Ita Fauzia

Pengikut Muhammad SAW, Pengagum Al Fatih, Penggemar Sheilla On 7even, Penikmat Kopi, penyuka Rotiboy. Tidak pilih-pilih bacaan tapi pemburu buku diskonan ...

Selengkapnya
Navigasi Web

12. My Boyfriend is Your Husband Part 3

Pisah

Zhe-zhe terbangun pagi-pagi sekali hari ini karena ulah Si Gajah yang membuat HPnya berdering riang. Tangan kurusnya meraba-raba nakas mencoba menemukan kacamata minusnya. Hujan di luar membuatnya ingin lebih merapatkan tubuhnya pada selimut namun rasa penasaran membuatnya memaksakan diri untuk bangun. Dalam hari dia berkata, awas saja telepon sepagi ini jika bukan karena hal penting.

"Hallo!" sapanya dengan suara parau

"Hallo! Jam 9 kumpul di base camp 68. Darurat!" Balas suara di ujung sana

Begitu saja lalu telepon langsung dimatikan tanpa sopan santun.

"Setan! Darurat apanya sih." Zhe menggerutu kesal, dilempar HPnya ke tepi ranjang lalu setelah melepas kacamatanya ia kembali tidur. Sungguh kebiasaan yang buruk.

Esok dia berencana untuk pulang kampung, setelah menyelesaikan S1nya Zhe harus memenuhi janjinya mengajar di sekolah milik orang tuanya. Menyebalkan memang tapi sebagai anak tunggal dia seolah tidak memiliki pilihan. Empat tahun kebebasan yang diberikan orang tuanya serasa cukup. Dia ingin menikmati hari terakhir di kota ini dengan malas-malasan karena dia tahu setelah pulang maka hidupnya akan sangat diatur. Maka saat para sahabatnya memanggil dia enggan datang, apalagi tanpa memberitahu ada apa.

Lebih dari jam Sembilan namun si kurus Zhe tidak Nampak di kosan Najmi sementara Gajah sudah duduk di teras sambil nyemil dan menikmati sisa-sisa hujan. Jarak tempat kos Najmi dan Zhe hanya selempar pandang tepat di seberang jalan tentu tidak butuh waktu lama untuk datang. Mereka sudah menyangka Zhe malas datang atau kalau tidak pasti dia tidur lagi, kebiasaan yang mudah ditebak.

Najmi cukup malas bahkan untuk bergerak sekalipun, sedari tadi dia hanya melungker di atas kasurnya seperti kucing. Dia masih marah, jengkel dan tidak percaya pada berita yang didengarnya bahwa Najmi dan Jo bertunangan hari ini. Hanya dua bulan setelah najmi bertengkar di parkiran dan mengancam minta putus lalu ditanggapi serius oleh Abi.

Najmi menerka-nerka apakah memang Abi menunggu moment seperti itu atau memang dia tidak pernah mencintainya. Dia bertanya-tanya apakah benar Abi mencintai Jo atau terjadi sesuatu hingga mereka terburu-buru bertunangan.

"Gajah!!!!" Najmi berlari melampiaskan amarahnya pada Si Gendut, tanpa peduli dikuyel-kuyel rambut keriting temannya, ditinju-tinju badan gembulnya.

Setelah puas dia menghela napas Panjang dan mulai sesenggukan, tubuh kecilnya menempel di tembok dan merosot ke lantai, Gajah diam. Setelah beberapa saat dipeluknya sahabat mungilnya itu dengan hangat.

"Let it be." Bisiknya di telinga Najmi dan malah membuatnya banjir air mata

"Jika kamu memang mengaku beriman pada takdir baik dan buruk. Let it be." Kata Zhe yang tiba-tiba sudah ada diantara mereka. Bocah kurus itu benar-benar mengejutkan, dia seolah bisa ada dimana mana seperti angin.

Gajah dan Najmi sampai harus mendongak ke atas saat Zhie berkacak pinggang tepat di depan mereka.

"Ga usah drama deh, mana nih kopiku?" Zhe celingak celinguk mencari cangkir kopi yang biasanya disiapkan Najmi saat mampir.

Tidak ada yang suka hidup sendirian, maka saat Najmi betemu Zhe, Gajah dan Joe hidupnya terasa lengkap. Dia pikir persahabatan itu akan menjadi 'friends forever' seperti di film-film, celakanya satu dari sahabatnya merebut kekasihnya dan bertunangan hari ini. Benar-benar dramatis seperti film bahkan mungkin lebih.

"Jadi bagaimana Zhe, apa kita datang saja ke rumah Jo?" Gajah berbisik

"Pergi sana!" Teriak Najmi marah

Zhe dan gajah saling bertatapan tidak menyangka telinga Najmi akan setajam itu. Keduanya mengambil nafas bersamaan lalu duduk sembarangan. Tidak ada yang mulai bicara, mereka hanya saling bertatapan dalam Hening.

"Kalian menelponku hanya untuk diam disini padahal kalian tahu kan besok aku pulang." Zhe memecah keheningan

"Besok? Serius?" Gajah langsung menegakkan dirinya

"Brengsek kamu Zhe, kapan kamu bilang mau pulang." Najmi yang tadinya hamper selesai menangis malah mengeluarkan air mata lagi, tambah sedih.

