Pernahkah kamu dibohongi? Bagaimana rasanya? Sebal, jengkel, kecewa, sakit, iya kan? Nah, itulah yang kurasakan sekarang. Aku menggaris bawahi kata sakit dengan huruf besar. Ini benar-benar rasa sakit hati yang dalam. Dibohongi orang tuamu sendiri selama dua puluh tahun. Jadi begini, kedua orangtuaku bercerai saat aku berusia lima tahun. Mama mendapat hak asuh kami, aku dan kakakku. Sementara Papa pergi Jauh ke Utah, Amerika. Suatu hari ketika usiaku dua belas tahun, Mama memberi kabar bahwa Papa meninggal. Mama memberi pemahaman bahwa jarak kami terlalu jauh dan kami tak punya cukup uang untuk berziarah.

Hari-hari berlalu sampai beberapa waktu yang lalu seorang wanita paruh baya bertamu ke rumah kami. Dia memperkenalkan diri sebagai Gretha, kawan bisnis Mama dari Amerika. Kami baru pertama kali bertemu tapi dia sudah menciumi pipiku dan memelukku erat sekali sampai aku sesak napas. Dia menginap beberapa hari di rumah dan selalu bersikap baik padaku. Ketika dia kembali ke negaranya, dia memberiku sebuah hadiah mewah. Sebuah Ferrari Portofino merah, bekas tapi harganya tentu saja tidak murah.

Aku merasa ada yang aneh. Mustahil seseorang yang tidak kukenal memberi hadiah semewah itu. Hingga akhirnya Mama bilang, perempuan itu dulunya Papaku. Papaku? Ya Lelaki yang menyumbang darah padaku merasa berada di tubuh yang salah meski telah berusaha menjadi lekaki normal hingga memiliki dua orang anak. Ini bukan kenyataan yang mudah dipahami. Sejak Papa memutuskan berganti kelamin sejak saat itu pula Mama menganggap Papaku telah mati.