170. Kastil
Rumah yang didatangi Danish bergaya Eropa. Mungkin peninggalan Belanda. Pintu gerbangnya terbuat dari besi yang tinggi menjulang. Pemilik sebelumnya sengaja membiarkannya tertutup rimbun tumbuhan merambat. Memberi kesan klasik sekaligus seram. Seorang lelaki tua berusia sekitar enam puluh tahunan membukakan pagar itu untuk mereka. Di tangannya berkumpul segerombolan besar kunci seluruh rumah. Ada yang besar lebih banyak yang kecil. Danish dapat membayangkan berapa jumlah kamar di dalam bangunan tua itu.
Danish tidak mau menyebutnya rumah melainkan kastil. Dari pintu gerbang mereka melanjutkan perjalanan dengan mobil. Tidak lama, sekitar lima menit saja. Halaman depan rumahnya dibiarkan terbuka, hanya ditumbuhi rumput. Terkesan seperti lapangan sepak bola. Tak tampak hewan peliharaan nenek Tammy bermain di halaman. Danish berpikir mungkin Nenek mewariskan seluruh binatang perilharaannya juga pada Ibunya. Seandainya iya, dia akan menjual mereka semua dan menukarnya dengan Play Station 4. Dasar gamer gila.
Seorang perempuan muda sekitar dua puluhan menerima mereka dengan ramah. Gayanya sama sekali tidak ndeso. Dia memadukan cargidan abu-abu dengan celana chino sebatas mata kaki. Sepatu flatnya semi-formal berwarna hitam bergaris putih. Parasnya menarik dengan warna kulit sawo matang. Rambut yang dipotong sebahu membuatnya terlihat fresh. Ternyata dia adalah salah satu petugas yang mengurusi warisan Ibu.
Danish bosan dengan percakapan orang tua yang tak terlalu dipahaminya. Dia berjalan menyusuri lorong sendirian. Mencoba mengingat-ingat jalan yang dilauinya sekaligus mencari tanda apapun yang bisa dia ingat agar tak tersesat nanti. Sebelum mencapai sayap kanan kastil, Danish menemukan sebuah pintu yang sedikit terbuka. Dia mencoba membukanya sedikit dan terkejut pada bunyi kriet yang dihasilkan pintu tua itu.
Belum hilang rasa kagetnya, sekonyong-konyong sebuah tangan besar menarik paksa agar pintu tertutup kembali dengan kasar. Wanita tua gendut berdehem kepada Danish memberi tanda ancaman.
“Jangan berjalan sendirian.” Katanya dengan suara berat
“Mari, saya antar kembali ke ruang tamu.” Lanjut wanita itu setelah mengunci pintu.
Danish menggerutu dalam hati. Ibunya telah mewarisi rumah itu, Seharusnya siapapun wajib bersikap baik pada anak majikannya. Ketika mengikuti wanita gendut itu ke ruang tamu, Danish merasa ada yang berbeda dari lorong yang dilaluinya. Itu bukan lorong yang sama dengan yang dilewatinya tadi. Motif kertas dindingnya berbeda. Tanda-tanda yang diingatnya tak ada lagi.
Bocah itu deg-degan. Si Gendut berjalan semakin cepat sampai Danish tak dapat menyusulnya. Ketika wanita itu berbelok, Danish tak dapat melihatnya lagi. Fix, dia tersesat. Digerayangi saku bajunya mencari HP namun tak ketemu. Panik, dia mencoba mencari jalan keluar sendiri tapi tiba-tiba lorong itu berubah seperti labirin. Tak ada ujungnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar