Istiqomah

Saya Widyaiswara di PPPPTK PKn dan IPS Malang. Menulis dan mengedit adalah pekerjaan yang saya sukai. Dari hobi bisa jadi sumber penghasilan dan meningkatkan ko...

Selengkapnya
Navigasi Web
Luaskan Hatimu Melebihi Luasnya Samudera

Luaskan Hatimu Melebihi Luasnya Samudera

Sebagai editor MediaGuru, sejujurnya, saya banyak melewati pengalaman batin yang luar biasa saat menyunting naskah para penulis. Bukan sekadar puyeng atau kelabakan menghadapi naskah mahaberat, saya acapkali melewati pengalaman batin yang membuat batin saya tercerahkan. Kali ini, izinkan saya membungkuk menyampaikan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya pada Anda semua, penulis yang mempercayakan naskahnya untuk saya edit.

Kali ini, saya hendak berbagi pada pembaca tentang sebuah novel sederhana, tetapi mampu menyedot batin saya hingga menangis tersedu-sedu. Novel ini sejatinya biasa saja kalau dinilai sebagai sebuah karya sastra. Penulisnya pun penulis pemula. Benar-benar pemula karena novel ini adalah karya perdananya.

Namun, saya yakin, kebeningan hati penulisnya, kekuatan 'ruh' nya yang insyaallah tercerahkan oleh cahaya iman, benar-benar mampu menggiring saya pada perenungan panjang. Bahkan, hingga keesokan harinya, saat saya sudah mengirimkan hasil editan tersebut, air mata saya untuk beberapa kali menetes. Saya tersedu. Saya seperti seorang pesakitan yang tiba-tiba sangat menyesal telah melakukan kesalahan besar. Menyesal, tetapi tak sanggup berbuat apa-apa karena nasi telah menjadi bubur. Beruntungnya, kini peribahasa itu tak lagi bermakna sia-sia dan mengenaskan. Bukankah bubur, apalagi bubur ayam, saat ini jadi makanan berkelas yang disukai segala lapisan masyarakat?

Baiklah, saya bocorkan sekilas cerita tentang novel sederhana, tetapi punya 'ruh' ini. Novel Muara Air Mata ini diberi judul Dahsyatnya Doa Orang Tua. Sebuah judul yang menurut saya, setelah membaca dan mengedit naskahnya, terasa kurang sesuai. Judul yang diajukan penulisnya kurang dapat mewakili isi cerita dalam novel ini.

Kisahnya, tentang seorang anak gadis yang rela 'lari' dari orang tuanya. Nekad menikah dengan lelaki pilihannya yang tak direstui orang tuanya, terutama sang ayah. Bahkan, hingga ajal menjemput, sang ayah tak pernah mmaafkan anaknya. Lalu, begitulah, kisah penuh air mata baik dari sang anak maupun sang ibu seolah tak henti. Karena itulah, saya mengusulkan judul Muara Air Mata. Ya, yang pasti air mata itu tentu harus terhenti seperti air sungai yang harus menemukan muaranya. Lagipula, tak mungkin air mata akan terus mengalir, bisa jadi kering. Entah bagaimana caranya atau bagaimana akhirnya. Untuk yang ini, pembaca harus membaca sendiri novel ini.

Nah, ada satu bagian yang membuat perenungan saya jadi kemana-mana. Ya, tentang tidak adanya maaf sang ayah pada sang anak yang membuat si anak menderita berkepanjangan dalam hidupnya, terutama dalam kehidupan pernikahannya. Sesuai dengan hadis Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan Tirmidzi bahwa rida Allah terletak pada rida kedua orang tua dan murka Allah terletak pada murka orang tua, inilah yang terjadi.

Muhsinah, penulisnya, seorang Pengawas Madrasah di Kemenag Jombang, dengan lancar menyampaikan isi hadis tersebut dalam kisahnya. Nasihat yang sangat sering disampaikan para ustaz-ustazah, orang tua, guru, bahkan nyaris siapa saja. Ya, benar rida Allah terletak pada keridaan orang tua, begitu pun sebaliknya, kemurkaan Allah pun terletak pada murka orang tua. Karenanya, berhati-hatilah. jangan sampai kita membuat orang tua murka, selalulah untuk membuatnya rida.

Sepertinya, selalu itu yang tersampaikan.

Pernahkah kita berpikir sebaliknya? Pada hadis Nabi Muhammad saw, dinyatakan, "Jika seorang anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh yang selalu mendoakannya." (HR. Muslim). Perenungan saya terfokus pada bagian ketiga, anak yang saleh yang selalu mendoakannya.

Setiap anak selalu dituntut berbakti kepada orang tuanya, menaati perintah dan nasihat orang tuanya (selama bukan untuk perbuatan dosa), tetapi mengapa jarang sekali kita mendengar seruan agar orang tua selalu rida dan meridai anaknya?