"Lama, sudah lama aku bilang mau pulang tapi kalian tidak menganggapku serius seolah Cuma Najmi yang punya masalah." Zhe berdiri berjalan pulang meninggalkan temannya yang terbengong-bengong.

"Zhe!!!" Najmi berlari menyusulnya diikuti Gajah yang kesulitan berdiri.

Keduanya berlari ke kosan Zhe sampai ngos-ngosan padalah jaraknya hanya selempar pandang.

"Jangan sekarang Zhe, maksudku jangan besok." Rengek Najmi sambil selonjoran di lantai kamar kos menata kembali pernapasannya.

"Kamu tahu Ibuku kan, beliau tidak dapat didebat." Jawab Zhe sambil melongok ke luar mencari-cari wujud Gajah yang tak kunjung Nampak.

"Maafkan aku Zhe, mungkin memang aku terlalu mendramatisir keadaan." Najmi menunduk.

"Orang-orang datang dan pergi di kehidupan kita adalah hal biasa demikian juga dengan rasa senang dan sedih. Mereka berputar terus sepanjang perjalanan hidup kita, hari ini mungkin kamu merasa sedih, terzhalimi, patah hati tapi esok kita tidak tahu. Hidup bukan melulu tentang kalah atau menang, memiliki atau mengikhlaskan. Ini adalah tentang bagaimana kita menghadapi keadaan saat senang, sedih atau terluka."

Untuk pertama kalinya dalam sejarah persahabatan mereka, Najmi yang cerewet mau mendengarkan ucapan Zhe yang Panjang. Sejatinya dia juga tahu, dia cukup mengerti keadaannya dan baru saja menyadari betapa egoisnya dia. Meminta teman-temannya mengerti perasaannya sampai dia abai pada hati mereka. Zhe benar, dia harus bertahan menguatkan diri.

"Laki-laki seperti Abi tidak pantas untuk perempuan seperti kamu, Mi. mereka pantas bersama karena sama-sama pembuat patah hati jadi biarkan saja, let it be." Sambung Zhe

"Esok aku pergi tapi bukan untuk meninggalkan kalian. Kalian akan selalu ada di hatiku sampai kapanpun. Aku ini perempuan dan seorang perempuan adalah milik Bapak-Ibunya jadi biarkan aku berbakti. Lepaskan kepergianku esok agar akupun bisa ikhlas berdiri bersama mereka. Tugasku tidak mudah sebab mulai esok aku harus mampu meneruskan perjuangan Bapak-Ibuku mengembangkan Madrasah yang mereka dirikan dahulu."

Pecah sudah tangis Najmi dan Gajah, seperti drama reality show mereka saling bertangisan dan berpelukan. Najmi yang sudah patah hati merasa tambah remuk redam.

Dia tidak mau hari ini berlalu sebab dia tidak tahu bagaimana menghadapi hari esok. Dia merasa seolah seluruh dunia berkonspirasi melawan takdir baiknya.

Sedangkan Gajah menangis bukan hanya karena sedih Zhe memutuskan pulang cepat namun dia tidak tahu bagaimana cara berpamitan pada Najmi minggu depan. Rumah orang tua Gajah tidak sejauh Zhe, letaknya di perbatasan kota ini. Dia tidak terlalu suka kota ini, menurutnya terlalu sesak jadi dia harus pulang segera apalagi kuliahnya memang sudah selesai.

Keesokan harinya perasaan mereka sudah lebih tenang, pagi-pagi benar Abi dan Umi Zhe sudah datang menjemput. Mereka tersenyum sumringah karena akhirnya gadis mereka sudah dewasa dan mampu menyelesaikan S1-nya dengan baik. Anak tunggal yang mereka banggakan dan harapkan untuk meneruskan marwah dan cita-cita mereka akhirnya siap. Siap untuk melanjutkan perjuangan mendidik anak-anak bangsa muslim yang tidak mampu.

Memang sejak awal Madrasah yang didirikan orang tua Zhe menyasar orang-orang miskin, anak-anak yatim dan terlantar agar terus sekolah dan mengkaji ilmu agama sekaligus belajar Tahfidz. Sungguh perjuangan berat, yang tidak hanya membutuhkan fisik dan otak namun juga finansial yang cukup. Beruntung Zhe memiliki orang tua dan kakek nenek yang juga pengusaha jadi mereka tidak perlu payah mencari donatur. Moto hidup mereka sederhana saja "The more you give. The more you receive".

Berpisah dengan sahabat tentu berbeda dengan berpisah dengan kekasihmu. Najmi tidak tahu bagaimana menggambarkan perasaannya hari ini, tidak tahu juga harus apa setelah hari ini. Apakah dia juga harus pulang ke kampung halamannya atau tetap disini. Pulang artinya dia bisa hidup nyaman dengan orang tuanya tanpa kekurangan materi apapun, bertahan disini artinya dia harus siap bersahabat dengan kesedihannya dan mau berjuang pada apapun yang dihadapinya nanti.

Tanpa Gajah memberi tahu sebenarnya Najmi sudah tahu bocah gendut itu juga akan pulang hingga akhirnya dia sendirian. Dia bukannya tidak punya teman disini, banyak malah tapi kawan-kawannya disini hanya seperti kenalan saja tidak ada yang segila Zhe dan Gajah. Tidak ada yang sekonyol mereka, yang saat mereka mengumpat hatimu tidak merasa sakit.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post