69. Keajaiban yang Lain (A Flash Fiction)
Rembulan enggan tampak malam ini, malam menjadi gelap gulita. Aku memaksakan diri menerobos apapun berharap sampai di tengah hutan. Berkali-kali aku menabrak ranting pohon, menginjak dedaunan kering. Mukaku perih, sesuatu telah menyayatnya. Sekali lagi aku terjungkal terjerembab diantara akar tumbuhan liar. Satu-satunya semangatku untuk bangkit kembali adalah suara orang-orang yang mengejarku. Dari kejauhan dapat kulihat nyala obor menjilat-jilat. Oh Tuhan beri aku keajaiban.
Aku terbangun pagi-pagi sekali, kedinginan. Mataku menatap nanar pada sekeliling yang asing. Kepalaku berdenyut keras, sakit sekali, pandanganku tak jelas. Akhirnya aku menyadari, Tuhan mengabulkan doaku, sebuah keajaiban. Perlahan-lahan aku bangkit, mencoba mengenali tempatku berada. Kosong, tidak ada sesiapapun juga. Ini hanyalah pondok dengan sebuah ruangan sempit berisi sebuah dipan kayu keras. Kulihat sekeliling hanya tumbuhan liar, pepohonan tinggi besar, sepertinya hutan rimba.
Aku menimbang-nimbang, beristirahat disini atau mencari jalan pulang. Seluruh badanku terasa remuk, luka lecet disana-sini, mukaku perih, lapar. Di belakang pondok kudapati sebuah bungkusan berisi ketela bakar dan air minum dalam sebatang pohon bambu. Seseorang mungkin telah menyiapkannya untukku, tapi siapa?
Aku berusaha keras mengingat bagaimana bisa berada disini. Semalam aku dikejar orang-orang kampung setelah dituduh melarikan gadisku. Maksudku gadis yang kucintai, Emma. Gadis tercantik di desaku. Orang tuanya tak pernah merestui hubungan kami. Tentu saja, aku hanyalah petani miskin tanpa asal-usul yang jelas. Ibuku mati terbunuh, bapakku tak pernah dikenal orang. Yang kupunya hanya ketampananku, itu saja. Beberapa hari yang lalu, Emma menghilang. Setelah berhari-hari tak mendapat kabar yang jelas, mereka mencariku, menuduhku dan memburuku.
Orang-orang kampong yang marah mengejarku dengan liar, dapat kulihat banyak pemuda membawa parang. Aku terengah-engah menembus kegelapan hinga sesuatu menjeratku. Seketika tubuhku ambruk, kepalaku membentur sesuatu. Setelah itu, aku tak ingat-apa-apa.
Rasa sakit di tubuhku tak kunjung mereda, setelah selesai makan aku kembali merebahkan diri. Aku terkejut mendapati hari menjelang senja saat aku bangun. Samar-samar kudengar suara seseorang berdendang di luar pondok, aku bergegas mencari asal suara. Tak dapat kupercaya, seorang bidadari cantik berdiri disana.
“Emma!”.
Dia menoleh, tersenyum dan menghambur ke pelukanku. Sebuah keajaiban berikutnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Asyik. Suka alurnya. Barakallah, Bu Ita.
Terimakasih sudah mampir bu
ini cerbung ya buk? next ya
Entahlah bu, ngalir aja. Terimakasih sudah mampir.