Istiqomah

Saya Widyaiswara di PPPPTK PKn dan IPS Malang. Menulis dan mengedit adalah pekerjaan yang saya sukai. Dari hobi bisa jadi sumber penghasilan dan meningkatkan ko...

Selengkapnya
Navigasi Web

Menghadirkan Sajian Restoran di Meja Makan Keluarga

Pandemi Covid-19 memaksa kita harus kreatif. Bukan sekadar menanam bunga, mengembangkan family garden untuk memenuhi kebutuhan sayuran, tetapi juga harus mampu menghadirkan restoran di meja makan.

Begitulah Pandemi Covid-19 mengantarkan saya harus 'kembali pada fitrah' sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anak saya. Sebelum Corona datang, kami memakai jasa ART. Dia yang mengurusi hampir semua urusan dapur. Terkadang, karena kesibukan, saya bahkan pasrah soal menu apa yang harus disajikan hari ini. "Ya wes terserahlah, sing penting anak-anak mau. Jangan lupa harus ada sayurnya," begitu biasanya saya menjawab pertanyaan pembantu saya.

Maklum, menentukan menu apa yang harus disajikan untuk keluarga itu lebih sulit dari mengerjakan soal Ujian nasional (UN). Soal UN bisa diselesaikan sekali ujian, lha pertanyaan masak apa hari ini, kapan selesainya? Sudah mikirnya puyeng, masih harus berlelah-lelah memasaknya, eeeh, terkadang nggak dimakan. Lebih sedih lagi kalau ada yang komplain masakannya nggak cocok dengan selera. Beuntung suami dan anak-anak saya bukan tipe yang suka nyacat/ mencela makanan. Tapi ya gitu, kalau nggak sesuai selera, masakan yang saya siapkan tidak habis lalu mereka pesen makanan online atau masak mie instan. Artinya sama saja kan, masakan kita tertolak. Dan itu sakit, coi.

Karena itulah, saat Covid-19 menyerang dan kami memutuskan tidak lagi menggunakan jasa ART karena anak-anak sudah besar, saya harus mengubah mindset dan gaya hidup. Anak-anak saya ajak terlibat di dapur. Tidak lagi hanya menunggu Ramadan tiba. Jadilah kemudian sekarang anak-anak saya sudah piawai membuat nasi goreng dengan berbagai rasa. Dari gaya abang-abang kaki lima sampai hotel bintang lima. Dari yang hanya berbumbu kecap dan saos tomat sampai yang lengkap dengan ayam, sosis sapi, dan cumi-cumi. Si cantik dan si ragil pun piawai membuat jajanan yang sering mereka beli. Dari ice cream, cimol, sampai roti boy.

Tak terlalu sulit ternyata membuat mereka turun ke dapur. Semua berawal dari keluhan mereka.

"Mi, beli ini ya...,"

"Nggak. Hindari dulu jajan, Kita nggak tahu apa penjualnya menaati protokol Covid apa enggak."

Terus terang saya sangat protektif. Bagi saya, sebelum sangat terpaksa, lebih baik tidak. (Saat menulis ini kami sudah mulai berani beli makanan siap santap lagi). Begitulah, akhirnya si cantik dan si ragil nggak tahan. Mereka kangen makan jajanan yang biasa mereka nikmati di sekolah mereka.

"Umi bisakah buat cimol?" tanya si cantik suatu hari.

"Hm ... coba searching di YouTube."

Itulah awalnya. Hari itu, kami nyimak cara membuat cimol. Tentu saja kami menyimak dari beberapa video yang berbeda. Siangnya, anak nomor dua kebagian membeli bahan-bahannya di warung terdekat. Dan sorenya langsung praktik. Alhamdulillah. Jadi dan enak.

Sejak itu, si cantik jadi rajin mempelajari cara membuat beragam kue yang disukainya. Saya pun merespon dengan membeli bahan-bahan kue. Si cantik, dalam hal ini didampingi si ragil sebagai murid setianya, semakin kreatif dengan kue-kuenya. Sampai suatu hari si ragil membuat saya terperangah.

"Mi, Umi nggak apa-apakah kalau bahan kuenya habis?" tanyanya saat membantu mbaknya membuat brownies.

"Hehehe. Ya enggaklah, umi malah seneng. Anak-anak umi jadi pinter."

