Isti Yogiswandani

Just write when desire is coming, writting is a free way to ekspress........

Selengkapnya
Navigasi Web
Kidung lereng wilis part 6
Penjual bunga dari tengger

Kidung lereng wilis part 6

Candramawar menghampiri Panji.

"Mas, bisa antar ke toilet?"

"Ayuk..!" Hat, aku antar Mawar ke toilet sebentar," Panji berteriak pada Hatma.

"Siap, bos. Lama juga gak papa," Hatma menggoda Panji, yang dibalas Panji dgn acungan kepalan tangan. Hatma hanya tertawa.

Candramawar tak lama di toilet, keluar mukanya basah,kerudungnya ikut basah,giginya gemeretuk. Panji tak habis mengerti, dingin-dingin begini malah main air. Tapi Panji diam saja dan hanya mengikuti Candramawar kembali ke tenda. Toilet memang jaraknya hanya sekitar 100 meter dari tenda,tapi seorang cewek malam-malam bahkan dini hari ke toilet sendiri tentu sangat riskan. Sudah sewajarnya kalau Candramawar meminta Panji menemaninya.

"Terima kasih ya, Mas!" Panji hanya mengangguk ketika Candramawar berterima kasih padanya. Candramawar masuk tenda, tapi tak lama kemudian keluar lagi sambil membawa mukena dan alas tidur yang selalu mereka bawa sebagai salah satu peralatan standar pendakian. Ternyata tadi Candramawar berwudhu dan sekarang mau shalat tahajud. Panji terpana.

Rombongan berjalan beriringan, Panji paling depan, Hatma paling belakang,Mbak Tita di tengah. Turun berlawanan arah cemoro lawang, belok ke kiri, dan turun melalui jalan setapak kira-kira selebar 1 meter. Jalur potong kompas yang mereka temukan tadi sore untuk jarak terdekat langsung sampai ke savana dan bisa mencapai kaldera.

"Auww...," Dion terpeleset. Untung Panji sigap menangkap tangannya, sehingga tidak terus meluncur ke bawah, tapi tertahan tubuh tegap Panji. Celananya kotor, tapi untunglah tak terluka. Mereka melanjutkan perjalanan lebih berhati-hati, lebih banyak lampu senter dihidupkan. Jalannya memang tak rata, banyak cerukan dan gundukan. Mereka melangkah dalam hening, tapi waspada. Semak di kanan kiri memungkin binatang berbisa berdiam di situ. Syukurlah akhirnya mereka mencapai savana, dan akhirnya mulai mencapai kaldera. Dari kejauhan terlihat nyala lampu jip atau sepeda motor yang mulai merayap mencari tempat strategis untuk menyaksikan terbitnya sang surya. Ada yang menuju puncak pananjakan, ada yang menuju kawah. Panji dan rombongan memilih arah ke kawah, di sana ada tangga yang terhampar.

Setelah melewati pura suku tengger, bayang-bayang tangga gunung bromo mulai terlihat. Rombongan semakin bersemangat. Akhirnya sampai di depan tangga. Panji meminta rombongan menunaikan shalat subuh dahulu, karena di situ tempatnya relatif luas dan datar.

Mereka siap naik tangga menuju tempat yang tinggi di samping kawah bromo. Sebentar lagi matahari terbit.

"Teman-teman, menurut mitos, jumlah anak tangga ini tak pernah sama jumlahnya jika dihitung. Kalau ada yang bersama-sama menghitung dan hasilnya sama, konon akan menjadi pasangan yang abadi. Kita buat permainan saja, semua harus menghitung anak tangga yang dilewati, nanti yang jumlah hitungannya sama, Mbak Tita akan memberi hadiah 2 batang coklat. Masing-masing 1. Oke?"

"Okee....!" Semua serempak menjawab, sambil bersemangat mulai menaiki anak tangga.

Sampai di atas Panji kembali mengumpulkan teman-temannya.

"Sekarang kita bersama-sama meneriakkan hasil hitungan ya, 1....2.....3!

" 251, Panji meneriakkan hasil hitungannya. Teman-temannya juga

"256...253...257...232..247...251...233........

Panji tertegun. Telinganya menangkap angka sama dengan hitungannya.

" Siapa yang sama dengan saya, 251?"

"Saya, Mas!" Candramawar berseru.

"Haaa...semua tertawa mengelukan Panji dan Candramawar, tapi akhirnya 2 batang coklat itu dibagi rata semua anggota. Begitulah jiwa pecinta alam, lebih mengutamakan kebersamaan, daripada ego pribadi.

Perlahan sang surya mulai menampakkan kecantikannya. Menerangi jagad raya, dari Hitam, berkabut, mulai tampak cahaya memerah, lukisan alam menjadi berwarna. Gunung batok bersinar keemasan. Kaldera yang semula hanya seperti gumpalan awan mulai menampakkan wajah aslinya. Pura suku tengger ikut menghias mayapada, terhampar lukisan sang maha pencipta yang keindahannya tiada tara, menembus raga menyegarkan jiwa, membelai hati yang damai dalam selimut mega dan rangkulan bagaskara...

(Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow, wanita salihah, di tengah dingin menyelimuti tetapkan kuatkan hati lakukan tahajud. Sukses selalu dan barakallahu fiik

09 Sep
Balas

Terima kasih bunda, barakallahu fiik...

09 Sep



search

New Post