Dalam buku saya Madrasah Terbaik Itu Ibu, di bagian kata pengantar saya tuliskan betapa rasa syukur pada Allah dan terima kasih saya pada almarhumah ibu (allahumaghfirlaha warhamha wa afiiha wa' fuanha), tak pernah terputus hingga hari ini. Bukan sekadar karena beliau ibu yang melahirkan, membesarkan dan mendidik saya dengan kasih sayang. Bukan! Beberapa jam sebelum beliau meninggal pada pukul 02.00 WIB, tepatnya, usah Maghrib, beliau menelepon saya dan menyampaikan kata-kata terakhirnya, yang tak pernah saya sadari sebagai isyarat perpisahan.

"Nduk (panggilan sayang pada anak perempuan di Jawa), Ibu sudah rida pada semua anak cucu ibu. Ibu berterima kasih pada kalian semua. Ibu minta maaf bila selama ini merepotkan kalian. ..." Lalu ibu pun bercerita tentang kesehatannya yang kurang membaik semenjak pulang umrah. (Ibu meninggal dunia tiga hari sepulang umrah). Saat itu, dalam hati saya protes keras, bahkan ketidakterimaan saya ini pun saya sampaikan pada suami saya.

"Ibu tak perlu mengucap terima kasih pada anak cucunya. Justru, kitalah anak cucunya yang harus berterima kasih pada beliau. Jumat esok (saat itu Rabo malam, saya pulang beberapa jam setelah ibu sampai di rumah dari ibadah umrah karena keesokan harinya kakak ipar saya mantu), aku pengin bilang itu pada Ibu dan Bapak, serta semua saudara. Bukan ibu yang harus berterima kasih dan minta maaf, tapi kita."

Sungguh, kini tiap kali mengingat semua itu air mata saya tak berhenti mengalir. Bandingkan dengan kisah Muara Air mata atau kisah-kisah lain. Alih-alih 'memaksa kami' yang meminta ridanya, ibu justru memberikan. Memberikannya pada saat ajal hendak menjemputnya. Sebuah pemberian yang luar biasa yang diberikan seorang ibu pada anak cucunya. Sebuah pembelajaran, parenting islami, yang tak mungkin saya hapuskan. Ibu mengajarkan kami bagaimana seharusnya menjadi orang tua, selalu memaafkan dan rida pada anak-anaknya.

Setiap kali mengingat kalimat-kalimat terakhir almarhumah ibu, air mata saya berderai, seperti saat menuliskan ini. Andai ... andai Ibu tidak memberikan hadiah terindah itu untuk kami, anak cucunya, akankah kami dapat hidup bahagia? Akankah hidayah Allah akan masuk dalam hati kami? Akankah kami dapat meraih rida Allah?

Membayangkan semua itu membuat saya merinding. Astaghfirullah. Ya Allah ... terbayang kembali kenakalan-kenakalan saya, ketidaktaatan saya pada alm. Bapak dan Ibu, juga mungkin kekecewaaan atau sakit hati lain yang mungkin pernah saya torehkan pada kedua orang tua saya. Ya Allah, sungguh, hamba bukan anak yang baik, meski kini, dengan doa, dengan menjalankan nasihat-nasihat beliau berdua, saya ingin berbakti kepada keduanya. Terima kasih Ibu, terima kasih Bapak, untuk pendidikan terbaik yang kalian berikan. Saya sungguh harus dan wajib bersyukur dilahirkan sebagai anak kedua orang tua saya yang luar biasa. Allahumaghfirlahum warhamhum wa afiihi wa' fu anhum. Alfatihah.

Membaca dan mengedit Muara Air Mata menyadarkan saya bahwa bukan hanya anak yang harus memburu rida orang tua, tetapi orang tua JUGA HARUS MELUASKAN HATI, MELAPANGKAN PINTU MAAFNYA MELEBIHI SAMUDERA agar Allah rida dan tidak murka pada-Nya. Berbuat salah, menyakiti orang tua, terkadang dilakukan anak tanpa menyadari bahwa itu akan sangat melukai orang tuanya. Kasih sayang orang tua yang berlebih dan seperti 'selalu permisif' dan balik lagi bersikap seolah tak terjadi apa-apa setelah si anak berbuat aniaya, terkadang membuat anak khilaf, menganggap biasa.

Yang menakutkan adalah bila ia lupa meminta maaf dan rida pada orang tuanya. Lebih sangat menakutkan lagi adalah orang tua juga lupa memaafkan dan meridai anak-anaknya. Apa yang akan terjadi? Allah akan murka pada si anak. Bila itu terjadi, sangat kecil kemungkinan hidupnya akan bahagia, bukan sekadar secara materi, terutama malah secara dien, agama. Keselamatan akhiratnya tak terjamin. Naudzubillahi min dzalik.

