25. Boy, Sayangku
Boy, Sayangku
Pada suatu hari,
Langkahmu menderap berapi,
Mengikuti langkah kakiku yang besar-besar.
Suatu saat nanti,
Jika waktu masih ingin aku abadi,
Masihkah kau sabar mengiringi langkahku yang patah-patah.
Boy,
Pada suatu pagi senyummu merekah karena sebotol susu,
Hari ini kau menaiki hari dengan secangkir kopi.
Suatu saat nanti,
Maukah kau menemani soreku,
Nge-teh di bawah rimbun pohon,
Kubuatkan roti Bun cokelat kesukaanmu,
Sambil mengenang tragedi Winnie The Pooh.
Boy,
Namamu ada di setiap bait-bait puisiku,
Jika kau rindu,
Temukan aku diantara keramaian sajak.
Sebab jasad ini, Boy.
Bukan milikku sendiri.
Hujan dan Kenangan, 2
Bagaimana caraku memeluk hujan?
Agar dia senantiasa rintik membersamai kesepianku.
Sore ini, dia kembali turun tanpa aku bisa menjamahnya,
Sekali pandang dia sudah terjun begitu saja,
Meluberkan selokan, memenuhi sungai-sungai,
Meluapkan mimpi-mimpi.
Kemudian aku mulai berpikir,
Siapa yang egois, aku atau hujan?
Aku mulai menerka-nerka,
Jika sore ini kubiarkan hujan bertindak semaunya sendiri,
Dapatkan esok aku mendapat hangat mentari,
Atau senyuman pelangi?
Jika iya,
Maka kubiarkan kenangan ini lolos dari peraduan.
Aku keluar, hujan, hujan.
Jika tidak,
Aku akan membekap kenangan ini dalam sarang hati.
Melumat kesakitannya sampai mati.
Membangun dinding perlindungan ironi.
Aku di dalam, kering kerontang.
Yang diajarkan Bapak Ibuku
Saban hari, pemetik strawberry lewat depan rumahku dengan senyum kecut,
Sebab itu aku tidak membeli strawberry dari pemilik kebunnya,
Tapi,
Aku memilih membeli sebuah senyum untuk anak gadis pemetik strawberry,
Murah saja, paling-paling satu dua peni.
Begitu Bapakku mengajarkan tentang pemberian.
Lain hari,
Ibuku membawaku ke pasar
Membeli mangga yang harum sekali baunya.
Ibu memutuskan membeli dua kantong besar.
Dibawa satu di tangan kirinya, satu di tangan kanannya.
Diutus aku membawa sekeranjang berat belanjaan.
Tangan kecilku kerepotan, pasti.
Ibu menukarkan satu persatu mangga itu kepada sesiapa yang dipandang sayang,
Sepanjang jalan pulang.
Aku heran, marah memuntut bagianku.
Ibu bilang,
“Untukmu harum mangga sepanjang jalan”
Setelah hari itu hingga sekarang,
Ketika aku berjalan pulang,
Setiap tempat bernama Bapak dan Ibuku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar