Mengajar Sesuai Tantangan Zaman. Belajar Sesuai Tuntutan Peran
Mengajar Sesuai Tantangan Zaman. Belajar Sesuai Tuntutan Peran
Awal mengajar tahun 2005, seorang Guru senior menasehati, “Mbak, Guru sama Pengajar itu beda. Guru itu bisa mengajar, bisa digudu lan ditiru. Pengajar itu ya cuma mengajar, sekedar transfer ilmu. Terserah sampean mau jadi yang mana.” Nah, itulah kali pertama saya sadar bahwa menjadi Guru itu tidak sekedar mengajar, juga harus mampu menjadi panutan (role model). Sebuah tanggung jawab yang luar biasa.
Hal kedua yang saya sadari adalah bahwa agar menjadi tauladan, saya harus banyak belajar dari senior. Belajar bagaimana menghadapi anak-anak dengan berbagai macam karakter dan latar belakang. Belajar menghadapi orang tua atau walimurid yang beragam maunya. Sesuatu yang tidak saya pelajari di bangku kuliah. Maklum, selama kuliah saya malah sibuk riwa-riwi mengikuti berbagai kegiatan ekstra kampus. Lagipula menjadi Guru awalnya bukan cita-cita saya.
Menghadapi anak-anak (murid-murid) ternyata harus sesuai zaman. Mengutip Quote Ali Bin Abi Thalib RA, “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, sebab mereka hidup bukan di zamanmu”. Dahulu posisi Guru merupakan tokoh utama dalam kelas. Semua siswa wajib mendengarkan, harus setuju apapun yang disampaikan. Sekarang anak-anak lebih responsif dan kritis. Murid-murid zaman dahulu kebanyakan seperti robot, tidak bergerak jika tidak disuruh. Diam walau merasa tidak tertarik dan bosan. Anak-anak sekarang akan menunjukkan sikap, entah dengan cara yang baik maupun buruk.
Tak berhenti pada Murid dan Walimurid. Satu lagi tantangan Guru adalah perubahan kurikulum. Mata kuliah kurikulum yang saya pelajari saat itu adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Ketika benar-benar sudah mengajar, ndilalah kurikulumnya ganti KTSP 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Mau tak mau, kami harus kulakan ilmu dari berbagai macam seminar dan pelatihan yang seolah tak ada habis-habisnya. Beberapa tahun kemudian kurikulum berganti lagi menjadi K13.Artinya menjadi Guru tak cukup hanya menjadi Pengajar tapi juga Pembelajar. Jika tidak maka tertinggal.
Jonh Cotton Dana, Seorang Pustakawan asal Inggris mengatakan, “Who dare to teach must never cease to Learn”. Artinya siapa yang berani mengajar harus tidak pernah berhenti belajar. Belajar dari manapun dari siapapun kapanpun. Waktu terus berlalu, teknologi berkembang. Tidak boleh seorang Guru merasa sudah puas, sudah pintar, sudah cukup ilmunya. Zaman terus berubah, waktu terus berlalu, teknologi berkembang sangat pesat.
Apapun mata pelajaran yang diampu pasti mendapatkan pengaruh. Albert Einstein menyatakan bahwa: “di dunia ini tidak ada orang yang bodoh dan yang pintar. Yang ada hanyalah orang yang lebih dahulu tahu dan yang kemudian tahu.” Tidak harus tapi menurut saya, Guru seharusnya menjadi yang pertama tahu perkembangan ilmu pengetahuan yang diampu. Guru IPA misalnya, harus banyak membaca dan mencari tahu penemuan-penemuan baru. Guru Bahasa apapun harus terus mengerti perkembangan Bahasa yang diajarnya. Tahu arti ungkapan- ungkapan dan kosa kata baru.
Di saat pendemi seperti ini, semua Guru dan Murid dipaksa belajar teknologi informasi. Mau tak mau, suka tak suka pembelajaran harus beralih dari luring ke daring. Beruntung saya adalah generasi milenial awal yang cukup melek teknologi dan tinggal di kota. Saya hanya dapat membayangkan seberapa berat beban Guru yang lebih senior dari saya. Apalagi yang tinggal di pelosok desa.
Awal-awal pembelajaran daring hanya pemberian tugas lewat Wattsapp. Tidak sulit sebab sebelumnya sudah ada WAG baik murid maupun walimurid. Selang beberapa minggu pembelajaran mulai membosankan, saya memaksa anak-anak masuk ke kelas virtual saya, google classroom. Kebetulan juga bertepatan dengan pelaksanaan Pondok romadhon. Selang beberapa hari beberapa anak tak aktif, masalahnya tak ada kuota data. Orang tua mulai terdampak covid-19, banyak yang dirumahkan.
Yayasan Pendidikan saya juga memiliki Panti Asuhan. Mendadak di bulan April ada edaran untuk memulangkan anak-anak kepada kerabatnya. Otomatis mereka tak dapat lagi menggunakan fasilitas Panti. Sebuah tantangan baru, terpaksa pembelajaran dibagi dua, daring dan luring. Bulan ini kami sejenak beristirahat memikirkan ramuan baru terutama untuk anak-anak yatim dan miskin kami. Semoga bagaimanapun bentuk pengajarannya tetap bermanfaat dunia akhirat.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantul...keren..
Terimakasih bu