Artinya? Artinya... sang anak akan hidup, bahkan mungkin mati, bukan sebagai anak yang saleh. Lalu bagaimana ia akan dapat menjadi anak yang saleh yang selalu mendoakan orang tuanya? Sungguh, sampai di sini, saya menggigil. Saya tersedu. Betapa adil dan luar biasa Allah menetapkan hukum.

Doa anak saleh yang selalu mendoakan orang tuanya menjadi salah satu amalan yang tak terputus setelah seseorang meninggal dunia. Siapa yang tak ingin mendapat kiriman pahala tanpa henti saat ia telah meninggal kelak?

Kalau Anda, kalau kita, kalau kamu ingin mendapatkannya, maka pastikanlah anak-anak kita menjadi anak yang saleh. Jangan biarkan karena kemarahan kita, sekecil apa pun itu, membuat Allah murka. Karena itu, selalulah memaafkan dan meridai anak-anak kita. Doakanlah mereka dengan doa-doa yang baik. Sangat adil, bukan, "bila Anda ingin dapat emas, berikan juga emas!

Yang lebih membuat saya menggigil lagi, saat saya sampai pada sebuah pertanyaan yang menggelitik mengingat banyak kasus orang tua tak memaafkan anak-anaknya. Banyak yang memilih menutup pintu maaf dan memutus tali silaturahmi hingga ajal menjelang.

"Apakah kelak di sana dia tak akan menyesal saat melihat anak-anaknya hidup menderita karena ketidakbaktiannya atau karena kutukan orang tuanya? Adakah 'cara' menebus semua kesalahan itu?"

Benarkah mengutuk anak yang durhaka dan melihat mereka hidup menderita mampu membuat kita bahagia? Cinta dan kasih sayang seperti apa yang mampu menghadirkan kebahagiaan orang tua di atas penderitaan anaknya?

Sebuah buku yang ditulis dengan hati, dengan niat yang baik, insyaallah akan mengalirkan kebaikan dan pencerarahan juga. Terima kasih Bu Mahsunah untuk kisah novelnya yang membuat mata saya basah. Bahkan, hingga saat saya menuliskan tulisan ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Pencerahan yang luar biasa, semoga kita menjadi anak yang sholehah, sekaligus menjadi orang tua yang ridha. Terima kasih. Salam sejahtera semoga kita selalu dalam kasih sayang Allah, amiin.

21 Aug
Balas

Saya aja baru baca ini juga berlinang air mata bun..apalagi bukunya..barakallah bunda Isti Makasih pencerahannya.

26 Aug
Balas

Terima kasih untuk nasihatnya yang mencerahkan, Ibu...

21 Aug
Balas

Tulisan penuh inspirasi, sehat selalu Bu is

21 Aug
Balas

MasyaAllh, belum baca novelnya saja dah haru

21 Aug
Balas

Sungguh luar biasa ketila baca tulusan Bunda, air mata mengalir deras

26 Aug
Balas

Seperti diingatkan, bahwa sebagai ortu harus selalu memberikan ridhonya kepada anak, walaupun tak sepadan dengan balas budi anak.Terima kasih bunda Isti, salam

23 Aug
Balas

Masyaalllah..super novel

17 Oct
Balas

Subhanallah Bun. Terharu membacanya Bu, pengen punya buku novelnya.

23 Aug
Balas

Terimakasih pengingatnya bu..

21 Aug
Balas

Bunda memang hebat, saya sudah baca buku karya bunda " Madrasah terbaik itu Ibu dan novel Semusim Merinduimu." Luar biasa, bunda memang pantas diacungi jempol dua he...he...dan saya juga ingin membaca "Muara Air Mata." saya yakin novel itu sangat bagus stelah mendapat sentuhan tangan kreatif bunda. Salam sukses bund

26 Aug
Balas

Terima kasih pengalaman dan nasehatnya bunda

26 Aug
Balas

Semoga kita menjadi orang tua yang "sholih" sebelum menuntut anak-anak kita sholih

21 Aug
Balas

Masyaallah bunda..pembelajaran buat kt2 semua...sukses sll bun

10 Sep
Balas

Masyaallah bunda..pembelajaran buat kt2 semua...sukses sll bun

10 Sep
Balas

Masyaallah bunda..pembelajaran buat kt2 semua...sukses sll bun

10 Sep
Balas

Masyaallah bunda..pembelajaran buat kt2 semua...sukses sll bun

10 Sep
Balas

Masyaallah bunda..pembelajaran buat kt2 semua...sukses sll bun

10 Sep
Balas

Masyaallah... benar2 tulisan yg membuka mata hati saya Bunda Isti... ternyata kita hrs menjd pemberi ridha unt anak2 kita agar mereka menjadi anak shaleh yg slalu mendoakan orang tuanya... terima kasih bu Isti... dari sebuah novel ternyata ada pembelajaran kehidupan yg sangat bermakna... Salam sehat dan sukses slalu bu Isti

21 Aug
Balas



search

New Post