Bagi saya, memang pandemi ini bukan soal uang jajan yang tidak lagi kami bagikan atau berhemat dari kebiasaan makan di luar (biasanya minimal sebulan dua kali). Namun, kreativitas anak-anak yang akhirnya mau terjun ke dapur itu berkah luar biasa. Kalau kondisi normal, jangankan belajar membuat beragam kue, diminta memasak saat hari Minggu (Minggu ART kami libur) pun sulitnya luar biasa. Anak mbarep dan kedua juga baru sangat rajin memasak dan membantu emaknya saat Ramadan tiba.

Apakah saya hanya mendukung aktivitas si cantik dan si ragil? Tentu saja tidak. Saya jadi terpanggil. Tidak hanya anak-anak yang harus berubah, saya pun harus memberi contoh. Saya pun berburu berbagai resep masakan yang dulu hanya bisa kami dapatkan di rumah makan. Dari ikan saos padang, cah kailan, hingga daging masak lada hitam pun saya pelajari dan saya terapkan. Berbagai resep nasi goreng pun saya pelajari dan saya praktikkan. Alhamdulillah, berhasil. Masakan saya nyaris selalu habis tak bersisa. Kuncinya dua: mau terus belajar dan mencoba serta siap sedia beragam kecap-kecapan dan saos-saosan. Hehehe. Dulu-dulu saya tidak pernah sedia minyak wijen, saos tiram, saos teriyaki, kecap asin, dan teman-temannya. Paling banter kecap manis (ini pun jarang-jarang karena saya tidak suka masakan pakai kecap), saos tomat, dan saos cabe.

Begitulah kini. Di tengah pandemi Covid-19, kami tetap bisa menikmati sajian makanan yang biasanya hanya kami temukan di restoran. Mengubah mindset dan kebiasaan membuat kami bisa menghadirkan sajian ala restoran di meja makan keluarga. Seperti hari ini, saya menyajikan kerapu bumbu saos padang.

Dan ... saya pun baru nyadar bahwa sejatinya tadi saya ingin berbagi resep kerapu masak saos padang. Tunda dulu ya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren bunda.. Barokalloh...

05 Oct
Balas

Keren Bu Isti, kerapu saos Padang memang lezat. sehat dan sukses selalu

06 Oct
Balas

Mantap pengalamannya Bunda, bagaiman trik menjadikan anak gadis kita mau ikut serta memasak di dapur. Terima kasih Bunda sudah berbagi.

15 Oct
Balas

Pandemi Covid-19 memaksa kita harus kreatif. Bukan sekadar menanam bunga, mengembangkan family garden untuk memenuhi kebutuhan sayuran, tetapi juga harus mampu menghadirkan restoran di meja makan. setuju ibu, salam literasi sukses selalu

07 Oct
Balas

Senangnya bisa membuat berbagai masakan, anak-anak jadi rajin.

05 Oct
Balas

Waaaah boleh nih sekali kali mampir nyicipin hasil karya bu Isti.

06 Oct
Balas

Bersambung kerapu saos padangnya ya Bun. Keren, selalu ada yang bisa ditiru...

05 Oct
Balas

keren Bu. mantap.

06 Oct
Balas

Waau...keren bun...mau juga ngikutin resepnya.

05 Oct
Balas

Keren ibu sukses selalu

05 Oct
Balas

Hehe jadi ingat anak-anakku kemarin, stok di dapur dan kulkas cepat habis, eksperimen berbagai macam menu... Tapi menyenangkan yaa Bu Isti...

05 Oct
Balas

Bolehlah bunda mau terapin jugalah persediaan minyak wijen dan teman-temannya untuk di rumah....hehehe

05 Oct
Balas

Luar biasa bunda. Sayang anak saya sudah pisah rumah semua. Jadi penasaran resep kerapu bumbu udang

05 Oct
Balas

Wuiiiih mantap, bukan hanya piawai dalam mendalangi literasi tetapi juga piawai menjadi Penguasa Dapur, tambah disayang suami dan anak-anak ....sukses selalu bu Is ....

05 Oct
Balas

Wuiiiih mantap, bukan hanya piawai dalam mendalangi literasi tetapi juga piawai menjadi Penguasa Dapur, tambah disayang suami dan anak-anak ....sukses selalu bu Is ....

05 Oct
Balas



search

New Post