta Hamdan dan kehadiran janin dalam rahimnya. Buah cinta kasihnya dengan Hamdan. Benar, buah cinta kasih. Bukan hasil menunaikan kewajiban.

Yulia mengelus rambut Hamdan dengan lembut.

“Terima kasih, Mas.”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren. Cinta Hamdan tak perlu diucapkan ya, Bunda.

10 Jul
Balas

Kereeen, Bunda Ist. Ditunggu kelanjutannya. Sukses selalu, Bunda. Salam literasi!

11 Jul
Balas

Ditunggu lanjutannya.bunda

10 Jul
Balas

Cerita selanjutnya, Yulia harus tetap bertahan dengan cinta Hamdan.Sekalipun godaan Johan menerpa Yulia. Ia harus kuat, tak harus cinta masa lalu harus kembali. Representasi seorang Hamdan bisa dengan menyayangi anaknya kelak.

10 Jul
Balas

Cerita selanjutnya, Yulia harus tetap bertahan dengan cinta Hamdan.Sekalipun godaan Johan menerpa Yulia. Ia harus kuat, tak harus cinta masa lalu harus kembali. Representasi seorang Hamdan bisa dengan menyayangi anaknya kelak.

10 Jul
Balas

So sweet. Ditunggu kelanjutannya bunda.

10 Jul
Balas

So sweet. Keren bunda

09 Jul
Balas

Keren Bu is. Ternyata rasa cemas bagian dari cinta yang tak perlu diungkapkan. Sehat selalu Bu is

10 Jul
Balas

Keren bunda, ditunggu lanjutannya

09 Jul
Balas

Jadi terobati. Rindu membacanya.Semoga sehat selalu, Bund

09 Jul

Terhanyut. tulisan bunda begitu renyah, sehingga enak membacanya.. Bagi resepnya, bunda.., sudah berusaha menulus namun tidak seindah tulisan bunda isti ini.... Salam

09 Jul
Balas

Wow, begitukah Bunda? Hebat sekali, detail dan mengalir indah. Ingin terus membaca lanjutannya. Semoga selalu sehat dan sukses.

10 Jul
Balas

Indah sekali ceritanya Bu...Ditunggu kelanjutannya. Salam..

09 Jul
Balas

Keren bun....bahasanya enak banget

17 Oct
Balas

Keren Bunda. Sabar menunggu lanjutannya. Asyik.

09 Jul
Balas

Keren bu ceritanya

09 Jul
Balas

sederhana tidak suka mengumbar kata kata...

11 Jul
Balas

Terhanyut sampai pantai selatan...

10 Jul
Balas

Sweet bu, penasaran sama kelanjutannya ibu.. Ditunggu kelanjutan nya bu :))

09 Jul
Balas

Pinsan lagi lah besok ! Biar bisa merasakan kasih sayang hamdan lagi. Ceritanya keren bun. Fascinating and amazing.

10 Jul
Balas

Keren Bun...gmn caranya ya biar dpt nulis agak byk ya baru sedikit dah mentok

10 Jul
Balas

Cinta tak mesti lewat kata, tapi perlu bukti untuk meyakinkan hati, keren menewen bunda love you full

10 Jul
Balas

Bunda Isti kosakatanya luar biasa buanyakk..seperti tdk pernah kehabisan kata2 ya ..

09 Jul
Balas

Ternyata cinta tdk bisa diukur hanya dengan kata-kata, tp dibuktikan dengan perbuatan. Muantap bu

10 Jul
Balas

jangan berprasangka dong..ternyata cinta dan kasih sayang dan romantise bisa muncul dari sebuah kecemasan..sampai larut dlm suasana ketidaksadaran dan sadar..wowww...amazing

09 Jul
Balas



search

New Post