181. Kampung Halaman
Tujuan Ami sudah dekat, kira-kira setengah jam lagi dia akan sampai di rumah Zhe. Ami agak tidak setuju tempat itu disebut rumah melainkan villa. Bangunannya megah dan lahannya luas. Dia menurunkan kaca SUV nya, membiarkan hawa dingin pegunungan masuk. Sejuk sekali hingga memunculkan rasa damai. Fesya tertidur dengan tenang di pangkuan Nana. Tiap datang ke tempat ini sepanjang jalannya selalu penuh kenangan.
Lebih dari empat tahun yang lalu, Ami sedang kalut. Tidak tahu harus kemana setelah Papa mengusirnya. Ia ingat betul bagaimana Mamanya sampai berlutut dan memohon agar Ami dapat tinggal setidaknya sampai dia melahirkan. Kehamilan Ami di luar nikah seperti pukulan telak untuk kedua orang tuanya. Kejujuran Ami mengakui perbuatannya tak ubahnya seperti bom atom yang dijatuhkan tepat di dada.
Anak perempuan mereka satu-satunya, yang cerdas cantik dan periang tiba-tiba hilang. Berganti Ami yang kacau balau, mukanya pucat, perutnya mulai buncit, badannya padat. Kala itu satu-satunya tempat yang ingin ditujunya adalah rumah Zhe. Kini dia sadar ternyata itu adalah satu pilihan paling tepat yang pernah diambilnya. Suami dan Kedua orang tua Zhe Zhe memberinya tempat tinggal di belakang Asrama Boarding School mereka. Dia tinggal bersama beberapa ibu-ibu tukang masak dan tukang cuci asrama.
Gedung Islamic Boarding School milik keluarga Zhe mulai kelihatan. Artinya dia sudah hampir sampai. Sebuah senyuman terbit dari bibirnya yang merah muda. Area ini sudah menjadi tempat pulang kampungnya. Aba dan Umma Zhe telah seperti orang tuanya sendiri. Mereka yang ada dan mendampingi saat Ami melahirkan. Aba yang mengazani Fesya. Ketika air susu Ami tak lancar, Zhe membantu Fesya karena kebetulan dia juga sedang menyusui putri keduanya. Maka jadilah Aba dan Umma kakek dan neneknya.
Seketika itu dia menyadari betapa besar karunia Tuhan untuknya. Betapa takdir baik telah berpihak pada mereka. Dia bersyukur tidak bertindak gegabah dan menuruti keinginan Abi untuk menggugurkan kandungannya. Bagi orang lain Fesya mungkin seperti beban tapi bagi Ami dia seperti cahaya. Kelahirannya mendekatkan Ami pada Tuhan.
“Assalamualaikum.” Sapa Ami
“Waalaikumsalam.” Serempak seisi rumah menyambut kehadirannya.
Zhe dan pangerannya yang telah tumbuh tinggi beserta putri kecilnya yang sebaya dengan Fesya. Mereka saling berpelukan melepas rindu. Pemandangan yang indah. Fesya meminta Nana membawa barang bawaan mereka ke kamar yang biasa dipakainya ketika menginap. Kamar itu ada di bagian lain bangunan utama rumah Zhe. Biasanya dijadikan kamar tamu. Ada beberapa kamar disana, nantinya Si Gajah dan keluarganya juga akan menginap.
“Gimana kabar?” Zhe berbasa-basi
“Harus ya nanya kabar?” Ami merebahkan tubuhnya di sofa.
“Biar kaya orang lain gitu loh.” Jawab Zhe sambil tertawa.
“Pak Haji ga ada di rumah kan?” Tanya Ami
“Ada kajian di luar. Pulang malam. Kenapa?”
“Takut diceramahi kalo selonjoran di sofa gini.” Mereka berdua terkekeh.
Saat itu juga Gajah dan keluarganya yang juga seukuran menghampur masuk. Putra kembarnya langsung jumpalitan membuat Ami bangkit dari sofa agar tak kena serondolan bocah-bocah hiperaktif itu.
“Astaghfirullah, rusuh wes, rusuh!” Omel Ami.
Ami, Zhe dan Gajah telah bersahabat sejak kuliah dan awet hingga kini. Keluarga mereka sudah sangat dekat. Sebulan sekali mereka menyempatkan waktu berkumpul. Itulah saat-saat paling rusuh dalam hidup mereka. Dua anak Zhe, Anak kembar Gajah dan Fesya menjadi liar. Untungnya Zhe punya pembantu yang siap menjaga mereka.
Mereka beralih ke ruang tengah, mengobrol sore sambil minum teh. Berbincang tentang remeh temeh. Menertawakan hidup mereka yang naik turun. Gawai Ami bergetar memunculkan sebuah nama, Rex. Zhe dan Gajah serentak tersenyum meledek dan bercie-cie ria. Ami tidak mengangkat teleponnya hanya berbalas text sebentar.
“Jadi, siapa?” Gajah begitu penasaran pada Si Rex yang misterius itu.
Ami hanya tersenyum dan menggeleng mengecewakan kedua sahabatnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya, Bunda. Sukses selalu. Salam literasi
Terimakasih pak. Salam sukses dan sehat selalu! ;-)