Di tengah pelaksanaan PSBB Surabaya nyatanya saya masih harus riwa-riwi ke sekolah. Ada saja tugas yang tidak dapat dilakukan jika hanya di rumah saja. Sesuai instruksi dinas, siswa yang tidak dapat melaksanakan kelas daring dapat mengambil tugas offline yang disediakan sekolah. Hari ini sayalah yang kebagian tugas melayani anak-anak ini. Maklum mayoritas siswa sekolah kami penghuni panti asuhan, jadi wajar jika mereka tidak punya HP.

Ba’da dhuhur saya dengan santainya nongkrong di lap computer yang wifi-nya joss gandos. Disana saya ngadem sambil download beberapa episode drakor untuk ditonton di rumah jika senggang. Tak lama setelah itu, sebuah pesan di WAG mengejutkan saya. Ibu dari salah satu siswa saya yang SMA positif corona. Deg!

Ingatan saya otomatis flashback ke beberapa hari yang lalu saat PSBB belum diterapkan. Dasarnya anak-anak muda, beberapa siswa sayapun suka nongkrong di depan sekolah atau area sekitarnya. Sulit menghimbau sebagian dari mereka untuk tetap di rumah saja. Sebagai catatan sekolah saya terletak di Surabaya Utara di antara perkampungan padat penduduk. Kelurahan kami sebenarnya sudah masuk zona merah. Saat hendak pulang, anak-anak ini menyapa saya dan salim seperti biasanya. Sayapun dengan santainya menjabat tangan mereka tanpa sarung tangan, bahkan tidak menghimbau mereka memakai hand sanitizer. Duh, teledor sekali.

Diantara mereka yang salim itu, ada anak yang ibunya terpapar corona. Setahu saya sekarang harusnya status anak tersebut adalah ODP (Orang Dalam Pantauan). Jika ibunya dinyatakan positif tadi malam, ada kemungkinan beberapa hari yang lalu sudah terjangkit. Saya was-was, sungguh, berharap anak ini tidak terpapar corona dari ibunya agar saya juga tidak berstatus ODP. Pun saya masih berharap jika berita itu hanya hoax belaka. Sampai saat saya menulis tulisan ini, belum ada konfirmasi resmi dari pihak siswa saya dan keluarganya. Info yang menyebar di WAG siswa dan guru masih berstatus katanya.